Tuesday 14 June 2011

TIKUS MEMASANG KALUNG DI LEHER KUCING

Malam sudah mulai larut, tetua para tikus sedang segar-segarnya menunggu kehadiran sanak keluarga/anak buah mereka untuk menggelar suatu rapat. Biasa dalam kerapatan tikus, makanan, minuman dan perlengkapan rapat secukupnya tersedia. Memang bangsa tikus malam buat manusia siang buat mereka. Sudah mendekati pukul 1 dinihari masyarakat tikus terundang rapatpun telah hampir hadir semua. Kak Tikus Gantung yang badannya sedikit mulus dan berperawakan besar, agaknya dituakan dari kelompok tikus got, tikus sawah, tikus rumah tikus loteng, tikus celurut yang semuanya hadir. Setidaknya semua tetua para tikus telah terwakili semua.

Kak Tikus gantung memulai rapat.

“Saudara-saudara para tikus, agenda rapat kita dinihari ini adalah ada dua yaitu:

Petama : Bagaimana mengatasi bangsa Kucing yang sering memangsa kita

Kedua : Bagaimana mengatasi perangkap yang sering disediakan oleh manusia.

Apakah saudara-saudara semua setuju dengan agenda rapat tersebut”? Tanya Kak Tikus Gantung.

Langsung saja beberapa tikus berdiri dengan dua kakinya sebagai tanda ingin bicara sambil menjerit “interupsi”. Dalam masyarakat tikus, soal interupsi ini sudah lazim, kadang asal interupsi biar kelihatan punya inisiatip. Kalau tidak interupsi mereka malah memilih tidur. Pimpinan rapat kewalahan menentukan interupsi siapa yang diizinkan, akhirnya lihat siapa yang berdiri paling tinggi. Silakan “Moncong Lancip” kata Kak Tikus Gantung. Moncong Lancip adalah seekor tikus yang secara phisik memang moncongnya lancip, tetapi juga memang tabiatnya kalau dalam rapat-rapat, dia paling banyak ngomong, kalau berdebat ngawurnya bukan kepalang, tapi jika tidak diberi kesempatan bicara, rapat juga terganggu, kalau dia sudah diberi kesempatan, tikus lain agak tenang mengikuti rapat.

“Saya usul agendanya ditambah satu lagi, yaitu bagaimana menghadapi para petani yang bergotong royong membasmi bangsa kita”. Sepertinya ia menyuarakan kelompok tikus sawah, padahal sesunguhnya “Moncong Lancip” kelompok tikus loteng segolongan dengan Kak Tikus Gantung yang memimpin rapat sekaligus lokasinya dipakai sebagai tempat rapat. Tikus lain juga agak terheran, tapi mereka tangguhkan keheranan itu karena sudah tau, kalau bukan nyeleneh bukan “Moncong Lancip”. Juga kali ini agaknya usulnya cukup relevan. Namun biasanya petani baru berburu tikus secara gotong royong, kalau tikus sangat berkembang biak di sawah dan menggangu sawah mereka. Usul ini masih dapat diperdebatkan dan jalan keluarnya kata tikus-tikus lain sambil bisik-bisik, “adalah sukseskan keluarga berencana tikus sawah”.

Supaya tak berpanjang debat, pimpinan rapat menyetujui usul “Moncong Lancip”, pikirnya toh kalau waktu tidak cukup nanti materi tidak dibahas, sebab rapat dibatasi oleh kegelapan malam, loteng hanya dapat digunakan rapat lewat tengah malam sampai menjelang fajar.

Agenda pertama mulai dibahas, yaitu bagaimana mengatasi bangsa kucing yang sering memangsa bangsa tikus. Buah pikiran yang muncul adalah:

1. Bahwa bangsa kucing, saat ini tidak seganas sebelum perang dunia kedua, mereka tidak lagi lahap terhadap tikus, sebab mereka belakangan ini dipelihara oleh manusia, mereka diberi makan nasi, ikan bahkan susu. Jadi sudah ogah memangsa tikus. Demikian pendapat tikus Got yang sudah senior.

2. Kirim utusan ke bangsa kucing, bahwa sekarang kita seharusnya sudah tidak bermusuhan lagi, sebab masing-masing kita punya makanan yang berbeda.

3. Usul ketiga datang dari tikus celurut, diusulkan agar kepada masing-masing bangsa kucing dipasangi kalung yang ada bunyinya, sehingga sebelum mengejar anak-anak kita dan bangsa kita pada umumnya segera dapat info dini, segera dapat menyelamatkan diri.

Agaknya rapat tidak dapat memutuskan dengan musyawarah, karena masing-masing ingin usul mereka yang diterima, akhirnya diambil dengan jalan voting. Betul juga waktu rapat sudah hampir habis,penghuni rumah mulai ada yang bangun. Benarkan usul “Moncong lancip” yang sering mewakili golongan tikus terbanyak itu tak sempat dibahas, sedangkan agenda yang kedua saja tidak bisa disinggung yaitu tentang perangkap dipasang manusia.

Hasil voting menunjukkan bahwa usul tikus celurut yang disetujui yaitu “memasang kalung berbunyi pada leher bangsa kucing”. Kak tikus Gantung mengetok palu tanda keputusan disetujui telah diambil.

Pada masa sidang selanjutnya, dilaporkan bahwa masih banyak tikus yang dimangsa kucing, menurut statistik malah makin meningkat. Salah satu penyebabnya adalah dari sosialisasi keputusan rapat, banyak tikus muda yang kesambar kucing, lantaran ketika kucing mendekat tidak segera lari, mereka tunggu ada bunyi. Para petinggi tikus lupa bahwa satu ekor kucingpun belum ada yang dipasangi kalung yang berbunyi seperti diputuskan dalam rapat. Sungguh keputusan itu tidak dapat dilaksanakan, karena bagaimana mungkin memasang kalung di leher Kucing, tikus mana yang dapat menghampiri kucing kemudian memasang kalung dilehernya, belum-belum sudah dilahap.

No comments:

Post a Comment