Thursday 15 March 2018

Ajakan Berjamaah di masjid Kucing.

Mukim di kota Makkah 28 th yg lalu sangat beda dengan masa kini.
Diusiaku baru 40an itu sempat mukim lbh sebulan di Makkah.
Berangkat haji waktu itu ndak ada waiting list, bgt cukup duit dan sehat dpt langsung berangkat. Di Makkah belum seramai sekarang.
Sekian banyak peristiwa kukisahkan satu diantaranya. Suatu subuh agak telat bangun, kalau menuju Masjidil Haram (600 an) langkah dari pondokan kami, yakin jamaah subuh sdh selesai. Sgr berangkat ke masjid terdekat sekitar 200han langkah, dikenal orang Indinesia "masjid Kucing", ternyata shalat subuh diimami imam masjid juga sdh selesai. Bgt menyesal sekali terlambat bangun subuh itu.
Tatkala ku sedang melangkah mencari shaf untuk shalat sendirian, ada seseorang berpakaian gamis membuntutiku (wajah timur tengah tapi bukan penduduk asli). Rasa curigaku diusiaku 40 th ktka itu bgt tinggi, kutakut dia bermaksud jahat, maklum di dadaku terkalung tas kecil isi bekal hidup. Kuberjalan lagi ketempat lain, dia juga membuntutiku. Setelah pindah keempat kali kuberanikan takbir mulai shalat. Si pembuntutpun takbir disampingku, baru kusadar rupanya dia juga senasib dng ku terlambat shalat subuh, namun masih ingin menyelamatkan "sisi berjamaah" walau hanya berdua. Itulah akibat komonukasi yang "mis", dibumbui kewaspadaan berlebih.
Ketika itu:
Ku belum terbaca ttg bgmn utamanya shalat berjamaah, hingga nabi anjurkan salah seorang sahabat bersedekah dg menemani seseorang yg ketinggalan shalat berjamaah walau sahabat tadi sdh selesai shalat berjamaah besama nabi.
Ku belum mendengar kisah ulama yg nangis 40 hari hanya karena sewaktu shalat wajib tdk dpt berjemaah.
Ku belum tau kisah seorang petani shaleh waktu lampau, ketika mendengar azan, cangkul bukan diayunkan kedepan, tapi dilepaskan kebelakang, agar tak ada tanah yg tercangkul. Sebab bila ada tanah tercangkul seiring kumandang azan, tanah itu gembur, ditanami subur, buah yg dihasilkannya dihawatirkan "haram".
Ingatanku melayang ke kantor di tanah airku. Alhamdulillah memang, setiap kantor ada mushalla, kadang ada masjid. Tapi shalat berjamaah ke masjid/mushalla tepat waktu agaknya masih kurang diterapkan.
Ku ingat diriku sendiri di tanah air (waktu itu = 28 th an lalu). Di dekat ruang kerja ada celah sedikit dpt membentang sajadah menghadap kiblat. Azan berkumandang di masjid, masih ada pekerjaan yg tengah dikerjakan. Shalatpun ditunda dulu, selesai kerjaan baru berwudhu, gelar sajadah shalat sendirian. Tidak ikut shalat berjamaah di mushalla kantor. Kalah telak dg pak tani sholeh melempar cangkul kebelakang di ceritakan di atas.
Seorang bos kantor shalat saban waktu: zuhur, ashar kadang mghrib di kantor. Sendirian gelar sajadah di ruang kerja. Smg bos ini tdk berjamaah di mushalla kantor BUKAN karena "jaga jarak" dg anak buah. Memang kadang jadi iman shalat di mushalla ndak mesti berjabatan tinggi, boleh jadi imam shalat seorang O.B. bgtlah dlm agama tak kenal pangkat/jabatan.
ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ
"Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa".
(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13).
Kejadian itu dpt kiranya menjadi bahan tafakkur kita, sudahkah kita mengutamakan shalat berjamaah di mushalla dan masjid drpd serangkaian aktivitas dunia yg pasti kita tinggalkan ini. Jangan-jangan sudah terlambat kita nenyesal dan memperbaiki shalat kita. Tapi lebih baik terlambat menyesal daripd tdk sama sekali.
Jadinya kuteringat ada ustadz tauziah menceritakan bahwa suatu hari di surga; seorang bertanya kpd rekannya sesama penghuni surga. "Apa amalan anda shg mengantarkan ke surga"?. Jawab temannya "suatu hari saya terlambat shalat subuh, saya menyesal luar biasa akan kelalaian saya itu dan berusaha semampu saya untuk siap shalat subuh sblm waktunya. Rupanya ini yg mengantarkan saya ke surga".
Maha benar Allah atas janji-Nya.
ثُمَّ اِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِيْنَ عَمِلُوا السُّوْۤءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوْا مِنْۢ بَعْدِ ذٰ لِكَ وَاَصْلَحُوْۤا ۙ اِنَّ رَبَّكَ مِنْۢ بَعْدِهَا لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
"Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertobat setelah itu dan memperbaiki (dirinya), sungguh, Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 119).
Smglah untuk selanjutnya kita:
Mengutamakan pemenuhan panggilan Allah untuk shalat melalui azan ketimbang pekerjaan yg blm selesai. Sepertinya perlu dipertimbangkan pola pikir pak tani yg shaleh di atas.
Bagi kita kaum lelaki, mengusahakan sekuat tenaga untuk shalat wajib berjamaah di mushalla atau di masjid.
Demikian sekedar saling ingat mengingatkan, kiranya dpt diterima dg baik dan bermanfaat. Amien. Barakallahu fikum waslm. M. Syarif Arbi.

No comments:

Post a Comment