Tuesday 21 July 2020

Penundaan Sanksi Kesalahan.

Bila "dosa" disinonimkan "kesalahan", maka manusia berpotensi berbuat kesalahan kpd 4 pihak:
1. Kesalahan kpd diri sendiri
2. Kesalahan kpd orang lain secara pribadi.
3. Kesalahan kpd pihak yg menjadi tanggung jawab.
4. Kesalahan kpd Allah.

PIHAK I.
Kesalahan kpd diri sendiri.
Banyak orang tak menyadari berbuat kesalahan pada diri sendiri. Seperti mengkonsumsi makanan/minuman yg membahayakan diri, misalnya Narkoba, minuman keras dll. Sanksi atas kesalahan ini, kadang tak lama berselang dirasakan oleh ybs. Tapi tak jarang sanksinya diterima stlh usia lanjut. Sedang sanksi akhirat, menunggu jika tdk bertaubat.

PIHAK  II.
Kesalahan kpd orang lain secara pribadi, berupa:
- Kesalahan tdp jiwa.
- Kesalahan thdp kehormatan.
- Kesalahan thdp harta.
Akan aman (اِنْ شَآءَ اللّٰهُ) dari sanksi akhirat, bila tlh berhasil di selesaikan di dunia dg mendptkan keridhaan dari pihak kpdnya kesalahan dilakukan.

PIHAK  III.
Kesalahan kpd pihak yg menjadi tanggung jawab.
- Mengambil hak2 dg jalan bathil.
- Curang, Cedera janji.
- Tidak menegakkan keadilan.
Pihak yg berpeluang membuat kesalahan ini bukan hanya penguasa. Tetapi siapa saja seperti diingatkan Rasulullah ﷺ :

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ: الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَالْخاَدِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.

Setiap kalian adalah pemimpin & setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang penguasa adalah pemimpin & akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya & akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang wanita adalah penanggung jawab dalam rumah suaminya & akan ditanya tentang tanggung jawabnya. Seorang pelayan adalah penanggung jawab dalam harta majikannya & akan ditanya tentang tanggung jawabnya.
shohih Bukhari : 893

PIHAK IV.
Kesalahan kpd Allah. Ada tiga bentuk kesalahan y.i.:
1. Mensekutukan Allah.
2. Melanggar larangan2 Allah.
3. Tidak melaksanakan perintah2 Allah.
Ketika melanggar larangan Allah dan kesalahan tidak melaksanakan perintah Allah,  sering juga terkombinasi dg kesalahan PIHAK I, II dan III.

Kesalahan ke Pihak Allah nomor 2 dan 3 betapapun banyaknya terselesaikan dg taubat dg syarat sblm maut:
Surat An-Nisa ayat 18

وَلَيْسَتِ ٱلتَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ حَتَّىٰٓ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ ٱلْمَوْتُ قَالَ إِنِّى تُبْتُ ٱلْـَٔـٰنَ وَلَا ٱلَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًۭا
Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang". Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.

Adalah mrpk anugerah Allah yg sangat-sangat patut disyukuri bahwa setiap diri kita berbuat kesalahan/dosa tdklah langsung serta merta dikenakan saksi. Melainkan diberi tenggang waktu, ditunggu kita bertaubat. Naah kapan lagi.... bertaubatlah seblm ajal datang menjemput. Mintalah maaf atas kesalahan kpd sesama, sblm mereka tdk lagi hidup dg kita bersama. Berhentilah melakukan hal2 yg merusak diri, sblm diri menjadi rusak.

Tidak dapat dibayangkan, kalaulah Allah memperlakukan kita sebagaimana hukum dunia. Begitu kita berbuat dosa (Allah jelas mengetahui/melihat dosa kita itu), langsung diberikan hukuman. Mungkin para pembaca sudah dapat mengukur sendiri apa kira-kira yang akan diterima. Beda dengan kesalahan melanggar ketentuan pidana, kalau ketangkap langsung disidangkan dan masuk penjara.
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
 وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
M. Syarif Arbi.
Jakarta, 30 Dzulkaidah 1441 H.
21 Juli  2020.
(673.07.20).

No comments:

Post a Comment