Friday 4 November 2016

Nasihat BOCAH kepada HALIFAH



Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak oleh Umar Ibn Abdul Aziz selama dia menjadi halifah. Sesaat setelah diangkat menjadi halifah di masjid, dia memilih pulang ke rumah sendiri, bukannya dia menuju istana kehalifahan yang selama ini bersemayam halifah pendahulunya. Ketika pulang ke rumah, Umar berfikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas.  Dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik yang digantinya, dia pulang berniat untuk tidur.
Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan berkata, "Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?".
Umar menjawab, "Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini".       "Jadi apa engkau akan buat wahai ayah?", Tanya anaknya ingin tahu. Umar menjawab, "Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk salat bersama rakyat".
Apa pula kata anaknya mendengar jawaban ayahnya Amirul Mukminin yang baru itu “Ayah, siapa pula yang menjamin ayah masih hidup sehingga waktu zuhur nanti sedangkan sekarang adalah tanggung-jawab Amirul Mukminin mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi” Umar Ibn Abdul Aziz terus terbangun dan membatalkan niat untuk tidur, beliau memanggil anaknya mendekatinya, beliau mengecup kedua belah mata anaknya sambil berkata “Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku”.
Ini adalah profil seorang yang berasal dari keturunan baik-baik atas kehendak dan izin Allah menjadi anak yang baik pula. Umar bin Abdul Aziz, juga adalah keturunan orang yang sangat baik dalam sejarah Islam. Neneknya walaupun berasal dari keluarga miskin, tapi justru dinikahi kakeknya bernama “Asim” atas perintah eyang buyutnya Umar bin Khattab.
Si nenek diambil mantu oleh Umar bin Khattab, karena pada suatu malam, ketika beliau ronda keliling/blusukan untuk mendengar keluhan rakyat.  Beliau mendengar dialog seorang anak perempuan dan ibunya, seorang penjual susu yang miskin. Kata ibu “Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari” Anaknya menjawab “Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini” Si ibu masih mendesak “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”. Balas si anak “Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”. Umar yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu. Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khattab menyuruh anak lelakinya, Asim menikahi gadis itu. Kata Umar, "Semoga lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”. Asim yang taat tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul-Aziz. Jadi memang mereka keturunan orang yang kuat imannya dan juga tentu saja dengan ijin Allah meng ijabah do’a kakek buyutnya Umar bin Khattab.
Tidak mengherankan, kalau di era pemerintahan Umar bin Abdul Azis selama 2 tahun 5 bulan dan 5 hari, pemerintahan Islam waktu itu demikian mendapatkan barokah Allah. Dikabarkan tidak ada rakyat yang miskin, sehingga tak seorangpun yang berhak menerima zakat. Harta zakat terkumpul di baital mal di umumkan barang siapa saja yang memerlukan pembiayaan untuk kehidupan dan memulai kehidupan misalnya menikah, dapat meminta bantuan dari baital mal. Tapi sebaliknya pemimpinnya hidup dalam kesederhanaan, sangat sederhana. Dikisahkan sang halifah ketika menjelang azalnya hanya mengenakan baju yang sederhana dan menurut isterinya tak ada baju yang lebih baik untuk dapat mengganti baju beliau.
Yang dapat dipetik dari peristiwa ini adalah:
1.      Betapa seorang khalifah (pemimpin negara) yang ketika itu besar dan luas, dengan lega hati menerima nasihat seorang bocah dan kebetulan anaknya sendiri. Beda dengan sebagain kita sekarang, jika mendengar pendapat dari bocah, apalagi berupa nasihat, sering kita mengatakan “Kau tau apa, anak masih bau kencur, sok tau nasihati orang tua”. Begitu juga kalau anda mendapat amanah jadi pemimpin dalam strata apapun, baik agaknya ditauladani perilaku ini. Perhatikanlah nasihat orang apalagi yang menasihati orang banyak.
2.      Bahwa ada benarnya keturunan orang baik, atas izin Allah menjadi hamba Allah yang baik, walau semuanya memang atas kehendak Allah, sebab ada juga Nabi mempunyai keturunan yang tergolong tidak mendapat kebiakan. Ini mungkin baik jadi suri tauladan bagi para ORTU untuk memadankan/menjodohkan/pasangan anak-anak mereka.
3.      Do’a, yang baik, baik dimohonkan kepada Allah, semoga do’a itu diijbah Allah, terbukti do’a Umar Ibn Khattab ketika menyuruh anaknya menikahi nenek Umar Ibn Aziz dikabulkan Allah.
4.      Kedaaan di pemerintahan era halifah Umar Ibn Abdul Aziz, negara dalam keadaan aman sentausa makmur, sampai-sampai tak ada seorangpun rakyat yang berhak menerima zakat. Dibalik itu pejabat-pejabat negara hidup dalam kesederhanaan, di beri contoh oleh sang kepala negara.
Pernah pula kedengar penceramah mengisahkan ketika wafatnya Umar bin Abdul Aziz, langsung kambing-kambing dan hewan yang diambil susunya, susu mereka serta merta volumenya menurun. Jadi bahwa kemakmuran dan keberkahan diberikan Allah terkait langsung dengan keadilan para pemimpinnya. Wallahu ‘alam bishawab.

No comments:

Post a Comment