Friday 26 January 2018

KEMISKINAN mungkinkah DIENTASKAN

Ku sempat pernah berfikir, bahwa kemiskinan di dunia ini tak mungkin ditiadakan, sebab diinformasikan Allah dalam kitab suci, bahwa adanya orang miskin. Lantas ada orang kaya, dimana si kaya diperintahkan harus menyantuni si miskin dengan sebagian kakayaan yang dimilikinya. Fikiran ku itu didukung logika, bahwa kitab suci kan berlaku sepanjang masa sampai kiamat, jadi logikapun sampai kepada kesimpulan bahwa orang miskin harus tetap ada. Kalau nanti misalnya sepuluh tahun kedepan di dunia ini ndak ada lagi orang miskin, nah bagaimana generasi yang akan datang, ketika dia membaca kitab suci yang di dalamnya disebut tentang orang miskin, padahal ketika itu ndak ada orang miskin. Jadi nanti ada komentar bagi yang lemah imannya “kandungan kitab ini, hanya kisah orang dahulu, buktinya ndak ada orang miskin”.
Fikiran dan logika ku ini selanjutnya terbantahkan oleh logika juga, di dalam ajaran agama (Islam), dalam banyak hal amal yang sangat baik diwujudkan dengan “memerdekakan Budak”. Banyak denda-denda pelanggaran pantangan agama, dengan “memerdekakan Budak”. Sampai-sampai ada fadhilah zikir sesudah shalat wajib, yaitu seperti yang dikatakan Abu Ayyub Al-Anshari, r.a. bahwa Rasulullah pernah berkata “SIAPA YANG MEMBACA: LAA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKALAH, 10 kali ssdh sholat wajib, maka seperti orang yang memerdekakan 4 jiwa (Budak) dari keturunan Nabi Ismail” Bulughul Maram (terjemahan) 1992:786. Berkat anjuran sangat kuat dari Islam untuk membebaskan Budak, walaupun ketika itu masih dilegalisir, berangsur-angsur perbudakan hapus di negeri-negeri Islam dan Alhamdulillah sekarang di duniapun kini hapus perbudakan. Sejarah harus mengakui bahwa pelopor pembebasan Perbudakan diawali oleh ajaran Islam.
Sandaran logika inipun, meyakinkan kita bahwa kemiskinanpun akan tertuntaskan di dunia ini, asalkan semua pihak terutama orang kaya mau menunaikan kewajibannya sebagai orang kaya, yaitu membagi kan sebagian rezeki yang diperolehnya kepada orang miskin. Semua yang wajib zakat, menunaikan zakatnya dan dikelola dengan baik oleh badan yang jujur, maka miskinpun akan dapat dituntaskan, bukan sebaliknya kemiskinan ditetaskan. Habisnya kemiskinan ini bukan hal yang belum pernah terjadi, sejarah mencatat bahwa di zaman ke Khalifahan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tidak terdapat orang miskin, sehingga tidak seorangpun menjadi mustahiq penerima zakat. Orang semua berzakat dihimpun di Baitul Mal, penggunaannya untuk kepentingan kemajuan negara, membangun infrastruktur. Salah satu syarat tentunya adalah pemimpin yang adil, hidup sederhana dan taqwa kepada Allah.
Sekarang tibalah giliran kita mengukur, sampai kemana sudah kepedulian kita kepada orang miskin yang sering diistilahkan kaum Duafa, kaum lemah, agar cita-cita kitab suci menghapuskan kemiskinan dapat terwujud.
Memenuhi undangan kaum lemah.
Perlakuan kebanyakan kita untuk kaum miskin:
Banyak diantara kita bila datang kondangan ke kaum miskin, seringnya memberikan sumbangan ke dalam “tempayan sumbangan” dengan uang, banter lima digit. Jarang yang memasukkan ke tempat sumbangan dengan enam digit.
Perlakuan kita thdp orang berada/terkemuka: Bila yang mengundang adalah orang terkemuka dan kaya maka amplop yang diberikan bukan saja lembaran enam digit kadang beberapa lembar diikuti kartu nama. Apa yang kita lalukan ini agaknya terbalik. Mestinya orang miskinlah yang diberi sumbangan lebih banyak. Sedangkan orang terkemuka dan kaya, mereka sudah berkecukupan untuk apa lagi ditambah oleh kita, cukup berikan sekedarnya saja.
Belanja di pasar tradisional;
Sangat getol menawar, sebegitu rupa kadang sampai si penjual dalam posisi yang mengalah, karena daripada tidak habis terjual, barang dagangannya dilepas walau untung sangat tipis bahkan rugi dari pada akan layu atau kedaluarsa. Dalam pada itu jika belanja di super market, tanpa tawar menawar, padahal super market milik orang kaya dan perekonomiannya kuat.
Giliran PILKADA barrulah si miskin berharga sebab disaat itu; kaya miskin, orang ternama dan rakyat jelata, wong cilik sama haknya.
Suara wong cilik diperlukan ketena memang populasi pemilih terbesar adalah justru wong cilik. Makapun setiap "penjaring suara" menyelipkan janji akan mengentaskan kemiskinan. Sebab kemiskinan memang sampai saat ini masih milik wong cilik. Wajar,.... tujuannya meraih sebanyak mungkin suara wong cilik. Siapa yg berhasil mengambil hati wong cilik dialah yg bakal menang. Smg wong cilik menjatuhkan pilihannya kepada calon pemimpin yg mendekati sifat Umar bin Abduazis seperti ditulis atas (berhasil mengentaskan kemiskinan). Dianya hidup sederhana dan taqwa kepada Allah shg rakyatpun taat kpd pemimpinnya dan rakyat juga menjadi taqwa, dg demikian Allah memenuhi janjinya:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالْاَرْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 96)
Wain yakun shawaban faminallah. Wa in yakun khathaan faminni waminanassyaitan,. Wallahu warasuluhu bari ani minhu. (Dan sekiranya benar, maka itu datang dari Allah. Dan sekiranya salah, maka berarti datangnya dariku sendiri dan dari syaitan. Allah serta RasulNya berlepas diri daripadanya)

No comments:

Post a Comment