Wednesday 15 June 2011

HARTA KITA KUMPULKAN TERNYATA UNTUK ORANG LAIN

Lama ku tak pulang ke kampung. Tak heran kalau kepulanganku kali ini agaknya ditunggu sanak keluarga. Benar juga, ketika kami berdua masuk ke ruang kedatangan bandara, dari kaca ruang ambil bagasi sudah terlihat seorang kemenakan menunggu di luar. Lumayan kemajuan bandara kampungku, sudah jauh berubah dari ketika bandara itu kutinggalkan puluhan tahun yang lalu. Lebih terkejut lagi ketika keluar gedung bandara, suasana area parkir dan mobil-mobil cukup mencengangkan bila dibandingkan masa laluku. Sudah banyak mobil bagus begitu juga pengaturan parkir sudah tak begitu beda dengan bandara Soekarno-Hatta. Kemenakankupun menjemput pakai mobil kijang sudah terhitung lumayan.

Begitu ramah, kemenakanku menyapa, “Asalamualaikum pak Long, baik-baik jak semue keluarge”. Tentu dengan jawaban standar kujawab “waalaikum salam Alhamdulillah baik”. Al hasil kendaraan kamipun meluncur menuju kota, banyak obrolan dijalan tentang cerita keluarga. Sebagai pengusaha swasta kemenakan saya tidak dapat menyembunyikan kegelisahannya tentang iklim berusaha saat ini.

Berusaha saat ini, tidak mudah, bagi kami orang swasta bergerak dibidang apa aja semuanya ada hubungannya dengan ijin-ijin. Ngurus ijin bukan mudah. Usaha belum jalan sudah keluar macam-macam.

Kemenakan saya Zainul, berprofesi sebagai wiraswasta sejak lulus di teknik sipil. Supaya ndak berpanjang kalam membahas soal dunia usaha, kualihkan bicara ke soal keluarga lagi.

Ø Anak kau udah kelas berapa?

Ø Yang sulung sudah kelas 3 ESEMPE, yang kecil masih TK

Kemenakan ini punya dua anak perempuan berumah tangga sudah belasan tahun.

Ingat Nul, nasihatku:

Ø Bahwa apa yang kau cari dengan membanting tulang dan dengan berbagai upaya itu sebenarnya bukan untuk kau sendiri.

Ø Jadi untuk siape pak long?

Ø Untuk orang lain!!

Ø Kaget dia, orang lain siape pak long?

Ø Orang lain, siapa orang tersebut saat inipun belum kau kenal!!

Ø Makin keget dia, sampai menoleh kekiri sembari memegang stir.

Selanjutnya kujelaskanlah sebagai berikut:

Kadang seorang memeras otak dan keringat untuk menumpuk harta, sudah mendapat banyak, masih kurang banyak. Kadang bila kebetulan punya wewenang, dengan teganya menyalahgunakan wewenang, kalau punya kuasa mumpung lagi kuasa gunakan semaksimalnya untuk mengumpulkan harta, begitu juga bila punya jabatan manfaatkan jabatan itu untuk meraih harta sebanyak-banyaknya untuk dipersiapkan tujuh turunan. Jika punya kepandaian bila perlu menipu, memperdaya orang, memanipulasi kwalitas dan seterusnya guna menghimpun harta. Ternyata harta yang dikumpulkan itu, yang untuk diri sendiri hanya tiga yaitu:

1. Apa yang habis dimakan,

2. Apa yang habis dipakai

3. Apa yang diberikan kepada orang lain dengan ikhlas.

Sedang harta yang kita tinggalkan adalah sesungguhnya milik orang lain,

Buat kemenakan saya Nul tadi, kalau ia dipanjangkan Allah umur, kelak kalau dia sudah bermenantu, Insya Allah dia akan menyaksikan bahwa hartanya yang dicarinya bersusah payah tadi akan dia saksikan akan dinikmati orang lain selain anaknya, orang tersebut sebelumnya belum pernah dikenalnya. Untung dia bukan pejabat atau penguasa yang punya kesempatan untuk korupsi. Kalau penghimpunan harta dengan korupsi akan lebih sedih lagi, yang bertanggung jawab dihadapan hukum dunia bila ketangkap adalah awak sendiri, apalagi yang bertanggung jawab dihadapan Allah yang sudah jelas ketangkap itu, karena di pengadilan sana tak ada pengacara, bahkan tangan kaki dan seluruh anggota badan ikut menjadi saksi apa yang pernah digerakkan hati untuk berlaku korupsi. Benar-benar merugi, sudah korupsi, dengan segala risiko, harta bukan untuk dinikmati sendiri. Begitu juga kalau si Nul punya anak lelaki, juga harta nanti buat turun ke anak, awak tua sudah ndak mampu lagi memakai harta yang banyak tadi.

Jadi pesanku Nul, kau cari rezeki yang sedang-sedang saja, jangan sampai ikut main-main yang oleh Allah dilarang. Karena kau sudah tau kini bahwa harta yang kau kumpulkan itu sesungguhnya bukan untuk kamu. Sementara pertanggungan jawab atas cara pengumpulan itu sepenuhnya di dirimu.

Versi lain cara menghimpun harta. Aku kasihan, dengan temanku dulu, demi karier, isteri dan suami sampai pisah kota, ketemu hanya sebulan sekali. Pembinaan kasih sayang terhadap anak dan keluarga jelaslah menjadi kurang. Karier memang diperoleh, harta memang berbilang, tetapi baru saja kumpul sekota dengan isteri beberapa tahun, usiapun habis. Sementara anak karena kurang pembinaan kasih sayang, agaknya kurang harmonis mereka membina rumah tangga, bagaimana dengan harta peninggalan orang tua mereka, campang perenang.

Ingatlah nak Nul bahwa harta hanya sarana untuk hidup tetapi bukan tujuan hidup. Carilah harta dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan dunia dan akhirat, karena harta itu sesungguhnya bukan untuk kita, tetapi untuk orang lain.

No comments:

Post a Comment