Sunday 14 September 2014

BUAH SEBUAH BHAKTI



                  
Kisah nyata seorang paramedis, setamat sekolah ditempatkan di Nusatenggara, sebagai PNS ditahun 1973an. Tak lama berdinas, orang tua yang tinggal di sebuah kota kabupaten di Jawa, menderita sakit yang berkepanjangan. Berkenaan dengan keinginan agar dekat dengan orang tua dan merawatnya, si pegawai baru berusia di bawah duapuluh tahunan ketika itu, mengajukan permohonan ke instansinya agar dapat dipindahkan ke pulau Jawa, di kota apa saja, syukur kalau di kabupaten dekat dengan kediaman orang tuanya. Pikirnya kalau dapatlah pindah ke Jawa, dimana saja jika orang tua memerlukan segera, dapat diusahakan datang, karena dapat ditempuh dengan kendaraan darat. Beda kalau berada di NTT, kalau ada apa-apa terhadap ortu, tak mudah untuk mencari alat transportasi.
Karena sudah berkali-kali mohon pindah ke Jawa tak dikabulkan, sementara ortu sakitnya semakin parah, sembuh tidak, meninggal dunia pun belum sampai saatnya, sementara tranportasi belum selancar sekarang. Maka teman saya sealumni dengan isteri saya ini mengambil keputusan, lebih baik mengajukan permohonan berhenti. Dia tidak kuasa berpikir lebih jauh, seperti generasi sekarang untuk masuk menjadi PNS demikian sulitnya, lowongan 100 peminat puluhan ribu memperebutkan. Pilihan antara bhakti kepada ayahnda atau tetap kerja menjadi PNS, teman ini memilih ayahnda harus dirawat, perkara kerja, selesai merawat ayah, bagaimana nanti.
Usia memang ada batasnya, walau sakit belum tentu berkesudahan dengan meninggal, tetapi meninggal dunia adalah milik setiap orang yang hidup, umumnya melalui sakit, walau banyak orang tanpa sakit juga meninggal. Ayahnda teman saya inipun setelah kurang lebih setengah tahun dalam perawatannya, ayahandanya pun meninggal dunia.
Bagaimana nanti yang menjadi pertanyaan ketika memutuskan berhenti dari PNS,  bagi teman sekelas istri saya ini harus segera dijawab dengan mencari dasar penghidupan setelah ortu tiada. Langkah yang diambil oleh teman ini adalah pindah dari Jawa Timur mengadu untung ke Jakarta. Dikisahkan oleh teman ini, usaha mandiri dicobanya dengan membuka lapak ayam bakar di malam hari di bilangan Pasar Genjing Pramuka. Suka duka mengiringi menjadi wiraswasta penjual ayam bakar, untung tidak seberapa, jikalah semalam ada dua orang saja preman tidak bayar pesan ayam bakar, maka malam itu Mas Mujur (bukan nama sebenarnya) sama sekali tidak punya keuntungan untuk dibawa pulang.
Untuk memenuhi tuntutan nafkah di Jakarta, pada siang hari teman ini menjadi kuli kasar bangunan,  kadang menjadi kuli dari juragan pembuat sumur bor. Keakhlian sumur bor ini rupanya merintis keberuntungan, karena dari kuli kasar akhirnya dia sanggup memborong pembuatan sumur bor beberapa komplek perumahan-perumahan besar yang ketika itu sedang banyak tumbuh di Jakarta dan sekitarnya.  
Kisah ini disarikan dari cerita nyata, yang bersangkutan mengijinkan untuk pengalaman ini ditulis, semoga ada manfaatnya untuk memotivasi generasi muda. Melanjutkan ceritanya dengan borongan-borongan sumur bor ini dianya dapat keuntungan lumayan sehingga punya modal, kemudian lapak ayam bakar Pasar Genjing, dikelola secara tidak langsung, dengan menempatkan orang kepercayaan. Walau kemudian lapak ayam bakar ini akhirnya harus benar-benar ditinggalkan untuk diteruskan orang lain.
Dengan berbekal kemampuan sebagai seorang paramedis, didukung oleh terhimpunnya modal dari berkembangnya usaha borongan proyek sumur bor dari beberapa perumahan besar, mas Mujur membangun semacam industri pembuatan alat-alat dan perlengkapan untuk laboratorium kesehatan. Rupanya disini pintu sukses usaha kenalan saya ini, sehingga membuatnya menjadi orang sukses dengan memperkerjakan pegawai hampir 200 orang.
Usianya tahun depan (2015) akan berkepala enam, tapi sudah punya asset yang cukup hebat dibandingkan beberapa teman sealumninya, yang patut dikagumi dianya sanggup mengidupi hampir 200 kepala keluarga melalui perusahaannya dan beberapa orang anaknyapun kini sudah menjadi orang sukses diantaranya ada yang meneruskan usaha ayahnya. Sementara teman saya ini menjalani masa tua dengan santai, bersenda gurau dengan cucu-cucu.
Ini barangkali ada kaitannya sebagai buah atas bhakti yang bersangkutan kepada orang tuanya. Dia tawakkal melepaskan pekerjaan, demi merawat orang tua, rupanya itu jalan baginya untuk mendapatkan sukses dikemudian hari dimasa usia senja.

No comments:

Post a Comment