Monday 16 September 2019

SLIP NYAMBUNG

Subuh itu, imam yg biasa, detik-detik terakhir qamat blm terlihat. Majulah jamaah yg sesekali terbiasa jadi imam. Di rakaat pertama imam membaca surat 93, Ad-Dhuha.

Di rekaat kedua imam membaca surat 107 Al-Ma'un, sampai ayat 4,

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَ ۙ 
"Maka celakalah orang yang sholat,

[sambungnya mestinya ke ayat 5, yaitu orang yang lalai terhadap sholat]"

الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَا تِهِمْ سَاهُوْنَ ۙ 
"(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap sholatnya,"

mungkin tdk sengaja slip nyambung ke ayat 4 surat 106, Quraisy
الَّذِيْۤ اَطْعَمَهُمْ مِّنْ جُوْعٍ ۙ وَّاٰمَنَهُمْ مِّنْ خَوْفٍ
"yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan."

Ayat 5 surat Al-Ma'un dan ayat 4 surat Quraisy, sama2 dimulai dg
الَّذِيْۤ
Itu mungkin jadinya slip nyambung.

Ada suara makmum, mungkin di shaf 2 agak kanan mengucapkan "subhanallah".

Diriku makmum shaf pertama persis di belakang imam. Terlintas juga fikiran ku ingin membetulkan bacaan ayat ke 5 surat Al-Ma'un tapi khawatir malah merusak konsentrasi sang imam (kutau jam terbangnya).

Ayat ke 4 Al-Ma'un dibaca lancar. Ayat sambungan yg slip ke surat Quraisy ayat 4 dibaca si imam  juga lancar.

Dalam konteks ayat yg dibaca dlm sholat,  mengacu ke penggalan QS. Al-Muzzammil surat ke 73: ayat 20)
 فَا قْرَءُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْاٰ نِ
maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an.

Maka menurutku sah saja si imam tadi apalagi secara tak sengaja menggenapi surat Al-Ma'un ayat 4, melanjutkan dg surat Al-Quraisy seayat (ayat 4).

Secara terjemahan sambungan itu jadi memang ndak koneks. Jadinya seperti ini:
"(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap sholatnya,"
"yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan."

Kuteringat langgar (mushola) kecil di suatu desa dikampungku masa kanak2. Suatu maghrib imam yg biasa,  berhalangan.
Satupun jamaah sdh dorong2an ndak ada yg PD jadi imam. Akhirnya jamaah  langgar kecil itu ada yg sblm pulang shalat dulu di masjid, masing2. Ada juga yg ngambil sikap shalat sendiri-sendiri di rumah.

Karena kejadian subuh itu,  menjadi sebab kubuka lagi dari album masa kecilku ttg sebuah potret perjemaahan sholat masa kecilku lbh setengah abad lalu.

Berkenaan dg itu di masjid2 yg kini diriku diberi peran membina, kuusahan pengkaderan imam. Jamaah2 yg potensial jadi imam,  diberi kesempatan maju jadi imam, agar yg bersangkutan jadi terbiasa.

Ttg slip baca, adlh biasa, justru bila jam terbang ngimam sdh banyak akan mengurangi "grogi", sebab grogi kadang juga membuat terjadi kesalahan, semisal: slip salah sambung, panjang pendek mad, mahraj huruf, jumlah rakaat dsbnya.
Latihan, pembiasaan jadi imam penting.

Agaknya saya kurang sependapat adanya seorang imam tetap masjid yg fasih, hafalannya banyak, usiapun lanjut, menyatakan "SELAMA SAYA MASIH ADA, HANYA SAYA YG BOLEH JADI IMAM". Hal ini tdk membangun kader, satu dan lain ybs dpt saja terperangkap "sombong" atau "riya" menganggap diri paling fasih, paling alim, paling sempurna, paling .....dll.

Dpt dipahami bila blm terbiasa, mungkin lantaran grogi, terkait jam terbang ada yg suaranya jadi keluar tak normal. Bisa saja si imam salah melafadzkan huruf ع(‘ain) dibaca alif, atau ء‘ (hamzah). Huruf ق (qaf)
dibaca ك(kaf).
Yg dmkn itu dpt dikoreksi, kalau tak dicoba bgmn mengetahui untuk mengoreksinya.
Ada memang yg sdh tak dpt dikoreksi lagi ibarat bambu sdh jadi betung tak dpt dilentur lagi. Ya sdh yg begini tdk potensial jadi iman, smg ybs juga memahaminya.

Barakallahu fikum
وَ الْسَّــــــــــلاَمُ
M. Syarif arbi.

No comments:

Post a Comment