Wednesday 6 May 2015

RENUNGAN ketika SEHAT



Ketika sakit, banyak orang sadar tentang ketidak berdayaannya terhadap kuasa Allah. Sebenarnya kesadaran tentang ketidak berdayaan itu, seyogyanya harus juga direnungkan ketika sehat. Salah satu contoh yang sangat sederhana dan kecil, ialah betapa kuasa Allah terhadap segelas air yang kita minum, tanpa perlindungan Allah dapat saja di dalam air itu mengandung sesuatu yang membuat peminumnya mendapat musibah. Sebab kita tidak dapat menjamin persis bahwa air yang diminum itu aman. Mungkin segelas air itu aman buat seseorang karena kekebalan tubuhnya di saat tinggi dan tidak aman buat orang lain yang kekebalan tubuhnya pas sedang turun. Begitu juga ketika menyantap makanan, apapun jenisnya, mungkin tidak masalah buat banyak orang tapi ternyata berakibat buruk buat orang tertentu yang metabolisme tubuhnya sedang eror.
Suatu ketika, diri ini bersama istri ke Pulau Penyengat Tanjungpinang, dalam kesempatan ketika diundang menjadi nara sumber suatu pelatihan di kota yang berslogan dalam lambang daerahnya “Jujur Bertutur Bijak Bertindak” itu. Panitia dari Dinas Perindustrian setempat yang mengundangku pada acara pelatihan UKM itu, membawa rekreasi ke Pulau Penyengat untuk melihat peninggalan “Masjid Sultan/ Mesjid Raya Sultan Riau Penyengat. Sudah jadi ungkapan umum yang disampaikan di setiap kota; misalnya “belum sampai ke Pontianak kalau belum sampai ke Masjid Sultan dan tugu Khatulistiwa”. Begitu juga di Tanjungpinang, katanya belum sampai ke Tanjungpinang kalau belum ke Pulau Penyengat.
Setelah berkeliling di pulau dengan panjang 2 KM dan lebar kurang dari 1 KM itu, untuk mengunjungi makam Engku Putri Raja Hamidah dan makam Penulis Gurindam Duabelas, Raja Ali Haji. Sebelum kembali ke hotel tempat kami menginap di kota Tanjungpinang, dipinggir dermaga penyeberangan P.Penyengat, kami menikmati ikan Menggali yang di masak “Asam Pedas” khas P. Penyengat dengan sayuran menu restoran setempat.
Esok hari dijadwalkan sekitar pukul sepuluhan akan bertolak ke Jakarta kembali. Sesudah shalat Subuh, saya terserang diare berat sampai terus menerus lebih delapan kali ke kamar mandi. Sudah jadi kebiasaanku bila tugas menjadi nara sumber ke luar kota, diusia yang sudah senja ini, istri selalu mendampingiku dan tak lupa membawa perlengkapan obat-obatan seperlunya termasuk obat diare. Pagi tiba, keadaan agak enakan, kamipun menuju restoran hotel untuk sarapan. Ketua panitia pelaksana pelatihan juga rupanya sudah siap menunggu di restoran hotel. Saya sudah merasa segar, langsung mengambil menu makanan yang sekira lembut untuk orang diare.
Baru saja masuk beberapa sendok bubur sumsum, rahasia diare terpaksa harus diketahui oleh panitia, lantaran saya langsung pingsan di kursi restoran. Kata istriku seisi restoran panik dan yang lebih panik tentunya panitia. Itu sebabnya sampai 2 orang dokter seorang perawat datang ke hotel mengurusku dan dua ambulance bersamaan datang. Dokter menyarankan agar saya bertahan di Tanjungpinang untuk perawatan 3 hari di rumah sakit. Tapi dengan berbagai pertimbangan, diantaranya, keluarga di Jakarta dan dikampungku akan betapa khawatirnya bila diriku dirawat di Tanjungpinang. Maka kuputuskan untuk tetap pulang ke Jakarta dan minta di bekali obat dari dokter yang merawatku, tak lupa pula berbekal Pampers.
Alhamdullillah kami tiba di Jakarta dengan keadaan masih diare. Anakku yang menjemput ke bandara, sesuai pengalamannya sudah menjadi dokter PTT dan menjadi dokter klinik beberapa tahun, yang tentunya sudah pernah menemui pasien diare, memberi batas untukku sampai pukul 10 malam, jika masih terus diare menurutnya harus dirawat di rumah sakit. Sekitar pukul 10 malam, diareku mulai reda.
Penyebabnyapun mulai dikaji. Kalaulah lantaran makan “Asam pedas ikan” di P. Penyengat, alasan itu tidak cukup kuat,  karena bukan hanya diriku yang memakannya, istriku dan beberapa panitia yang mengantar kami juga makan menu ikan. Bahkan Istriku makan dari mangkuk yang sama.
Sebagai renungan untuk orang yang sehat, bahwa kalaulah bukan karena pelindungan Tuhan, ternyata setiap makanan yang dimasukkan ke dalam mulut kita kemudian dicernakan, dapat saja mendatangkan musibah buat kita, kalau pas keadaan pertahanan tubuh kita sedang lemah. Siapakah yang dapat dan mampu mengatur lemah kuatnya pertahanan tubuh kita itu. Sungguh manusia tidak berdaya untuk mengatur pertahanan tubuhnya sendiri. Sungguh manusia pada dasarnya tidak akan sanggup mengetahui bahwa makanan yang disantapnya bebas dari unsur ikutan yang dapat mendatangkan penyakit baginya.
Sebagai suatu bentuk menyandarkan diri kepada yang Maha Kuasa, agamaku memberikan arahan bahwa setiap hari akan menyantap makanan berdo’a yang arti intinya memohon agar Allah memberikan keberkatan atas rezeki yang akan kita santap. Kalaulah makanan sudah diikhtiarkan makanan yang halalan tayiban dan telah pula berserah diri kepada-Nya dengan berdo’a, masih juga mendapat musibah. Hal itu sudah kita pulangkan kembali kepada Allah untuk kita yakini akan keberkatan dan hikmah yang tersembunyi dibalik peristiwa itu.

No comments:

Post a Comment