Wednesday 11 April 2012

POTRET WARGA METROPOLITAN DARI BAWAH

Mencari penghidupan di Jakarta memang cukup menjanjikan. Berceritalah seseorang pulang lebaran di kampungnya: “di Jakarta dengan berkipas-kipas saja duit masuk”. Rupanya siempunya cerita di Jakarta sebagai pembantu tukang jual sate yang membangun tenda di trotoar menjelang magrib sampai sekitar pukul sepuluh malam. Lumayan honor sebagai tukang kipas membakar sate, cukuplah untuk buat makan, dan ngontrak kamar kos serta sedikit nyimpan buat pulang lebaran.
Ada lagi yang bercerita ke tetangganya di kampung, bahwa di Jakarta hanya dengan goyang-goyang kaki saja udah ngasilkan uang. Ini bidang tugas penjait kelililing. Di Jakarta ada penjait yang mesinnya dikemas dalam sebuah kendaraan sedemikian rupa dibawa keliling lorong-lorong. Saban hari ada saja orang yang memperbaiki retsleting, permak pakaian atau reparasi pakaian lepas jaitannya. Usaha inipun cukup mendatangkan penghasilan, cukup buat makan, pakaian dan ngisi HP serta ongkos sewa tempat tinggal, sedikit nyimpan buat pulang lebaran.
Lain lagi cerita tukang sayur, dia bilang ketika mudik lebaran di kampungnya bahwa kerjanya di Jakarta hanya jalan-jalan pagi, sampai sekitar pukul sepuluhan. Udah itu istirahat, itu saja udah cukup untuk belanja harian, bahkan dapat ngirim keluarga di kampung. Rupanya sengaja tidak di ceritakan bahwa sambil jalan ia mendorong gerobak berisi aneka keperluan dapur ibu rumah tangga yang ogah ke pasar sendiri. Memang tukang yang satu ini agak kurang jujur, sebab ia teriak “sayur-sayur” atau “yur..... yur”. Ternyata yang bersangkutan tidak hanya membawa sayur dalam gerobaknya. Di bawa dan dijualnya ke ibu-ibu rumah tangga, segala macam jenis ikan, daging dan bumbu-bumbu dapur serta buah-buahan. Tapi yang disebut hanya sayur saja. Lumayan penghasilan mereka dalam sehari dengan jam kerja mulai sekitar pukul 5 dinihari ke pasar tradisional untuk membeli barang dagangan termasuk pesanan ibu-ibu langganan. Sekitar pukul 7 pagi setelah semua sayur dan bahan dagangan dikemas per paket sesuai kebiasan membeli para ibu rumah tangga, iapun mendorong gerobaknya masuk gang keluar gang dan sekitar pukul sepuluhan tinggal hitung untung hari itu.
Sementara itu kehidupan lain yang bukan memproduksi barang atau jasa yang dapat dinikmati secara phisik seperti halnya tukang sayur, penjait kelililing dan pengipas sate, yaitu adalah pengamen. Profesi ini cukup banyak yang menekuninya, lebih banyak ketimbang profesi tersebut di atas. Karena justru penghasilannya cukup menjanjikan.
Wilayah operasi profesi pengamen, di lampu pengatur lalu lintas, di dalam bis-bis kota, dipintu toko-toko di warteg dan juga dari pintu ke pintu rumah. Tidak kurang Pemda DKI ada perda no. 8 tahun 2007 yang mengatur bahwa dikenakan sanksi pagi pengamen di jalan-jalan juga kepada yang memberi uang kepada pengamen, karena dapat mengganggu ketertiban umum.
Bermacam sarana yang dipergunakan untuk ngamen, mulai dari alat musik, seperti gitar, gendang, bahkan hanya botol diisi pasir dan tidak jarang ada yang sedikit modal dengan menggendong radio tape berisi kaset lagu-lagu. Atau menyewa orang buta dan tidak sedikit menyewa bayi untuk digendong sebagai media ngamen.
Teknik mengamenpun macam-macam diantaranya:
 Ada seorang atau beberapa pemuda di dalam bis kota setelah mengucapkan selamat siang atau salam agama salah seorang, langsung nyerocos “saya baru saja keluar dari penjara, dihukum karena menodong, dari pada saya kambuh lagi tolong bagi yang punya receh berikan buat saya untuk sekedar penyambung hidup”. Kontan saja para penumpang terutama kaum wanita, tak banyak pikir merogoh tas cari uang logam apalagi lihat tampang seram ybs dan tato menghiasi pergelangan sampai ke siku.
 Ada pula yang model memelas dan menghiba, dengan wajah sayu dan sedikit menyandang cacat diiringi seorang pebayu(pembantu=menuntun), bahasanya sederhana, kasihan pak, untuk makan-untuk makan sambil tangannya ditadahkan atau membawa wadah untuk nampung logam dari yang hatinya iba.
 Banyak jumlahnya yang berombongan dua atau tiga orang, dengan peralatan musik seperti gitar dan gendang. Ucapan mereka lain lagi. “Selamat (siang atau sore) maaf kehadiran kami menggangu para penumpang. Terimakasih bapak supir telah memberikan tumpangan kepada kami mencari sekedar rezeki penyambung hidup, ijinkan kami menghibur para penumpang sekalian” gitarpun dipetik dan lagupun dilantunkan. Biasanya dua lagu, akhir lagu kedua seorang diantara mereka membawa wadah dari plastik agaknya khusus tidak transparan sepertinya tebal. Selesai lagu kedua, penumpang telah dipetik sumbangannya dari haluan sampai belakang bis, merekapun turun dari bis itu untuk naik lagi di bis yang di belakang. Begitulah seterusnya sampai seharian mengituti rute bis kota. Jangan heran kalau baru saja turun rombongan satu di bis yang kita tumpangi akan naik rombongan lain.
 Tidak terhitung jumlahnya yang memilih lahan operasi dari toko-ke toko dari gang ke gang pintu ke pintu dengan berbagai model antara lain tersebut di atas.
 Banyak komersialisasi cacat phisik kadang dibuat-buat, kakinya borok padahal diperban dengan tape singkong. Menggendong anak kecil dan pura-pura buta dan macam-macam cacat.
Ternyata bahwa penghasilan per hari pengamen di bis kota di Jakarta tidak kurang dari Rp 300 ribu perhari sebulan mencapai Rp 9 jutaan. Jauh lebih tinggi dari gaji seorang hakim yang baru masuk. Tidak heran kalau pekerjaan ini diminati banyak orang. Terdapat beberapa kawasan masih di sekitar DKI yang penduduknya mengambil bidang kalau ini boleh disebut profesi yaitu pengamen atau pengemis.
Alasan umum mereka adalah dari pada menjadi maling, merampok, lebih baik ngamen. Hasilnyapun tidak sedikit. Dari pada bekerja membanting tulang memeras keringat belum tentu hasilnya sebegitu menjanjikan. Modal utama pekerjaan ini hanya berani merendahkan harga diri. Bagi yang menjaga harga diri itulah mereka yang mengambil bidang “Kipas-kipas”, “Goyang-goyang kaki”, “jalan-jalan pagi”
Bagi yang enggan harga dirinya “ternadirkan” banyak juga mereka lebih baik memilih jadi pemulung. Lama kelamaan jadi pemulung, bila sudah bermodal meningkat jadi pembeli barang bekas dengan sarana grobag. Lebih meningkat lagi karier sebagai pemulung adalah pengumpul barang bekas, yaitu membeli dari para pemulung biasanya bos pemulung ini sudah punya lahan untuk menimbun barang-barang bekas.
Mata pencarian seperti ini belum mendatangkan hasil yang baik bila dikerjakan di daerah-daerah kecil di Indonesia. Hanya Jakartalah kota yang benar-benar menjanjikan untuk usaha seperti disebut di atas, itulah sebabnya maka Jakarta jadi kebanjiran penduduk. Tiap sehabis mudik, jumlah warga yang masuk Jakarta mesti ada peningkatan dibanding jumlah yang keluar Jakarta ketika mudik.




No comments:

Post a Comment