Tuesday 27 August 2013

ABIS BERKELAHI TERINGAT PENCAK

Ungkapan di atas untuk menggambarkan kondisi seseorang yang tubuhnya sudah babak belur, mukanya  benjal-benjol lantaran dihajar lawannya berkelahi. Dalam keadaan udah babak belur dan benjol-benjol dan pertarungan usai itulah dianya baru teringat pencak (ilmu bela diri). Dia bergumam sambil memperagakan bagaimana seharusnya menangkis pukulan lawan yang membuatnya babak belur, benjol-benjol dan bagaimana seharusnya menyerang lawan untuk menyudahi pertarungan sehingga lawan bertekuk lutut.
Istri saya katakan “kalau orang yang punya keahlian bela diri (pencak) biasanya pada saat berantem langsung secara reflek anggota tubuhnya bergerak menangkis dan menyerang tanpa harus diingat-ingat”. “Bangun tidur mendadak saja bila ada serangan, orang yang ahli bela diri langsung bereaksi”, tambah istri saya. “Yaaah itulah namaya peribahasa hanya sekedar tamsil ibarat bukan keadaan sebenarnya”, kataku menegaskan kepada istriku.
Begitulah keadaannya menyoal soal Kedelai. Bangsa ini sudah turun temurun penyantap tahu dan tempe yang bahan bakunya adalah  Kedelai. Udah berulang kali krisis Kedelai, berulang kali pula itu Kedelai jadi berita utama di media cetak dan elektronik. Yang terjadi adalah setiap kali krisis terjadi kitapun sibuk mengingat “PENCAK”. Pejabat terkait berujar: “Pemerintah harus meningkatkan produksi Kedelai dalam negeri, kita harus swasembada Kedelai”, dan banyaklah muncul jurus-jurus “Pencak” untuk menghindari babak belur perekonomian kita karena krisis Kedelai. Kondisi “Abis Berkelahi teringat Pencak” ini  hampir tiap tahun dialami bangsa ini.
Kita dapatkan data bahwa tiap tahun Indonesia mengimpor kedelai tidaklah sedikit Direktur Jenderal Agro Industri Kementerian Perindustrian mengakui industri makanan domestik masih tergantung terhadap bahan baku dan bahan tambahan impor. Indonesia masih mengimpor Gandum sebesar 5,6 juta ton, gula 2,7 juta ton, dan Kedelai 2 juta ton tiap tahunnya.
Sekitar 70 persen kebutuhan Kedelai dalam negeri saat ini masih dipasok dari impor sedangkan 30 persen dari produksi lokal. Saat ini, kata seorang pejabat, merupakan momentum yang tepat untuk mulai meningkatkan produksi kedelai. "Jangan sampai kehilangan momentum, yaitu saat petani panen, harga turun," katanya. Terlebih, jangka waktu penanaman hingga panen kedelai sekitar 2,5 bulan.
Lahan Bumi Pertiwi yang oleh yang Maha Kuasa kita disuruh huni ini, begitu luas dan subur, dijamin bahwa kalaulah dikelola dengan baik secara terorganisir dan mendapatkan dukungan dari Pemerintah, bukan saja swasembada Kedelai, kitapun bukan mustahil akan dapat memenuhi kebutuhan Kedelai se Asia. Karena makanan yang bahan bakunya kedelai bukan hanya disuka oleh bangsa ASEAN saja, kini orang Timur Tengah juga sudah doyan Tahu-Tempe.
Kita tunggu saja kiat petinggi negeri ini agar, ungkapan peribahasa “Abis Berkelahi Teringat Pencak” tadi tidak berkesinambungan.  Sudah saatnya pemerintah memikirkan membentuk perusahaan negara untuk khusus mengelola pertanian komoditi strategis seperti Kedelai, sebagaimana perkebunan Tebu dikelola PTP. Hendaknya tidak diserahkan swasta, sebab bila swasta, seringkali di dalamnya ada orang asing. Banyak perkebunan besar dikelola swasta di pedalaman negeri ini, ujung-ujungnya merampas tanah nenek moyang penduduk asli mengatas namakan izin perkebunan yang mereka kantongi. Model seperti ini adalah merupakan bentuk pemiskinan dan pembodohan penduduk asli secara sistematis. Betapa tidak anak cucu mereka akhirnya tidak lagi punya lahan, kesudahannya hanya menjadi kuli dari perusahaan di tanah leluhurnya sendiri, dengan upah yang hanya cukup mengisi perut, tidak cukup buat beli selimut, apalagi membangun rumah mestilah luput, nyekolahkan anak pastilah repot.
Perusahaan Pertanian Kedelai Nasional ini memanfaatkan lahan negara yang masih banyak tersebar diseluruh nusantara, dimotori oleh ahli-ahli pertanian anak negeri dan petani penanam/perawat dan pemanennya nanti diserahkan kepada penduduk setempat.

No comments:

Post a Comment