Monday 26 August 2024

WARISAN WASIAT

Disarikan: M. Syarif Arbi No: 1.266.08-6.2024. Pengaturan warisan demikian rinci dijelaskan dalam Al-Qur’an. Kebanyakan di masyarakat kita, harta warisan si ayah yang telah meninggal belum dibagi, jika si ibu masih hidup, apalagi bila si ayah hanya meninggalkan seorang istri dan beberapa orang anak laki2 dan sejumlah anak2 perempuan. Namun ada juga suatu keluarga harta warisan tak lama almarhum meninggal, di-bagi2-kan. Atau ada juga harta almarhum yang beristri lebih dari satu, segera waris dibagikan. Pelaksanaan pembagian segera setelah pewaris mininggal, ada baiknya karena tidak menimbulkan masalah, jika si janda2 almarhum ketemu jodoh lagi, sehingga sudah genah harta si ayah jatuh kepada masing2 yang berhak. Hal2 lain yang sering jadi pertimbangan juga, jika anak2 almarhum belum dewasa, mereka terkelompok anak2 yatim, penjelasan Al-Qur’an tentang harta anak yatim juga diatur. Tulisan ini tak hendak membahas tentang hukum warisan, hanya terfocus pada kisah2 anak2 yang sudah berumah tangga, tega menghujat, memojokkan ibunya, bahkan ada yang mendakwa ibunya ke pengadilan tentang harta warisan ayah mereka, dimana ibunya tinggal hidup sebatang kara sudah mulai renta dirimbang banyak penyakit pula karena tua. Ibunya tidak pernah menikah lagi sejak suaminya berpulang ke rahmatullah. Persoalan anak2 gugat ibunya soal warisan sering terjadi, bahkan diantaranya masuk TV, anak berperkara sampai ke pengadilan dengan ibunya soal warisan almarhum ayahnya. Harta seringkali membuat orang lupa. Si anak seharusnya tau bahwa dianya datang ke dunia ini, dikandung ibunya berbilang bulan, dilahirkan ibunya bertarung nyawa, dibesarkan dengan kasih sayang sepenuh jiwa. Si anak2 yang memperkarakan ibunya itu sudah lupa bahwa ibunya ketika dianya masih orok lebih mengutamakan “e ek” dirinya dari pada nasi yang sedang akan dimakannya. Sebab sang ibu lebih memilih membereskan bayinya lagi “berak”, dengan meninggalkan piring nasi lengkap lauk pauknya baru dimakan beberapa suap, ketika mendengar jeritan si kecil di pembaringannya, karena si orok risih dengan kotoran melekat dipantatnya. Naluri ibu, tau betul type tangisan bayinya disebabkan apa. Terdapat kasus seorang ayah yang terbilang banyak harta, sebelum meninggal berwasiat: “salah satu rumah peninggalannya, hendaklah tidak dijual untuk dibagi menjadi warisan selama istrinya masih hidup”. Ini dimaksudkan oleh si ayah, agar rumah itu dapat dikontrakkan sebagai tambahan biaya hidup istrinya, selain uang pensiun janda yang diperoleh dari instansi tempat almarhum bekerja. Wasiat almarhum dalam kasus ini, saking lumayan banyaknya asset berupa rumah dan tanah, rumah yang diwasiatkan itu sangat jauh lebih kecil dari 30% dari jumlah harta keseluruhan. Sehingga mestinya masih dalam syarat maksimal wasiat. Kini Istri almarhum bersedih, sehingga penyakit2nya semakin terasa sering kumat, bila terpikir anak2 almarhum merongrong agar rumah “warisan wasiat” almarhum itupun dijual untuk dibagi sebagaimana harta lainnya yang sudah dibagikan puluhan tahun lalu. Agaknya anak2 ndak sabaran nunggu ibunya meninggal, karena bila nanti ibunya meninggal “rumah warisan wasiat” itupun akan jadi warisan pula yang dapat mereka bagikan. Demi warisan, anak2 almarhum tega menyakiti hati ibunya, merongrong warisan tersisa. Semestinya anak2 itu menyadari bahwa agama memerintahkan agar tidak menyakiti hati sang ibu, dalam surat Luqman ayat 14: وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Pantas dikutip contoh seseorang yang hidup sejaman dengan Rasulullah, yaitu “Alqamah” seorang sahabat Rasulullah yang sangat taat. Ia tak pernah lalaikan shalat, fardhu ataupun sunnah. Amalan puasa dan sedekah tak pernah terlewat. Namun, di penghujung hayat ia susah mengucap syahadat. Kesulitan maut bagi Alqamah, lantaran ibundanya sakit hati. Sakit hati ibunya, bukan dengan perkataannya tidak baik, bukan dengan merongrong harta warisan, bukan karena tidak menyantuni ibunya; hanya karena ada rasa tidak suka di dalam hati si ibu, sebab si Alqamah semenjak beristri lebih mementingkan istrinya dari pada ibunya. “Berarti, sedikit ganjalan hati sang ibunya, jadilah Alqamah terhalang mengucap syahadat”. Semula ibunda Alqamah tidak mau berterus terang, tentang ganjalan hatinya itu kepada Rasulullah. Namun ketika Rasulullah perintahkan kepada Bilal untuk menggumpulkan kayu bakar untuk membakar Alqamah supaya segera akhiri penderitaan mautnya. Sebagai seorang ibu bagaimanapun tak tega anaknya dibakar, maka dianya berterusterang kepada Rasulullah tentang kemasgulan hatinya terhadap Alqamah, seraya dengan ikhlas memaafkan anaknya. Barulah Alqamah dapat dengan tenang menghembuskan nafas terakhir dengan mengucapkan “lailaha illallah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun hadir berta‘ziyah kerumah duka Alqamah. Beliau memerintah agar jenazahnya segera dimandikan dan dikafani. Usai dikafani, bersama para sahabat, beliau menshalati jenazahnya. Pada saat pemakaman, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri di pinggir liang kubur dan berpidato, “Wahai kaum Muhajirin dan Anshar, siapa saja yang mementingkan istrinya daripada ibunya, maka laknat Allah, para malaikat, dan seluruh manusia adalah untuknya. Allah tidak akan menerima kebaikan dan keadilannya kecuali ia bertobat kepada Allah, memperbaiki sikapnya kepada ibu, dan berusaha mengejar ridhanya. Sesungguhnya ridha Allah berada pada ridha ibu. Murka Allah juga berada pada murka ibu.” Alqamah, santun kepada ibunya, cukup berbhakti, tidak pernah mengeluarkan kata kasar, apalagi merongrong, mengungkit waris sama sekali tidak dilakukan Alqamah terhadap ibunya, bahkan dialah yang menjamin kebutuhan hidup ibunya. Tidak pernah membuat ibunya sampai menangis seperti kasus anak2 nuntut “rumah wasiat” warisan tersisa, tersebut di atas. Hanya “memberikan perhatian lebih kepada istri ketimbang ibunya saja”. jika tidak diridhai ibunya percumalah segala ibadahnya. Semoga kita semua, tidak terkelompok orang yang mendurhakai atau menyakiti hati kedua orang tua kita, utamanya ibunda kita. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه 26 Agustus 2024 M, 20 Safar 1446 H

No comments:

Post a Comment