Friday 6 October 2023

CURIGA kodrat MANUSIA.

Disusun: M. Syarif Arbi. No. 1.193.10. 23 Manusia di dalam menjalani hidup ini tidak akan luput dari kecenderungan yang tiga, yaitu: Pertama; Prasangka atau Curiga, kedua; Takut Risiko dan ketiga; Ingin Untung. Keterbatasan ruang tulis, di artikel ini dilihat lebih dulu satu dari tiga kecendrungan tersebut yaitu “prasangka atau curiga” Sejak bayi manusia sudah mempunyai pembawaan berprasangka atau curiga dengan konotasi pihak lain diluar dirinya harus disikapi dengan hati-hati, karena si bayi khawatir akan dapat mencelakakan dirinya. Begitu terlahir bayi akan menangis, karena merasakan sesuatu yang asing dari yang dirasakannya selama di dalam kandungan ibunya. Selanjutnya menangis dijadikan sarana baginya untuk menolong dirinya untuk beberapa keperluan, buat menyatakan lapar dan haus, menyatakan kondisi sekeliling tubuhnya kurang enak. Perkenalan pertama terhadap manusia adalah orang-orang yang ada disekelilingnya, semula orang tersebut diduga akan membahayakan; ternyata tidak, karena dari orang yang dekat dengan dirinya diperoleh minuman dan makanan serta memberikan kesegaran tubuh seperti memandikan, mengganti pakaian setelah mandi atau setelah pipis atau habis BAB dan lain-lain keperluan. Bila disuatu keadaan ada orang lain yang belum dikenalnya mencoba mendekatinya, maka prasangka buruk atau kecurigaan akan timbul bagi si bayi, ia tidak langsung bersedia digendong, ia akan menangis sebagai ungkapan keraguannya untuk memberitahukan kepada orang yang biasanya ia kenal. Bahwa ada yang tidak ia suka karena akan mengancamnya. Pembawaan manusia ini terbawa sepanjang hidupnya. Kadar prasangka atau curiga, tinggi rendahnya tergantung pengalaman yang dialami individu yang bersangkutan. Orang yang hidupnya di kota besar, prasangka negatif lebih tinggi dibanding orang yang tinggal di pedesaan. Rumah orang di kota besar, pintunya senantiasa tertutup dan bahkan berkunci siang malam, dilengkapi pula dengan pagar tinggi pintu pagar berkunci di atas pagar ada kawat berduri. Tidak ketinggalan ada system alarm dan CCTV. Sedang rumah orang di desa, kadang tidak ditutup di siang hari, tidak ada pagar tinggi dengan pengamanan kawat berduri dan alarm apalagi CCTV. Jikapun ada pagar, kadang sekedar pembatas halaman dengan jalan dan tetangga kiri kanan dan belakang rumah. Di kota bila ada tamu yang ingin berkunjung, sebelumnya konfirmasi dulu, sedang di desa tamu datang langsung dapat ke rumah. Di Kota jika ada seseorang diluar pagar menekan bel rumah, isi rumah tidak langsung membukakan pagar, karena penuh curiga. Bukan berarti orang di desa sama sekali meninggalkan kecenderungan manusia berprasangka atau curiga, hanya kadarnya lebih kecil dari orang kota. Penyebabnya adalah di kota penduduk lebih banyak sehingga tidak mudah saling kenal mengenal. Manusia yang berhimpun dalam masyarakat, juga punya kecenderungan kecurigaan. Kadar kecurigaan banyak ditentukan oleh kedewasaan berfikir, pengalaman2 yang telah dilalui, nuansa keyakinan, juga tak kecil perannya budaya dan etnis. Menjelang PEMILU, kecendrungan kecurigaan para pemilih kota dan pemilih di pedesaan, umumnya sama yaitu dihadapkan ke satu pertanyaan utama “Siapakah yang mampu menghadirkan kesejahteraan rakyat”. Ketika semua calon menjanjikan bahwa dianya mampu mensejahterakan rakyat dengan serentetan janji2, maka pemilihpun akan menentukan kepada siapa yang kurang kecurigaannya akan ingkar janji. Siapakah yang janjinya realistis dapat dipenuhinya. Banyak curiga atau banyak prasangka (كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ) adalah sesuatu yang tidak diperkenankan dalam kaidah agama (Islam). Kalau begitu sebenarnya boleh2 saja curiga (karena sudah kodrat manusia) tetapi jangan berlebihan, karena kalau banyak prasangka atau curiga diantara sekian banyak itu sebagiannya adalah merupakan dosa. يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ  ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُمْ بَعْضًا  ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ  ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ  ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang." (Al-Hujurat ayat 12). Guna menghindari “banyak curiga atau banyak prasangka” Allah pun mengajarkan agar check and recheck ( فَتَبَيَّنُوٓا ). Supaya tidak terjadi salah mengambil keputusan, seperti tersirat pada surat Al-Hujurat juga yaitu ayat 6: يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا إِنْ جَآءَكُمْ فَاسِقٌ ۢبِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًۢا بِجَهٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِينَ "Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu." Kembali ke soal berita2 janji2 PEMILU guna mengurangi risiko salah menentukan pilihan, dengan menggunakan dua ayat yang kita jadikan referensi di atas maka: 1) Adalah wajar jika sebagai pemilih kita berprasangka, atau curia atas janji2 kampanye. Namun agama mengajarkan curiga tidak membabi buta atau berlebihan, karena bila berlebihan diantaranya adalah dosa. 2) Setiap janji2 tersebut haruslah di check and recheck apakah realistis, demikian juga informasi baik yang positif atau negatif dialamatkan ke seorang calon pemimpin, hendaklah di “فَتَبَيَّنُوٓا " ni akan kebenarannya. Untuk lebih realistis ketika menentukan pilihan ada baiknya kelebihan dan kekurangan atau plus minus setiap calon pemimpin dari data kualitatif di usahakan dirubah menjadi data kuantitatif sehingga didapatkan suatu nominal angka. Setelah didapat data berupa angka, jumlahkan, ambil yang lebih tinggi, dimana terpilih yang paling sedikit mudharatnya. Perlu diingat bahwa tidaklah ada manusia yang sempurna. Data kualitatif yang diubah menjadi data kuantitatif dimaksud misalnya antara lain berupa: “integritas”, “kapasitas”, “kapabilitas”, “kompetensi”, “Emotional stability”, “rekam jejak”, “amanah”, “fathonah”, “kejujuran” dan “gagasan yang realistis” dll. Tentunya tidak memasukkan unsur “Suku”, “agama” dan “etnis”, serta “gender”. Masing2 calon diberi angka tentang integritas, kapastitas, ……….. dan seterusnya dengan angka misalnya setiap item tertinggi “10” terendah “0”. Selanjutnya akan ditemukan jumlah angka tertinggi, insya Allah “dialah” merupakan pilihan anda yang terbaik dari pilihan yang tersedia dengan plus minusnya sebagai manusia. Demikian semoga pada PEMILU yang akan datang berjalan dengan “JURDIL” diikuti transparan, dimana para pemilih dapat menggunakan haknya dengan aman dan damai, menghasilkan pemimpin yang benar2 berkualitas dapat membawa bangsa ini menuju masyarakat adil dalam kemakmuran dan keamanan, makmur dalam keamanan dan keadilan, dibawah naungan Allah penuh ampunan. “Baldatun thayyibatun warabbun ghafur” ( بَلْدَةٌۭ طَيِّبَةٌۭ وَرَبٌّ غَفُورُ ) آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــال اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 22 Rabiul Awal 1445 H. 6 Oktober 2023.

No comments:

Post a Comment