Sunday 25 June 2023

Sifat Bawaan MANUSIA Ingin KEKAL Kedudukan

Rupanya keinginan untuk kekal dalam suatu keadaan yang menyenangkan, kedudukan (jabatan), adalah merupakan sifat bawaan manusia, sejak dari nenek moyang manusia Adam dan Hawa. Rupanya iblis memanfaatkan kecenderungan Adam dan Hawa dimaksud lantas merayunya, dengan dalih menasihati seperti termaktub dalam surat Taha ayat 120: فَوَسْوَسَ اِلَيْهِ الشَّيْطٰنُ قَالَ يٰٓاٰدَمُ هَلْ اَدُلُّكَ عَلٰى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلٰى "Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya. Ia berkata, "Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi (keabadian) dan kerajaan yang tidak akan binasa?" Keinginan untuk keadaan menyenangkan di Surga agar kekal, tidak binasa, ibarat punya jabatan ndak turun2 jabatan, membuat Adam dan Hawa lupa dengan larangan Allah untuk tidak mendekati suatu pohon yang ada di surga, seperti diabadikan dalam al-Qur’an: وَقُلْنَا يٰٓئَادَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَ زَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظّٰلِمِينَ "Dan Kami berfirman, "Wahai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim!"" (Al-Baqarah ayat 35). وَيٰٓئَادَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَ زَ وْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلَا مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظّٰلِمِينَ "Dan (Allah berfirman), "Wahai Adam! Tinggallah engkau bersama istrimu dalam surga dan makanlah apa saja yang kamu berdua sukai. Tetapi janganlah kamu berdua dekati pohon yang satu ini. (Apabila didekati) kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim."" (Al-A'raf ayat 19) فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطٰنُ لِيُبْدِىَ لَهُمَا مَا وُۥرِىَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْءٰتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهٰىكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هٰذِهِ الشَّجَرَةِ إِلَّآ أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخٰلِدِينَ "Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepada mereka agar menampakkan aurat mereka (yang selama ini) tertutup. Dan (setan) berkata, "Tuhanmu hanya melarang kamu berdua mendekati pohon ini, agar kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)."" (Al-A'raf ayat 20). Dasar manusia memang dilengkapi Allah dengan sifat “Taqwaha & Fujuraha”, (Asy-Syams ayat 8) فَأَلْهَمَهَا فُجُو رَهَا وَتَقْوَىٰهَا “maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya”. Termasuk para nabi juga dilengkapi Allah dangan sifat “taqwaha” dan “Fujuraha”, Adam dan Hawa pun terpengaruh, ditambah lagi oleh iming2 Iblis “hidup yang kekal”, kerajaan yang tidak akan binasa. Namun bagi para Nabi dan Rasul ketika tak sengaja lalai, tak sengaja mengambil keputusan yang keliru, tak sengaja melanggar larangan Allah; langsung Allah tegur dan bahkan diberi petujuk untuk bertaubat. Nabi Adam dan Istrinya terperdaya Iblis mencicipi buah terlarang, diajari Allah do'a: قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَـٰسِرِينَ Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (Surat Al-A'raf ayat 23). Iblis, Adam-Hawa sama-sama berbuat salah. Kesalahan Iblis adalah tidak mentaati perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam. Sedangkan kesalahan Adam-Hawa adalah melanggar perintah Allah untuk tidak memakan buah Khuldi. Keduanya dihukum oleh Allah. Iblis dihukum untuk menjadi penghuni neraka kelak. Sedangkan Adam-Hawa dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke dunia. Kenapa hukuman keduanya berbeda? Walaupun sama-sama berbuat salah, namun terdapat perbedaan yang fundamental antara dosa Iblis dengan dosa Adam-Hawa. Pertama; motif Iblis melakukan dosa adalah kesombongan. Iblis meyakini dirinya lebih baik dari Adam. Dalam QS. Al A'raf: 12, Allah berfirman: قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ  ۖ قَالَ أَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِى مِنْ نَّارٍ وَخَلَقْتَهُۥ مِنْ طِينٍ "(Allah) berfirman, "Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?" (Iblis) menjawab, "Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah."" Sedangkan motif Adam-Hawa melakukan dosa adalah kelengahan dan ketergelinciran yang disebabkan oleh gagalnya Adam menolak rayuan Iblis yang juga merayu istrinya Hawa. Adam-Hawa memakan buah Khuldi bukan sengaja sombong atau menentang Allah, melainkan karena dia tergoda oleh bujuk rayu Iblis. Satu dan lain adanya sifat melekat di diri manusia “Fujur” dan “Taqwa”, serta kecenderungan untuk keinginan kekal dalam keadaan kesenangan, supaya tidak berakhir di dalam Surga. Kedua; setelah berbuat kesalahan Iblis tidak bertaubat dan tetap merasa benar dengan perbuatannya. Sebaliknya, setelah berbuat kesalahan Adam-Hawa segera sadar akan kekhilafannya dan bertaubat kepada Allah. Adam-Hawa juga memohon ampun (lihat surat Al-A'raf ayat 23 dikutip di atas). Walaupun Allah tetap memberikan hukuman, namun hukuman yang diterima Adam-Hawa tidak seberat Iblis. Bahkan Allah mengajari berdo’a untuk bertaubat dan sekaligus menerima taubat Adam dan Hawa (Surat Al Baqarah ayat 37), Allah berfirman: فَتَلَقّٰىٓ ءَادَمُ مِنْ رَّبِّهِۦ كَلِمٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ  ۚ إِنَّهُۥ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ "Kemudian, Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang." lihat (Surat Al-A'raf ayat 23) dikutip di atas. Berdasarkan hukuman Allah kepada Iblis dan Adam-Hawa diatas, kita dapat mengambil sekurangnya dua kesimpulan yang bermanfaat: Pertama; bahwa kesalahan yang disebabkan oleh kesombongan lebih berbahaya dibanding kesalahan yang disebabkan kelalaian. Seorang yang sombong akan lebih sulit dinasehati ketimbang yang lalai. Sebab orang sombong merasa dirinya sudah benar. Sementara orang lalai merasa dirinya salah, namun tidak mampu melawan hawa nafsu. Kedua; kesalahan yang dilakukan Adam - Hawa adalah manusiawi, namun harus segera diiringi dengan taubat. Sebaliknya alih-alih bertaubat, Iblis malah tetap ngotot mempertahankan kesalahannya dengan berbagai alasan. Karena itu Allah menerima taubat Adam-Hawa dan menghukum berat Iblis. Sebagai anak cucu Adam, tentu kita harus meneladani nenek moyang kita Adam-Hawa, yakni segera bertaubat saat melakukan salah dan jangan sombong. Kita juga harus menjauhi sifat Iblis yakni sombong dan membantah saat diberi nasihat. Sebagai manusia disadari memiliki sifat “Fujuraha” dan “Taqwaha”, serta “Ingin Kekal…...” kiranya dapat menjadi bahan renungan: Pertama; berbuat salah adalah tabiat manusia. Terjerumusnya Adam dan Hawa dalam menerjang larangan Allah dengan memakan buah Khuldi adalah bukti bahwa kesalahan sudah menjadi tabiat manusia. Kesalahan itu tidak lepas dari godaan setan sebagaimana Adam dan Hawa dijerumuskan Iblis. Kedua; sifat manusia menyukai jabatan dan keabadian. Kesalahan yang diberbuat Adam dan Hawa adalah karena godaan Iblis dengan iming-iming jabatan menjadi malaikat dan keabadian di surga. Jangan heran, jika sampai hari ini perebutan kursi jabatan, selanjutnya mempertahankan jabatan menjadi hal lumrah. Selain itu, manusia juga menyukai keabadian. Buktinya, banyak manusia yang lebih memilih berumur panjang daripada umur pendek. Ketiga; kesalahan Adam dan Hawa mendorong manusia untuk selalu bertawakal kepada Allah swt. Setelah tahu bahwa manusia tidak bisa lepas dari godaan setan untuk terjerumus dalam lembah maksiat, maka jalan satu-satunya adalah tetap bertawakal kepada Allah dan meminta perlindungan-Nya. Keempat; menyegerakan diri untuk bertaubat. Begitu Adam dan Hawa sadar bahwa dirinya berdosa, segera mereka mengakui kesalahan dan meminta ampunan kepada Allah swt. Karena itu, Rasulullah saw pernah bersabda, bahwa setiap manusia berpotensi salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat. Semoga Allah selalu membimbing kita agar terhindar dari bujuk rayu setan dan sanggup meniti jalan sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 6 DzulHijjah 1444 H. 25 Juni 2023. (1.163.06.23)

No comments:

Post a Comment