Friday 23 December 2016

TAFAKUR merenungi diri guna BERSYUKUR



Jika direnung bahwa diri ini tercipta dari persaingan ribuan sel sperma yang bersaing, berkompetisi, akhirnya bagi kita yang terlahir sebagai anak seorang (bukan anak kembar), berarti satu sel sprema yang menjadikan diri kita ini adalah sebagai pemenang. Satu sel sperma yang menjadi kita ini dilindungi oleh Allah dalam perjuangan pertama menjadi anak manusia. Kalau bukan karena karunia Allah kita sudah musnah dalam proses persaingan antar jutaan sel sperma tersebut.
Kitapun diproses menjadi janin, dalam proses ini belum tentu semua berjalan lancar, banyak terjadi ibu kita karena sesuatu dan lain sebab, mengeluarkan calon janin atau janin sebelum waktunya dan belum dapat menjadi anak manusia, kitapun terlahir disebut keguguran. Kalau bukan karena pemeliharaan Allah tidak ada calon janin menjadi bayi.
Setelah berbilang bulan dalam kandungan ibu, tanpa makan, tanpa minum tidak bernafas dengan cara seperti kita sekarang, kita hidup, begitu hebat hal itu, tapi jarang kita merenungkan betapa besar perlindungan Yang Maha Kuasa untuk kita. kitapun dilahirkan ke dunia.
Sekarang ini dengan kemajuan pelayanan kesehatan, sudang jarang kita dengar utamanya di kota-kota besar, terdengar ibu meninggal ketika melahirkan anaknya. Ketika kulahir bilangan 60-70 tahun silam, lahir masih dibantu dukun beranak sering disebut “mak jujut”. Predikat ini melekat kepada si nenek dukun, karena kepiawaiannya menarik (menjujut) si bayi dari tempat di mana si bayi dilahirkan. Bila si bayi terlalu besar misalnya, si bayi melintang misalnya, si bayi sungsang umpamanya “mak jujut” tidak berdaya. Peristiwa inilah kadang ibu meninggal dan anaknyapun gagal menghirup udara dunia. Belum ada operasi Caesar yang sekarang menjadi solusi, kalau terjadi kasus kesulitan melahirkan normal itu. Betapa bersyukurnya kita yang kini umur sebaya, masih sempat sampai umur hampir tujuh puluhan ini, bila kita ingat bagaimana kita dilahirkan dulu. Kalau bukan karena perlindungan Allah niscaya kita tidak sampai seperti sekarang ini.
Kitapun lahir ke  dunia menjadi anak manusia, kembali lagi kalau bukanlah karena perlindungan Allah kita tak akan menjadi anak-anak, kuulangi lagi, karena perawatan kesehatan belum seperti sekarang ini. Penyakit untuk bayi begitu banyak di masa silam , sementara pengobatanpun masih sangat-sangat sederhana, misalnya diare sering mendera si bayi, belum lagi gerumut, cacar, campak dan banyak lagi. Seingatku waktu ku masih kecil di kampung dulu, bila terjadi musim kemarau panjang, terpapar wabah kolera, orang, anak-anak, bayi hampir tiap hari ada yang meninggal. Ketika itu yang namanya Muntah Berak, belum ada model infus pengganti cairan tubuh, belum dikenal oralit. Jadi hanya kita yang diselamatkan Allah saja masih bertahan hidup sampai sekarang ini.
Renungan dilanjutkan, ketika kita menjadi anak-anak sebelum sekolah. Tidak seperti anak-anak sekarang ini ada Baby Sister mendampingi, sehingga kini jarang anak-anak salah makan sesuatu yang tak boleh dimakan, Tak ada seorang anak sekarang salah menyedot biji-bijian ke dalam hidungnya. Misalnya si anak bermain bija Saga, dimasukkannya ke hidungnya, betapa sulitnya mengeluarkannya. Juga sekarang ini mainan anak bukan lagi dari biji-bijian, bukan lagi dari bekas potongan kulit jeruk bali, bukan lagi dari kulit luar sabut kelapa. Sudah banyak mobil-mobilan sudah banyak kereta-keretaan, robot dan banyak lagi mainan yang di desain cocok sesuai umur si anak. Kembali lagi kalaulah bukan karena perlindungan Allah kita tak akan sempat menjadi anak sekolah.
Sekolahpun di mulai setelah tangan kanan dinaikkan ke atas kepala untuk dapat mencapai telinga kiri. Umur ketika itu sekitar tujuh tahun, kitapun di terima di Sekolah Rakyat (SR). Ke sekolah berjalan sendiri beriringan dengan teman sebaya, kalaulah diantar Ortu mungkin hanya di awal-awal saja, tidak ada antar jemput (ini kisah di kampung). Ortu rata-rata punya momongan banyak, jadi wajar kalau kurang dapat mengontrol anak-anak mereka. Kesibukan mencari rezeki untuk menghidupi banyak jawab menjadi tanggungannya membuat kurang kontrol terhadap aktivitas anaknya sesudah jam-jam sekolah. Anak-anak sesudah jam sekolah bermain, sesama rekan selingkungannya, dengan permainan-permainan kadang tak kurang membahayakan keselamatan jiwa. Bermain/berenang disungai ber air deras, memanjat pohon yang dahannya gampang patah, mencari mainan atau buah-buahan di hutan sekitar kampung. Kalaulah bukan ada perlindungan Allah mungkin ada diantara kita hanyut disungai, atau jatuh dari atas pohon atau digigit ular di semak belukar hutan.
Setamat sekolah, kegiatan selanjutnya meneruskan estafet kehidupan mencari nafkah, berkeluarga, membina rumah tangga membesarkan, mendidik anak anak, sebagaimana siklus hidup yang harus dilakukan. Kembali kita renungkan kalaulah bukan karena karunia Allah mungkin kita yang kini pensiun, tidak dapat menikmati pensiun. Ada diantara kita yang sama-sama dulu masuk kerja, berhenti ditengah jalan, ada yang berhenti karena tidak tahan dengan suasana kerja, kemudian memilih pekerjaan lain. Kadang pilihannya tepat, kadang pula pilihannya keliru dan berujung ke kehidupan yang kurang nyaman di hari tua. Ada pula yang berhenti di tengah jalan, disebabkan salah bertindak, salah menyikapi kesempatan tak tahan godaan berujung di pecat. Ada juga orang yang dipecat itu bernasib baik malah dapat merintis usaha lebih baik, tapi tak kurang yang hidupnya susah. Sekali lagi kalaulah bukan karena karunia Allah banyak kita diujung hayat berkehidupan memprihatinkan.
Setelah kita tafakur merenungi diri, tiada lain seharusnyalah kita bersyukur kepada Allah diwujudkan paling tidak dengan empat bentuk syukur:
1.      Dengan lisan dan hati; ucapan yang keluar dari ayunan lidah diikuti oleh hati berterimakasih kepada Allah, dengan ucapan Alhamdulillah dan zikir yang diajarkan dan dianjurkan oleh tuntunan Rasulullah. merupakan wujud rasa syukur dan berterimakasih kepada Allah atas semuanya yang direnungi di atas yang sebagian mampu direnungkan sejak mulai kejadian kita dari satu sel sperma menjadi janin, anak  manusia sejak bayi, pemuda, dewasa dan tua.
2.      Dengan raga; melaksanakan ibadah dengan raga yang dikaruniakan Allah, berupa shalat (ibadah hubungan dengan Allah dikenal dengan hablumminallah). Juga bersyukur dalam wujud raga membantu sesama meringankan beban orang lain (ibadah hubungan dengan sesama manusia, ibadah sosial dikenal dengan hablumminannas)
3.      Dengan harta; wujud syukur atas karunia limpahan rezeki yang diperoleh dari Allah sebagain disalurkan untuk menjalankan perintah Allah berupa zakat dan sada.ah/infak berderma membantu orang lain dalam kesusahan.
4.      Dengan Akhlak; menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela, meresahkan, menyusahkan masyarakat. Jika kita menjadi orang bersyukur terjauh dari lisan kita dari tutur kata kita, dari tulisan kita dan dari ungkapan kita yang membuat hati orang terluka. Jika kita menjadi orang bersyukur terjauh orang lain merugi lantaran kelancangan tangan kita. Jika kita orang bersyukur orang terbebas dari kerugian dikarenakan perbuatan, kebijakan, keputusan kita.
Kalaulah bukan karena karunia Allah, maka diri ini tidak jadi begini. benar apa yang diingatkan Al-Qur’an di beberapa surat “walau laa fadhlullahi a’laikum…………….” (“Jika bukan karena karunia Allah terhadap kalian…………………” ) dalam berbagai konteks.
Demikian patut kita renungkan keberadaan diri kita ini dari satu sel sperma yang bertarung dengan juataan sel lainnya dan kita jadi pemenang. Kemudian menjadi janin, menjadi bayi, anak-anak, pemuda dan kini sudah menjadi manula, semua itu dapat terjadi sampai kita tua ini hanya karena perlindungan Allah. Semoga lindungan Allah sampai kita ke/dalam pusara. Aamiin. Barakallu fikum.  

No comments:

Post a Comment