Tuesday 4 September 2012

“SIT DOWN” YANG MANJUR


Perjuangan orang untuk masuk ke pelataran Ka’bah utamanya ketika shalat  Ied, di setiap Idul Fitri bukannya mudah. Manusia masing-masing ingin dalam posisi melingkari Ka’bah ketika shalat itu, sebab Khatib sekaligus Imam bermimbar di dekat Ka’bah. Sekali waktu saya bersama seorang teman beberapa tahun yang lalu sudah dapat posisi duduk di depan mimbar Khatib yang ketika itu disiapkan di hijir Ismail. Kira-kira kurang seperempat jam lagi waktu shalat akan dimulai, wudhu saya batal, usaha mencari air, akhirnya tertekan arus manusia, ke tempat wudhu yang di dapat diluar masjid. Selesai wudhu ternyata tidak berhasil masuk masjid lagi, jangankan sampai ke pelataran ka’bah. Akhirnya kami shalat diluar masjid.
Idul Fitri 1 Syawal 1433H ini  berbekal pengalaman tadi, saya dengan isteri sudah turun dari pemondokan pukul 3 dini hari. Ternyata sampai di masjid, pelataran Ka’bah sudah semua terisi, agaknya banyak jamaah yang lebih dini lagi datang ke lokasi tersebut. Kali ini mimbar diposisikan disisi pintu Ka’bah, antara pintu dan makam Ibrahim. Keputusan diambil, isteri ditempatkan di jamaah wanita di salah satu jalan menuju pintu Ka’bah. Dari lokasi itu Ka’bah dan Khatib nantinya akan terlihat, tetapi tidak masuk ke pelataran Ka’bah. Sementara saya berburu lokasi, untuk mencari celah dapat di pelataran Ka’bah. Sudah berupaya masuk mengikuti arus jamaah, tapi belum juga dapat tempat, masing-masing orang tidak mau memberi ruang walau hanya separo badan. Akhirnya kulihat banyak oang yang duduk-duduk di trap menuju pelataran Ka’bah, sehingga trap tangga yang disediakan dari bangunan masjid ke pelataran tawaf itu hampir penuh kiri kanannya kecuali hanya diluangkan sedikit untuk dapat lewat orang yang masuk dan keluar ke area tawaf.
Trap tangga ini diduduki oleh sebagian jamaah, untuk mencari peluang masuk shaf bila shalat dimulai, biasanya ketika shalat dimulai, dalam posisi berdiri, ada lagi shaf yang sudah terbentuk itu dapat diisi, peluang itulah yang diincar oleh jamaah yang duduk-duduk di tangga itu. Namun bagi keamanan masjid jamaah duduk di tangga ini dianggap memacetkan arus, makanya harus segera dihalau. Dengan bahasa tubuh yang tegas dalam bahasa Arab dengan suara yang keras, askar berpangkat sersan ini menjerit-jerit memberi komando “tariik...... tariik ............ tariiiik “ tapi “jamaah tangga”  ini tetap tidak bergerak. Seolah tidak mengerti apa yang dimaksud. Walaupun sebagian mereka adalah orang-orang Timur Tengah yang mengerti bahasa Arab. Sedangkan kita orang Indonesia saja mengerti sudah maksudnya “tariiik, tariik” itu, setidaknya ia mengatakan jalan...jalan..., atau beri jalan, atau ini bukan untuk duduk tapi untuk jalan orang lewat, atau jangan duduk di jalan mengganggu lalu lintas, atau apapun maknanya ia bermaksud agar kita meninggalkan tempat itu.
Rupanya saking sudah kesalnya ia menggunakan bahasa Arab, kalau-kalau orang tidak mengerti, diubahnya strategi dengan bahasa asing lainnya, entah bahasa apa itu saya tak dapat mengikutinya. Namun “jamaah tangga” juga tidak bergeming.  Kesesudahannya dengan sekuat urat lehernya si sersan berteriak “Sit Down, sit down........ sit down” berulang-ulang. Kini jamaah tangga masing-masing tersenyum dan diantaranya berkomentar, “terbalik”.  Agaknya si askar kurang faham bahasa Inggris, karena sambil mengucapkan dengan berteriak “sit down, sit down.......... sit down”, tangannya memberi isyarat suruh berdiri dan jalan.

Keterbalikan ini membuat “jamaah tangga” sebagian besar tersenyum dan tertawa dan anehnya justru mentaati perintah yang terbalik itu, dengan berangsur-angsur masing masing  senyum dan berdiri dan meninggalkan tangga itu. Termasuk diantaranya saya terpaksa pindah mengikuti orang lain, saya ke tempat lain di lantai 4, dari sana dengan mudah dapat terlihat suasana di sekitar Ka’bah dan juga dapat terlihat mimbar Khatib. Walau setengah jam kemudian tempat itupun diperebutkan orang lagi. Penuh sesak menjelang shalat subuh. Persoalan yang menjadi masalah, mempertahankan wudhu selama kurang lebih 3 jam 20 menit. Berangkat ke masjid pukul  3 dini hari, kumandang azan subuh pukul 4.30, shalat subuh 4.45 dan shalat Ied pukul 06.20. Kalau batal karena buang angin masih mudah mengatasinya dengan berbekal air secukupnya untuk wudhu, tapi kalau sudah kepingin pipis, sudah jelas akan keluar masjid dan tidak mungkin dapat masuk kembali.
Itulah gambaran perjuangan jamaah umrah Ramadhan dan haji untuk menuju tempat shalat. Sementara kita di tanah air perjuangan untuk menuju tempat shalat berjamaah belumlah sesulit itu. Itu sebabnya barang kali kalau di tanah air marilah  shalat berjamaah ke masjid, sebelum datang suatu saat untuk mendapatkan tempat ke masjid sedemikian sulit, lantaran begitu banyaknya orang yang taqwa. Atau datang suatu saat di negeri ini orang terhalang untuk pergi ke masjid, lantaran misalnya suatu saat nanti yang berkuasa dinegeri ini adalah penguasa yang mencegah orang ke masjid. Bukan mustahil..........., bahwa memang Allah akan menjamin Islam akan tetap ada di dunia, tetapi tidak ada jaminan Islam akan tetap aman di Indonesia.

No comments:

Post a Comment