Thursday 19 October 2023

Rasa MALU

Disusun: M.Syarif Arbi. No. 1.196.10.23 Ketika kontrol kesehatan telinga di suatu Rumah Sehat di Jakarta ku dapat no antrian "OL-9", baru dipanggil " OL-5". Sambil menunggu 4 antrian pasien lagi, seorang ibu muda kuliat membawa botol kosong air minum kemasan. Sejurus kemudian ibu tadi duduk di kursi di dekatku membawa botol tadi terisi kurang dari separo. Setelah duduk diapun mereguk air tsb. Seorang pasien lain (ibu muda juga) agaknya mereka sudah kenal lama duduk di deretan depan, bergumam: "botolnya kok ndak dipenuhkan sekalian". Ibu yang bawa botol itu spontan menjawab "Malulah". Rupanya alasan malu bagi itu ibu: Pertama; botolnya diisi dengan air dari dispenser milik “Rumah S” secara gratis. Kedua; Hati kecilnya berkata, ini air disediakan untuk orang banyak, kalau dia penuhkan botolnya, kesempatan orang lain jadi berkurang. Ketiga; kalaulah diisi penuh, botol minuman isi 600 cc itu belum tentu habis terminum olehnya, ujung2nya ditinggal botol yang masih ada airnya di kursi “Rumah Sehat”, atau masuk tong sampah, kan mubadzir. Surat Al-Isra ayat 27: إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًۭا Sesungguhnya mubadzir itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Rasa malu, akan membuat orang berakhlak mulia, makanya perihal “Rasa Malu” Rasulullah SAW bersabda: َاْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ َاْلإِيْمَانُ. “Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang Iman.” Shahîh: HR.al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad (no. 598) Bagi manusia yang rasa malunya sudah hilang, akan tega melakukan perbuatan tidak adil, perbuatan curang, pokoknya perbuatan memalukan, asalkan menguntungkan diri. Orang yang sudah kehilangan rasa malu, kalau diberi wewenang untuk membagi perolehan hasil misalnya, tak segan2 dia mengambil untuknya lebih banyak dari teman2nya yang berbagi. Bila punya kesempatan memutus sesuatu ketentuan, bagi orang yang sudah kehilangan "rasa malu", tak sungkan membuat keputusan yang berpihak menguntungkan pihak tertentu, menguntungkan keluarga, menguntungkan golongannya, akan mencari-cari pembenaran apa yang diputuskannya walaupun rasa keadilan yang berlaku umum dalam masyarakat tidak menerimanya. Pernah kutulis bahwa ada empat sebab manusia itu menjadi mudah tergelincir ke perbuatan kemungkaran, diikuti pula dengan empat perisai kemungkaran pada artikel No, 1.189.09.23 tgl 24 September 2023 dibawah judul: “Penyebab & Perisai Kemungkaran”. Empat perisai kemungkaran tsb. guna membantu mengingatnya ku istilahkan saja “4 A” yaitu: Pertama; “Akal”, berbeda dengan makhluk hewan misalnya, manusia sanggup untuk membedakan sebagain besar yang baik dengan yang tidak baik, dengan menggunakan “akal”. Walau tidak semua kebenaran, buruk dan baik dapat ditimbang dengan “akal”, oleh karena itu maka manusia dilengkapi pula dengan perisai “Ad-Din” atau agama, untuk mengukur kebenaran. (Al-Baqarah ayat 147) ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلْمُمْتَرِينَ “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. Kedua; “Ad-Din”, yaitu manusia sejatinya sejak diturunkan ke dunia ini sudah dibekali dengan agama. Hanya saja dengan berjalannya waktu telah terjadi perubahan/penyimpangan, sehingga kepercayaan agama manusia berubah dari “agama bekal” ketika nenek moyang manusia (Adam dan Hawa) turun ke dunia yaitu agama tauhid. Semua agama menyuruh berlaku adil, berbuat baik, melarang berbuat keji dan mungkar serta permusuhan: إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ  ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (An-Nahl ayat 90). Ketiga; “Amal baik”, sejalan dengan potensi yang dimiliki manusia untuk berbuat baik dan berbuat mungkar merupakan kelemahan manusia, tetapi juga merupakan kekuatan manusia, sehingga dengan kemampuan ber amal baik, akan menjadi perisai bagi manusia terjerumus terlalu dalam kelembah kenistaan dan kemungkaran. Keempat; Al- Haya’, atau Rasa atau sifat “Malu”, manusia sejak terlahir sudah memiliki sifat malu. Melalui sifat malu manusia terhalang untuk berbuat curang. Di ruang terbatas ini dibicarakan perisai yang ke empat, yaitu “Malu”, terkait dengan mengomentari ibu2 mengisi botol air minum kemasan kosong dengan air disediakan “Rumah Sehat” pada dispenser. Contoh kecil dikemukakan di atas, andaikan juga dimiliki orang2 yang berwenang, para pemimpin, para pembuat keputusan, alangkah indah dan aman tentramnya kehidupan di dunia ini. Semoga seluruh pembaca, seluruh pemimpin bangsa kita, seluruh pembuat keputusan yang menyangkut kehidupan orang banyak, masih memiliki “Rasa Malu”. ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالمِيّنْ وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 19 Oktober 2023 4 Rabiul Akhir 1445 H.

No comments:

Post a Comment