Tuesday 20 August 2013

KINI TERPAKSA PAKAI IMAN YANG LEMAH


Sering kita dengar ustadz berceramah, bahwa bilamana ada perbuatan jahat (kemungkaran), hendaklah kita cegah. Pencegahan dilakukan dalam tiga tahapan: Pertama cegahlah dengan kekuatan, atau tangan atau tenaga. Banyak ustadz menterjemahkan tahap ini termasuk dengan kekuasaan/kewenangan.
Bila tahap pertama tidak mungkin dilakukan, tahap kedua adalah dengan “perkataan”, seperti menegur, memberi nasehat atau mungkin juga bisa dengan melaporkan ke pihak yang berwenang, agar dapat mengambil tindakan pencegahan dengan kewenangan/kekuasaan.
Fenomena sekarang ini, kedua tahapan tersebut bagi orang awam sudah tidak mudah lagi dilakukan, sehingga kadang memilih cuek supaya tidak berisiko. Kalau lihat ada kemungkaran lebih memilih menghindar dari pada nanti bermasalah. Misalnya melapor akan jadi saksi, menegor bisa jadi sasaran kejahatan. Jadi saksi bukan persoalan mudah, bisa menghilangkan waktu dan tenaga, salah-salah bisa berbahaya untuk diri sendiri dan mungkin juga untuk keluarga. Belum lagi dalam berbagai hal, melaporkan kejahatan salah melapor, keterima oleh oknum tempat laporan yang memihak penjahat, ujung-ujungnya pelapor yang jadi korban.
Kesudahannya banyak diantara kita memilih diam dan paling-paling di dalam hati tidak setuju dengan kemungkaran tersebut paling banter berdo’a agar kemungkaran berlalu dan tidak terkena imbasnya kepada diri dan keluarga. Tahap ini adalah tahap ketiga dan tahap ini adalah merupakan selemah-lemahnya iman. Apa boleh buat banyak kita mengambil “selemah lemah iman”.
Baru saja terjadi di masjid dekat rumahku sesudah sholat isya. Seseorang jamaah seusai sholat berjemaah, sementara imam masih berwirid dianya keluar masjid dan melihat seorang pemuda mendorong terburu-buru sepeda motor dari parkiran masjid. Masjid kami tidak ada parkir resmi atau tukang parkir, walau ada halaman untuk memarkir sepeda motor. Maklum lokasi masjid tidak di jalan raya amat, walau di tengah kota (Jakarta Pusat). Terlihat pemuda tadi tidak biasanya sebagai jamaah, insting dari itu jamaah; bahwa ini maling sepeda motor, segera dia kejar sambil menegor (cuma belum teriak maling-maling) hanya negor mengapa bawa sepeda motor terburu-buru dan tidak distater (mungkin itu yang diucapkannya). Insting itu timbul karena di wilayah kami itu menurut statistik yang diumumkan oleh pihak berkompeten bahwa rata-rata terjadi pencurian sepeda motor 2 unit dalam sehari semalam. Tiba tiba dari belakang seorang lelaki memegang pundak jamaah penegor dan menempelkan moncong pistol sambil berucap “diam”. Langsung si jamaah tadi terdiam lemas dan membiarkan maling berlalu dan tak lama kemudian berhasil sudah menstater motor curian itu. Kemudian si penodong langsung berlari membonceng motor curian tersebut kemudian kabur. Tinggallah jamaah tadi terkulai layu dan terengah-engah kembali ke masjid menuturkan peristiwa itu dikerumunan jamaah. Segera lapor ke pihak yang berwajib. Betul juga salah seorang jamaah kehilangan sepeda motor. Jadi kini bukan lagi sandal baru yang sering dimaling di masjid tapi juga sepeda motor. Hendaklah sepeda motor dilengkapi dengan kunci ganda, walau tidak menjamin 100% aman, setidaknya sudah ada ikhtiar dan si maling setidaknya perlu waktu lebih lama menaklukkan kunci-kunci ganda apalagi tempatnya rahasia.
Oleh karena kecanggihan maling dan semakin tidak berdayanya tindakan keamanan lingkungan serta semakin banyaknya manusia yang susah mendapatkan penghidupan layak, sehingga harus memilih jadi maling. Maka banyak orang baik-baik: ” KINI TERPAKSA PAKAI IMAN  YANG  LEMAH”.


No comments:

Post a Comment