Sunday 11 December 2016

HIDAYAH-212



Menarik penegasan-penegasan berbagai pihak tentang “Aksi Damai 212”, bahwa demikian berjalan tertib dan aman. Ada yang menyatakan bahwa:
Setangkai rantingpun tak ada yang patah
karena perserta aksi punya ulah.
Demikian pula seusai aksi tidak ada terlihat tumpukan sampah.
Peserta dengan tertib berpisah,
menyepakati kometment antara koordinator aksi dengan pemerintah.
Spontan kita mengucapkan Alhamdulillah.

Ummat islam dapat mewujudkan ahlakul karimah yang memang seharusnya dimiliki ummat ini sejak mulai mengucapkan dua kalimah sahadah.  Selain itu agama Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk menepati janji. Agama Islam mengajarkan berlaku adil kepada pihak siapapun tidak terkecuali kepada pihak yang memusuhi Islam sekalipun. Sekaligus agama Islam mengajarkan ummatnya mematuhi hukum yang berlaku, sepanjang hukum itu ditegakkan dengan norma keadilan.
Pembaca, sudah sering mendengar kisah bagaimana Syaidina Ali berperkara dengan seorang Yahudi yang kedapatan menguasai “baju besi” milik Syaidina Ali. Setelah diproses di pengadilan, pengadilan memutuskan bahwa “baju besi” itu tetap sebagai milik si Yahudi, lantaran secara ketentuan hukum yang berlaku tidak tersedia bukti dan saksi yang menguatkan bahwa “baju besi” milik Syaidina Ali yang ketika itu pas jadi kepala negara. Sang halifah tunduk pada keputusan pengadilan, walaupun tanda-tanda cukup bahwa “baju besi”  itu miliknya.
Karena ketundukan seorang halifah Islam kepada hukum tersebut, si Yahudi mendapat hidayah dari Allah, yang bersangkutan kagum dengan tingginya akhlak seorang muslim, walau sedang berkuasa. Yang bersangkutan terkagum-kagum dengan pengadilan Islam yang tidak memihak, walau yang sedang berperkara adalah seorang yang berkuasa dengan seorang penduduk yang ketika itu sudah terkelompok menjadi minoritas. Selain si Yahudi mendapat hidayah menyatakan diri memeluk agama Islam, juga “baju besi” itu selanjutnya dikembalikannya kepada Syaidina Ali, karena memang sesungguhnya “baju besi” itu milik  Ali bin Abi Thalib. Namun karena tidak ada saksi dan tidak kuat pembuktian, keputusan pengadilan menerapkan hukum secara adil sesuai teknik-teknik penyelenggaraan hukum.
Perkara hidayah, berbagai macam penyebabnya. Ada seorang teman yang mendapat hidayah masuk Islam ketika masih duduk di bangku sekolah lanjutan pertama. Setiap kali pulang sekolah, pulang bareng dengan seorang teman. Temannya itu rutin setiap pulang sekolah mampir dulu ke masjid yang tak jauh dari sekolah. Si teman sebelum masuk masjid membuka sepatu kemudian pergi ketempat berwudhu, selanjutnya shalat.  Sekali waktu dia ikut sampai kerumah temannya itu, didapatinya rumah temannya itu kecil, dari keluarga sederhana, tidak tersedia kursi tamu, duduk di tikar. Mungkin ruang tamu itu pula yang jadi tempat tidur.  Tetapi perilaku temannya itu demikian tenangnya, demikian bahagianya, sepertinya tidak ada beban dalam kehidupan ini. Hidup temannya bersih, peribadatan dilakukan terlebih dahulu dengan membuka sepatu, dilanjutkan dengan membersihkan diri dengan air.  Berangkat dari sinilah dianya mulai tertarik mempelajari hakikat agama temannya itu dan sampai sekarang yang bersangkutan mememilih ikut agama temannya itu (Islam) agama yang menurutnya menentramkan jiwanya dan membahagiakan kehidupannya.
Seorang teman lagi, ketika mahasiswa jalannya mendapatkan hidayah karena sering di ajak teman shalat jum’at.  Teman ini di kampung halamannya dari orang tua yang beragama Islam namun belum melaksanakan ibadah secara keseluruhan, katakanlah belum shalat, wajar kalau diapun tidak terbiasa shalat. Mula-mula barangkat  ke masjid shalat jum’at hanya karena malu ama teman. Lama-lama dari sekian banyak hari jum’at yang diikutinya ada khatib yang berkhutbah yang themanya menyentuh perasaannya dari hal tidak melaksanakan Islam sacara keseluruhan, diantaranya bagaimana kalau tidak mengerjakan shalat secara rutin. Bahwasanya shalat adalah wajib dilaksanakan bagi semua orang Islam, dalam keadaan dan kondisi apapun. Dalam keaadan sakit seberat apapun masih harus tetap shalat dengan teknik shalat orang sakit. Jadi apalagi dalam keadaan sehat afiat.  Hati teman ini tergerak untuk mempelajari Islam lebih mendalam, sekarang yang bersangkutan mendapat hidayah, bukan saja menjadi pemeluk Islam yang taat ibadah tetapi juga dapat menyampaikan ajakan kepada orang lain, istilah yang lazim disebut sebagai pendakwah.
Itu hanya sekedar dua contoh yang ku kemukan, sesungguhnya banyak lagi penyebab-penyebab sebagai lantaran seorang mendapat hidayah. Misalnya bagaimana Umar bin Khatab mendapat hidayah lantaran membaca 6 ayat surat Tha-Ha. Semula akan membunuh nabi Muhammad,  ketika dia ke rumah adiknya Fatimah didapatinya suami adiknya dan adiknya sedang belajar membaca Al-Qur’an. Lembaran tulisan Al-Qur’an di kulit kambing itu dimintanya dengan paksa dari adiknya, setelah dibacanya, maka dia justru mendapat hidayah masuk Islam. Mungkin bilalah kita sendiri ketika itu berposisi sebagai Umar ibn Khatab, belum tentu kita mendapat hidayah, sebab kita tidak memahami ketinggian makna dari enam ayat  surat Tha-Ha tersebut. Tetapi bagi Umar, beliau menjadi tersentuh hatinya oleh ayat-ayat tersebut karena beliau penutur bahasa Arab, memahami betapa tinggi nilai sastra dan makna dari ayat-ayat tersebut, dia yakin se yakin-yakinnya bahwa ayat-ayat itu bukanlah gubahan manusia, pasti dari Allah pencipta seru sekalian alam. Itulah sebabnya beliau mendapatkan hidayah.
Semoga dengan kemulian Ahlak dari ummat Islam dengan pesan “biar hati sedang terluka, namun akhlak tetap terjaga”. Semoga pasca peristiwa ini ada kita akan dengar orang-orang yang mendapat hidayah dari aksi 212. Setidaknya untuk para peserta menjadi lebih mendalam imannya, Amien ya Rabbal ‘alamin. Barakallahu fikum. Wallahu ‘alam bishawab.

No comments:

Post a Comment