Wednesday 20 May 2015

Money Laundering




Money laundering, begitu istilah yang kini sedang popular bahkan sampai ada undang-undang yang mengaturnya.  Makna penggalan kata dari money laundering  adalah pencucian uang. Yang akrab dengan soal cuci mencuci tentulah kaum Ibu, meskipun banyak rumah tangga yang mengalihkan fungsi ini kepada mesin, tetapi tetap saja tangan manusia masih tetap ikutan.
Adalah pembantu rumah tangga, untuk keluarga ekonomi menengah ke atas, memegang peran dalam soal laundering ini. Banyak PRT, jika diwawancarai Ibu Rumah tangga, sebelum diterima masuk bekerja di suatu keluarga bertanya akan beberapa hal antara lain:
1.       Keluarga disini ada berapa orang, anak-anak berapa dewasa berapa, terdiri berapa KK rumah ini.
2.       Kamar rumah ada berapa banyak, kamar mandi berapa jumlahnya.
3.       Rincian tugasnya, apakah termasuk nyuci/nyetrika, ngepel dan membersihkan kamar tidur dan kamar mandi serta urusan dapur.
4.       Apakah ada mesin cuci, bahkan tanya otomatis atau biasa, model lama, apa model baru.
5.       Apakah diterima nginap, atau pulang.
6.       Tentu negosiasi gaji dan apakah dibayar mingguan atau bulanan.
Bagus ya kalau jelas seperti ini, apalagi bila ada perjanjian hitam di atas putih disaksikan oleh ketua RT ditanda tangani di atas kertas bermeterai pula. Tetapi banyak hal, kadang si tuan rumah yang dikecewakan, kerja yang diharapkan, di bawah rata-rata dan sering pula pinjam uang sebelum minggu berganti atau bulan berakhir. Bukan sedikit PRT tak nginap, ketika pulang ada sendok dan gelas, atau kaos yang ikut bersamanya. Tak jarang pula PRT yang dikecewakan, pekerjaan kelewat batas namun hak-hak PRT tidak dipenuhi.  Semoga segera ada undang-undang yang mengatur soal PRT an ini, agar memberi iklim lebih baik bagi anak negri yang kurang beruntung, sehingga terpaksa berperan sebagai PRT. Dengan begitu semoga anak bangsa tak perlu lagi berbondong menjadi TKI ke negeri orang yang kadang lebih mengenaskan nasibnya.
Sepenggal kalimat dari seorang PRT yang kebetulan jadi tetangga duduk menunggu antrian berobat jalan berfasilitaskan BPJS, menuturkan dalam percakapan dengan temannya yang rupanya kebetulan juga menjadi PRT. “Kalau saya, jika dalam saku celana atau baju yang dicuci terdapat uang sampai dengan sepuluh ribuan, langsung saya ambil saja. Lumayan buat-tambahan, hitung-hitung rezeki sampingan”. “Kalau mulai 20 ribu sampai 100 ribu gimana” sela temannya. “Kalau sudah segitu segera dikeringkan dan nanti diseterika dengan baik dan kukembalikan ke siapa yang kira-kira memiliki pakaian itu”. “kenapa tidak langsung di kembalikan ke nyonya rumah” Tanya temannya. Jawaban penemu money laundering ini logis juga, tentang kenapa dia tidak mengembalikan kepada nyonya rumah:
Yang pertama nyonya rumah begitu teliti sekali, hampir dipastikan kalau daster, pakaian apapun milik nyonya rumah tak akan ada uang tersisip dalam pakaian-pakaian itu, sebab sebelum ditumpuk untuk dicuci, telah diperiksanya dengan teliti.
Yang kedua; kalau dikembalikan kepada nyonya  rumah, dianya ngak ada pengertian, begitu dikembalikan terimaksihpun tidak, jangankan ada persenan untuk menghargai sepotong kejujuran itu.
Yang ketiga; kalau di kembalikan kepada siapa kira-kira pemilik pakaian, sukanya ada pengertian dan memberikan persen. Kan dianya pemilik langsung uang tersebut.
Selanjutnya mengapa dalam jumlah kecil, sampai sepuluh ribuan tidak dikembalikan, rupanya PRT ini berkesimpulan:
Kalau jumlah dibawah 10 ribuan, pemiliknya sudah tak akan mengingatnya lagi dan tak mungkin akan menanyakan.
Kalaupun jumlah dibawah 10 ribuan dikembalikan, yakin tidak akan ada persenan, mending kalau langsung diberikan oleh yang punya.
Kalau jumlah 20 ribu ke atas jika dikembalikan ada harapan dapat persenan dan akan mendapatkan penilaian kejujuran oleh anggota keluarga majikan.
Begitu potret sebagian PRT kita yang tertangkap indra sambil antrian menunggu panggilan konsultasi dokter dalam program BPJS yang lumayan memerlukan kesabaran ekstra itu. Bila antri mulai pukul 8 pagi Insya Allah kalau bernasib baik, shalat zuhur baru selesai, kadang sampai shalat ashar.
Tentu saja potret PRT ini, yang namanya potret tentu tidak mewakili keseluruhan PRT. Banyak PRT yang begitu jujur, begitu ikhlas dalam bekerja, shingga tidak heran ada PRT yang semula ikut suatu keluarga dari mulai sekolah SD sampai punya anak dan cucu. Oleh si majikan berbaik hati, anak dan cucunya sudah dianggap keluarga dan disekolahkan sampai sarjana. Juga ada tetangga saya, PRT yang sudah ikutan lama dengannya dibiaya naik haji plus-plus dan si anak pembantu bukan saja disekolahkan sampai sarjana, selama sekolah setiap liburan dibawa melancong keluar negeri.

No comments:

Post a Comment