Menarik
penegasan-penegasan berbagai pihak tentang “Aksi Damai 212”, bahwa demikian
berjalan tertib dan aman. Ada yang menyatakan bahwa:
Setangkai rantingpun
tak ada yang patah
karena perserta aksi
punya ulah.
Demikian pula seusai
aksi tidak ada terlihat tumpukan sampah.
Peserta dengan tertib berpisah,
menyepakati kometment
antara koordinator aksi dengan pemerintah.
Spontan kita
mengucapkan Alhamdulillah.
Ummat
islam dapat mewujudkan ahlakul karimah
yang memang seharusnya dimiliki ummat ini sejak mulai mengucapkan dua kalimah sahadah. Selain itu agama Islam mengajarkan kepada
ummatnya untuk menepati janji. Agama Islam mengajarkan berlaku adil kepada
pihak siapapun tidak terkecuali kepada pihak yang memusuhi Islam sekalipun.
Sekaligus agama Islam mengajarkan ummatnya mematuhi hukum yang berlaku,
sepanjang hukum itu ditegakkan dengan norma keadilan.
Pembaca,
sudah sering mendengar kisah bagaimana Syaidina Ali berperkara dengan seorang
Yahudi yang kedapatan menguasai “baju besi” milik Syaidina Ali. Setelah diproses
di pengadilan, pengadilan memutuskan bahwa “baju besi” itu tetap sebagai milik
si Yahudi, lantaran secara ketentuan hukum yang berlaku tidak tersedia bukti
dan saksi yang menguatkan bahwa “baju besi” milik Syaidina Ali yang ketika itu
pas jadi kepala negara. Sang halifah tunduk pada keputusan pengadilan, walaupun
tanda-tanda cukup bahwa “baju besi” itu
miliknya.
Karena
ketundukan seorang halifah Islam kepada hukum tersebut, si Yahudi mendapat
hidayah dari Allah, yang bersangkutan kagum dengan tingginya akhlak seorang
muslim, walau sedang berkuasa. Yang bersangkutan terkagum-kagum dengan
pengadilan Islam yang tidak memihak, walau yang sedang berperkara adalah
seorang yang berkuasa dengan seorang penduduk yang ketika itu sudah terkelompok
menjadi minoritas. Selain si Yahudi mendapat hidayah menyatakan diri memeluk
agama Islam, juga “baju besi” itu selanjutnya dikembalikannya kepada Syaidina
Ali, karena memang sesungguhnya “baju besi” itu milik Ali bin Abi Thalib. Namun karena tidak ada
saksi dan tidak kuat pembuktian, keputusan pengadilan menerapkan hukum secara
adil sesuai teknik-teknik penyelenggaraan hukum.
Perkara
hidayah, berbagai macam penyebabnya. Ada seorang teman yang mendapat hidayah
masuk Islam ketika masih duduk di bangku sekolah lanjutan pertama. Setiap kali
pulang sekolah, pulang bareng dengan seorang teman. Temannya itu rutin setiap
pulang sekolah mampir dulu ke masjid yang tak jauh dari sekolah. Si teman
sebelum masuk masjid membuka sepatu kemudian pergi ketempat berwudhu,
selanjutnya shalat. Sekali waktu dia
ikut sampai kerumah temannya itu, didapatinya rumah temannya itu kecil, dari
keluarga sederhana, tidak tersedia kursi tamu, duduk di tikar. Mungkin ruang tamu
itu pula yang jadi tempat tidur. Tetapi
perilaku temannya itu demikian tenangnya, demikian bahagianya, sepertinya tidak
ada beban dalam kehidupan ini. Hidup temannya bersih, peribadatan dilakukan
terlebih dahulu dengan membuka sepatu, dilanjutkan dengan membersihkan diri
dengan air. Berangkat dari sinilah
dianya mulai tertarik mempelajari hakikat agama temannya itu dan sampai
sekarang yang bersangkutan mememilih ikut agama temannya itu (Islam) agama yang
menurutnya menentramkan jiwanya dan membahagiakan kehidupannya.
Seorang
teman lagi, ketika mahasiswa jalannya mendapatkan hidayah karena sering di ajak
teman shalat jum’at. Teman ini di
kampung halamannya dari orang tua yang beragama Islam namun belum melaksanakan
ibadah secara keseluruhan, katakanlah belum shalat, wajar kalau diapun tidak
terbiasa shalat. Mula-mula barangkat ke
masjid shalat jum’at hanya karena malu ama teman. Lama-lama dari sekian banyak
hari jum’at yang diikutinya ada khatib yang berkhutbah yang themanya menyentuh
perasaannya dari hal tidak melaksanakan Islam sacara keseluruhan, diantaranya
bagaimana kalau tidak mengerjakan shalat secara rutin. Bahwasanya shalat adalah
wajib dilaksanakan bagi semua orang Islam, dalam keadaan dan kondisi apapun.
Dalam keaadan sakit seberat apapun masih harus tetap shalat dengan teknik
shalat orang sakit. Jadi apalagi dalam keadaan sehat afiat. Hati teman ini tergerak untuk mempelajari
Islam lebih mendalam, sekarang yang bersangkutan mendapat hidayah, bukan saja
menjadi pemeluk Islam yang taat ibadah tetapi juga dapat menyampaikan ajakan
kepada orang lain, istilah yang lazim disebut sebagai pendakwah.
Itu
hanya sekedar dua contoh yang ku kemukan, sesungguhnya banyak lagi
penyebab-penyebab sebagai lantaran seorang mendapat hidayah. Misalnya bagaimana
Umar bin Khatab mendapat hidayah lantaran membaca 6 ayat surat Tha-Ha. Semula
akan membunuh nabi Muhammad, ketika dia
ke rumah adiknya Fatimah didapatinya suami adiknya dan adiknya sedang belajar
membaca Al-Qur’an. Lembaran tulisan Al-Qur’an di kulit kambing itu dimintanya
dengan paksa dari adiknya, setelah dibacanya, maka dia justru mendapat hidayah
masuk Islam. Mungkin bilalah kita sendiri ketika itu berposisi sebagai Umar ibn
Khatab, belum tentu kita mendapat hidayah, sebab kita tidak memahami ketinggian
makna dari enam ayat surat Tha-Ha
tersebut. Tetapi bagi Umar, beliau menjadi tersentuh hatinya oleh ayat-ayat
tersebut karena beliau penutur bahasa Arab, memahami betapa tinggi nilai sastra
dan makna dari ayat-ayat tersebut, dia yakin se yakin-yakinnya bahwa ayat-ayat
itu bukanlah gubahan manusia, pasti dari Allah pencipta seru sekalian alam.
Itulah sebabnya beliau mendapatkan hidayah.
Semoga
dengan kemulian Ahlak dari ummat Islam dengan pesan “biar hati sedang terluka,
namun akhlak tetap terjaga”. Semoga pasca peristiwa ini ada kita akan dengar
orang-orang yang mendapat hidayah dari aksi 212. Setidaknya untuk para peserta
menjadi lebih mendalam imannya, Amien ya Rabbal ‘alamin. Barakallahu fikum.
Wallahu ‘alam bishawab.
No comments:
Post a Comment