Friday 16 March 2012

BAWEL

Kehidupan di Jakarta, jauh sangat beda dengan kota lain di Indonesia,apalagi di kampungku di luar Jawa. Di Jakarta orang bisa dengan cepat menjadi sukses dan dilain keadaan orang sulit untuk bertahan hidup. Apalagi kalau sebentar lagi BBM naik, jelas sudah, bagi yang hidupnya sulit bertambah sulit. Tapi bagi yang sudah menemukan jalan hidup yang tepat, tetap saja dengan cepat menyesuaikan diri.
Salah satu sisi kehidupan di Jakarta adalah sangat menonjol bermasalah “Papan”, kalau sandang dan pangan tidak seberapa masalah.
Sandang, sudah lama kita tidak lihat profil pengemis/pengamen yang era tahun enampuluhan suka digambarkan dalam karikatur sebagai sosok yang compang camping. Kini tak seorangpun pengamen dengan pakaian yang sobek, kecuali yang memang sengaja dibuat sobek, seperti celana jean justru konon anak muda sekarang berpandangan lebih keren jika sobek di lutut.
Pangan; makan di Jakarta orang dapat memilih dari yang paling mahal sampai yang paling murah, hanya dengan 2 ribu rupiah (sekarang/tentu sblm BBM naik), sudah dapat sekali makan. Saya ingat ketika masuk Jakarta tujuh puluhan, dengan Rp 15 sudah dapat nasi dengan tempe sedang teh tawar sepuasnya gratis. Begitulah saat sekarang soal makan, pengamen terganjal perutnya setiap hari, Insya Allah sekurangnya dengan pola dua kali makan.
Soal “papan” memang bermasalah, banyak suami isteri yang anaknya kebetulan banyak, menempati kediaman dengan type 3S yaitu (sangat, susah, selonjor). Ruangan 2 x 3 atau 3 x 4 dihuni lebih dari enam orang jadi rasionya ada yang 1 dan ada 2 meter persegi seorang. Disitulah kompor, disitu pula kopor. MCK ikut punya umum.
Oleh sebab itu maka bila seseorang punya kamar lebih di rumahnya, tergelitik hatinya untuk menjadikan kamar tersebut sebagai tambahan belanja.
Tersebut seorang ibu setengah tua sudah ditinggal suami dengan 3 anak. Dua anak yang tua sudah berumah tangga sendiri dan sekaligus berumah sendiri-sendiri, ngontrak rumah, orang Jakarta bilang sebagai “kontraktor”. Tinggallah siibu dengan seorang anaknya yang sudah duduk di kelas dua SMA dirumah peninggalan almarhum. Rumah peninggalan almarhum suaminya lumayan, meskipun di dalam gang yang hanya dapat dilalui sepeda motor. Tiga buah kamar ukuran 3 x 3 di rumah ibu itu, dulunya sebuah untuk dia dengan mendiang suami, sebuah untuk anaknya yang lelaki dan sebuah lagi untuk dua anaknya yang perempuan. Anak tuanya yang lelaki dan anak kedua yang perempuan seperti disebut di atas sudah jadi “kontraktor”. Sekurangnya ada satu kamar kosong di rumah itu, kalau dioptimalkan mestinya ada dua, sebab si bungsu bisa saja ikut sekamar dengan ibu. Tapi si bungsu ndak mau sekamar dengan ibunya, sebab banyak juga buku-buku dan biar lebih terjamin privasinya.
Alhasil di depan rumah ditulis dengan print-prinan komputer “Terima kos untuk wanita”. Tapi sudah berbilang bulan belum juga ada seorang wanitapun yang ingin kos di rumah itu, ada beberapa karyawati survey minta, mereka ingin membawa teman sekerjanya, perlu lebih dari sekamar. Suatu hari seorang lelaki bawah tigapuluhan datang ke rumah dan ingin mencari kamar kos. Ia seorang karyawan servis AC. Semula bu Raihana tidak mau menerima pemuda itu, lantaran agaknya “saru” di rumah mereka berdua, perempuan janda walau sudah setengah tua dan anak perempuan masih remaja. Tapi bu Enjeng tetangga samping rumah ngasih referensi, “sudahlah terima aja dari pada kosong”. Lagian pemuda itu adalah kawan dari kawan anaknya bu Enjeng sesama montir AC.
Tau-tau ndak terasa pemuda “Jajang” sudah lebih tiga tahun menghuni kamar kos bu Raihana, dengan tak disangka, lama kelamaan “jajang” tertarik pada si “Ezi” anak bungsu bu Hana. Setamat SMA “Ezi” lengkapnya bernama “Neziana”, bekerja di salah satu toko serba ada. Singkatnya kedua insan serumah itu dipersatukan dalam ikatan pernikahan. Dapat tigabulan Jajang tidak lagi bayar kos bulanan ke bu Raihana tapi berubah menjadi belanja rumah tangga. Keadaan tersebut tidak berlangsung lama, pasangan muda ini memutuskan untuk mengontrak rumah yang berseberangan melenceng sedikit beberapa pintu dari rumah bekas kos pengantar jodoh mereka.
Iseng-iseng ada saja yang usil menyelidiki, kenapa selama lebih dari tiga tahun selama kos tinggal serumah, setelah menikah malah pergi. Ibu Raihana buka kartu bahwa mantunya tidak kerasan karena katanya “saya bawel”. Tetangga mendengar pengakuan polos itu ter kekeh-kakeh ketawa, begitu lama Jajang menahan “bawel” setelah yang dia maui didapat rupanya tidak dapat lagi menahan “bawel”.
Bawel, menurut kamus umum bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta diartikan cerewet, suka mencela. Mungkin juga termasuk suka ngomel. Melihat apa saja, dikomentari negatif, jauh dari komentar positif. Itu yang membuat mantu tidak tahan.
Rupanya anak sendiri dengan mantu bagaimanapun sangat berbeda. Anak sendiri seperti apapun bawelnya bapak atau ibunya itu dia sudah terbiasa sejak bayi sampai dewasa, dapat dikatakan sudah immun. Sedangkan mantu tidak biasa mendengar ke “bawelan” itu, maka ia tidak tahan. Walau waktu akan menikah sudah berjanji bahwa bagaimanapun keadaan bapak/ibu mertua akan menganggap orang tua sendiri.
Ini ada beberapa tip penting untuk mertua dan mantu
Untuk para mertua:
1. Pepatah tua “pukul anak sindir menantu”. Ini pesan tetua kita dulu, dinasihatkan oleh pepatah itu kalau marah ke menantu jangan langsung, tapi melalui anak. Sebab anak kita sendiri bagaimanapun dimarahi dia tidak akan dapat memutuskan hubungan biologis dengan orang tuanya. Lagi ada pepatah “Tetak air tak kan putus”. Air biar di tetak di bacok dengan pedang yang bagaimanapun tajamnya tidak akan pernah putus, begitulah perumpamaan orang tua dengan anak, bagaimanapun tajam perkataan orang tua, tidak akan memutuskan hubungan antara anak dengan orang tua.
2. Jika dalam keadaan sudah tidak tertahan benar marahnya kepada menantu, tinggalkan rumah cari angin segar diluar. Pernah dicontohkan Rasulullah Muhammad s.a.w. ketika mendapat jawaban dari Ali (menantu) dalam konteks ditanya tentang shalat malam (lihat blok saya judul “Delapan Sikap ORTU Terhadap Anak” tgl 28 Desember 2009). Penulis blog ini juga termasuk yang belum dapat menjalani contoh itu, tapi berusaha boleh kan.
3. Kalau keadaan tidak memungkinkan untuk keluar, misalnya sakit, atau cuaca buruk, maklum orang sudah berumur, tidak tangkas lagi, tidak dapat pergi disembarang cuaca. Pilihan cukup bijaksana masuk kekamar berbaring, atau segera berwudhu atau apa saja alihkan perhatian. Semoga anda sanggup.
Untuk para mantu:
Bagi mantu yang tinggal di rumah mertua, ikut suami atau isteri. Sadarilah bahwa anda berada di rumah bukan rumah orang tua anda sendiri. Baik-baiklah membawa diri, ikuti kebiasan dan aturan di rumah baru anda. Ketahuilah bahwa setiap rumah tangga punya aturan yang sedikit banyak ada perbedaannya. Misalnya soal yang kecil-kecil saja: makan, minum, bangun tidur, menyala dan menghidupkan lampu, menyetel radio dan televisi. Saat akan meninggalkan rumah dan datang ke rumah.
1. Makan, ada keluarga bilamana makan dilakukan secara bersama-sama di meja makan atau menggelar tikar di lantai. Seluruh anggota keluarga makan pada waktu tertentu utamanya makan malam, atau makan siang di hari libur. Ikuti itu jangan kita mentang-mentang di rumah kita dulu anak dimanja, makan minta diambilkan oleh suami atau oleh isteri dibawa ke dalam kamar. Hal ini menjadi cacat bagi mertua, lama-ama mengendap mengkristal akan meledak jadi marah besar kalau saatnya tiba. Selesai makan bila awak adalah isteri, tolonglah berpartisipasi meringkas bekas tempat makanan, seperti piring dan gelas. Kalau di rumah mertua tidak ada pembantu apa salahnya ikut mencuci piring dan gelas, sekurangnya kepunyaan diri sendiri dan suami. Walaupun ada pembantu rumah tangga lakukanlah sebisanya untuk berpartisipasi merapikan bekas peralatan makan.
2. Minum, ada keluarga yang minuman disediakan diruang makan, sekarang dilengkapi dengan galon dan dispenser. Adalah normal bila sehabis minum gelas sendiri ditutupi dan jika ingin dipakai ulang diletakkan dan ditandai supaya tidak berjejer bekas gelas minuman diri kita, sangat tidak etis bila minum dibawa ke kamar tidur kalau siang hari, kecuali malam siapkan minuman dalam gelas dibawa ke kamar.
3. Bangun tidur. Keluarga yang taat beribadah, sebelum subuh ia sudah bangun, dan berangkat ke masjid dikala atau sebelum azan subuh. Ikutilah perbuatan mertua, jangan jutru mertua terus menerus saban subuh mengetuk pintu untuk membangunkan shalat subuh. Setelah bangun dan akan berangkat ke pekerjaan, rapikan kamar tidur cabut semua peralatan listrik dan off kan semua peralatan elektronik. Bila anda melakukan tidak seperti itu, anda menyemai benih kebencian mertua setiap hari, lama kelamaan mertua tidak akan dapat menahan marahnya kepada anda.
4. Menyala dan menghidupkan lampu. Banyak keluarga yang disiplin hemat akan aliran listrik, ruangan yang tidak sedang digunakan listriknya dimatikan. Bila anda membiarkan terus menerus ruangan kamar mandi misalnya lampunya terus menyala padahal sedang tidak ada orang di dalamnya, mungkin sehari dua tidak mengapa, lama kelamaan mertua kesal dan kebiasaan bawelnya akan keluar. Begitu juga televisi dihidupkan terus walau orangnya sedang keluar kamar menuju acara makan, dengan suara yang besar pula. Inilah merek mantu yang siap didamprat oleh mertuanya.
5. Waktu berangkat, ke tempat pekerjaan adalah standar pamit demikian pula ketika datang memberi salam dan ucapkan sepatah dua kata yang ringan misalnya kalau pulang berita di tempat pekerjaan, kalau berangkat apakah ada sedikit pesan atau minta apakah mertua ada pesan saya hari ini mau ke anu (tempat tujuan) dan lain sebagainya.
6. Terakhir yang tak kalah penting adalah dapat membaca air muka mertua, apakah ada yang mereka kurang berkenan. Tanyakanlah ke suami atau istri anda bagaimana kebiasaan di rumah itu. Anda tidak boleh mengatakan “saya maunya begini, mau terima syukur tidak mau terima sudah”, sadari bahwa anda di rumah orang bukan rumah sendiri, jadi bukan anda yang buat aturan, tapi rumah itu yang aturannya perlu anda ikuti.





No comments:

Post a Comment