Thursday 30 June 2011

KENAPA BAYI LAHIR DIADZANKAN DAN DIQAMATKAN

Cita-cita berumah tangga atau menikah diantaranya adalah menginginkan keturunan. Bila terlahir generasi baru di dalam keluarga, maka seorang lelaki secara kodrati menjadi ayah dari anak yang dilahirkan itu. Kehadiran anak menimbulkan kewajiban atas kedua orang tuanya. Ibu berkewajiban merawat bayi sampai ia dewasa, mengajarkan budipekerti dan bahasa, mendidik di dalam lingkungan keluarga. Alqur’an memberi petunjuk bahwa ibu menyusukan bayinya sampai 30 bulan seperti termuat di dalam surat Al-Ahqaf 15wahamluhu wafisaluhu salasuna syahra …..” .

Adapun kewajiban si ayah dapat dirinci menjadi 7 (tujuh), salah satu diantaranya adalah meng-adzan dan meng qamatkan ketika lahir.

Adalah sangat bijak bila seorang ayah menjelang kelahiran anaknya berada di dekat isterinya, karena begitu anak keluar dari perut ibunya, sebagai identitas bahwa yang lahir barusan adalah bayi orang Islam, maka di adzan di telinga kanan si bayi dan qamat di telinga kirinya. Hal ini dimaksudkan agar si bayi yang pertama di dengarnya ketika tiba di alam dunia adalah kalimah-kalimah tauhid, pengakuan kerasulan Muhammad dan perjuangannya. Anjuran ini dilakukan mengacu kepada beberapa hadits, walaupun menurut para penilai hadits bahwa hadits-hadits yang dijadikan acuan adalah lemah.

Dasar hadits yang dinilai lemah tersebut adalah:

Pertama. Dari ‘Ubaidullah bin Abi Rafi’ dari bapaknya (yakni Abu Rafi’), ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah adzan di telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan Fatimah?” (HR. Abu Dawud no. 5105, Tirmidzi no. 1514 dan Baihaqi 9/305, semuanya dari jalan Sufyan Ats Tsauri dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dari bapaknya). Sanad hadits ini dha’if karena ‘Ashim bin Ubaidillah bin ‘Ashim adalah seorang rawi yang lemah dari sisi hafalan. Dia telah dilemahkan oleh jama’ah ahli hadits seperti : Ahmad bin Hambal, Sufyan bin Uyainah, Abu Hatim, An Nasai, Ibnu Ma’in dan lainnya sebagaimana diterangkan oleh Al Hafizh pada Kitab Tahdzib 5/46-49.

Kedua. Hadits Ibnu Abbas dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (6/8620) dan Muhammad bin Yunus dari Al-Hasan bin Amr bin Saif As-Sadusi ia berkata : Telah menceritakan pada kami Al-Qasim bin Muthib dari Manshur bin Shafih dari Abu Ma’bad dari Ibnu Abbas. “Artinya : Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adzan pada telinga Al-Hasan bin Ali pada hari dilahirkannya. Beliau adzan pada telinga kanannya dan iqamah pada telinga kiri”. Al-Baihaqi mengatakan pada isnadnya ada kelemahan. Kami katakan : Bahkan haditsnya maudhu’ (palsu) dan cacat (ilat)nya adalah Al-Hasan bin Amr ini. berkata tentangnya Al-Hafidh dalam At-Taqrib : “Matruk”. Abu Hatim dalam Al-Jarh wa Ta’dil 91/2/26) tarjamah no. 109 :’Aku mendengar ayahku berkata :’Kami melihat ia di Bashrah dan kami tidak menulis hadits darinya, ia ditinggalkan haditsnya (matrukul hadits)”. Berkata Ad-Dzahabi dalam Al-Mizan : “Ibnul Madini mendustakannya dan berkata Bukhari ia pendusta (kadzdzab) dan berkata Ar-Razi ia matruk.

Ketiga. Hadits Al-Husain bin Ali adalah dari riwayat Yahya bin Al-Ala dari Marwan bin Salim dari Thalhah bin Ubaidillah dari Al-Husain bin Ali ia berkata : bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.“Siapa yang kelahiran anak lalu ia mengadzankannya pada telinga kanan dan iqamah pada telinga kiri maka Ummu Shibyan (jin yang suka mengganggu anak kecil) tidak akan membahayakannya”. Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (6/390) dan Ibnu Sunni dalam Amalul Yaum wal Lailah (hadits 623) dan Al-Haitsami membawakannya dalam Majma’ Zawaid (4/59) dan ia berkata : Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan dalam sanadnya ada Marwan bin Salim Al-Ghifari, ia matruk”. Pada hadits Husain bin Ali ra. di atas terdapat rawi yang bernama Jubarah dan Yahya bin ‘Alaa Al Bajaliy. Al Bukhari berkata tentang Jubarah, ‘Haditsnya mudhtharib’ (Mizaanul I’tidal Juz 2 hal. 387 oleh Imam Adz Dzahabi), sementara itu Imam Ahmad berkomentar terhadap Yahya bin ‘Alaa Al Bajaliy, ‘Seorang pendusta, pemalsu hadits? (Mizaanul I’tidal Juz 4 hal. 397)

Atas dasar penilaian hadits di atas maka, Mengadzankan dan mengqamatkan bayi baru lahir haditsnya lemah.

Berkat kemajuan teknologi kedokteran saat ini, konon si bayi sejak dalam kandungan ibu sudah dapat mendengarkan, kalau begitu apalagi setelah terlahir, dengan demikian sebagai sambutan kedatangan si bayi datang ke dunia adalah cukup baik bila disambut dengan memperdengarkan panggilan Allah berupa adzan.

Bahwa setelah terlahir sampai dunia ini berakhir manusia yang pernah lahir sampai akil balig akan mendapat 4 (empat) panggilan Allah. Dua kali selama di dunia dan dua kali selama di akhirat. Panggilan pertama selama dunia adalah panggilan rutin sekurang-kurangnya 5 kali dalam sehari semalam yaitu panggilan shalat. Panggilan itulah yang pertama diberitahukan dan masukkan ke dalam memori si bayi yang kelak akan menjadi anak manusia yang akan memenuhi panggilan rutin sekurangnya 5 kali dalam sehari semalam itu. Panggilan yang kedua di dunia adalah panggilan berhaji. Panggilan ini hanya bagi orang muslim yang mampu, sekali seumur hidup. Bagi orang muslim yang sudah memenuhi syarat tetapi tidak melaksanakan panggilan ini, oleh Rasulullah dikelompokkan sebagai orang yang mati dalam keadaan Yahudi atau Nasrani. Adapun panggilan di akhirat adalah dipanggil dengan tiupan sangkakala menghidupkan semua orang dari kuburnya, kemudian panggilan kedua di akhirat adalah menghadap di pengadilan Allah. Panggilan pertama selama di dunia amat memegang peranan penting dan berkaitan erat dengan panggilan berikutnya di dunia maupun di akhirat. Sebab untuk memenuhi panggilan yang kedua yaitu berhaji, akan sangat rikuh bila orang yang melaksanakan haji tidak terbiasa memenuhi panggilkan yang pertama itu tadi. Tidak jarang orang yang telah memenuhi panggilan kedua (berhaji) lantaran memang ia tidak terbiasa memenuhi panggilan yang pertama (shalat), sepulangnya dari memenuhi panggilan kedua kembali lagi ke negerinya, enggan memenuhi panggilan pertama. Padahal kehidupan di saat sebelum memenuhi panggilan pertama di akhirat adalah sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualiats panggilan pertama di dunia. Apalagi ketika menghadap mahkamah Allah dalam rangka memenuhi panggilan ke dua di akhirat, kemanpuan memenuhi panggilan pertama di dunia itu tadi adalah sangat menentukan. Oleh karena itulah maka adalah sebagai ikhtiar agar kelak anak yang terlahir akan menjadi taat memenuhi panggilan pertama di dunia (shalat), dibekali dengan pendengaran yang pertama ketika lahir, suara adzan dan qamat. Sekurangnya si ayah mendo’akan kepada Allah agar anaknya kelak menjadi hamba Allah yang taat shalat dan menjadi hamba Allah yang taqwa. Karena anak yang shaleh akan menjadi asset orang tua yang bersangkutan dunia sampai akhirat. Bukankah do’a anak yang shaleh akan terus menjadi tambahan amal buat orang tua mereka walaupun sudah di alam barzah.

No comments:

Post a Comment