Friday, 11 July 2025

RISIKO mengkritik PENGUASA

No: 1.335.04.07-2025 Dirangkum: M. Syarif Arbi. Kritik adalah menyampaikan koreksi baik lisan maupun tertulis atas suatu perbuatan atau keadaan. Para pihak yang terlibat dalam kritik adalah: 1. “pihak yang dikritik”., 2. “pihak pengkritik”, dan 3. “pihak ketiga” yaitu orang2 yang menyaksikan/mendengarkan kritik”. Jenis kritik terdiri dari: 1. Kritik Konstruktif: Disampaikan dengan niat membangun, bertujuan memberi solusi atau saran perbaikan. Kritik konstruktif memungkinkan untuk didiskusikan guna pemahaman yang lebih dalam. Menghargai atau menilai karya prestasi pihak yang dikritik secara objektif. 2. Kritik Destruktif: Disampaikan dengan nada merendahkan pihak yang dikritik, tanpa memberi solusi, tujuan kritik sering kali cenderung menjatuhkan. 3. Kritik Asalan: Dikemukakan tidak didasarkan fakta, cenderung merupakan celaan, pengkritik akan menyampaikan celaan apa saja yang dilihatnya, apa saja yang didengarnya, pokoknya pihak yang dikritik selalu salah saja di mata pengkritik. Di ruang terbatas ini menarik dibicarakan “kritik kontruktif”, umumnya pengkritik adalah para pakar pada bidangnya, para ilmuan, atas dasar fakta dan pengetahuan, pengalaman yang mendalam. Tak jarang terjadi kritik ditujukan kepada para penguasa yang sedang berkuasa memerintah di suatu negeri. Para Nabi juga adalah penyampai2 kritik konstruktif kepada para penguasa, pihak2 yang berpengaruh, dan masyarakat kaumnya. Mereka mengkritik atas dasar ilmu yang diperolehnya melalui saluran wahyu petunjuk Allah. Para nabi dan rasul yang melakukan kritik dimaksud selalu menerima risiko2 yang ekstrim. Di tulisan ini di ambil contoh beberapa Nabi Utusan Allah: Nabi Musa a.s. mengkritik Fir’aun (Ramses II). Kritik utama dilakukan Nabi Musa kepada Fir’aun adalah karena Fir’aun mengaku sebagai Tuhan, Fir’aun berkuasa dengan zalim menindas rakyatnya. Meskipun Fir’aun sudah sedemikian sombong dan melampui batas, namun Nabi Musa dan Nabi Harun diperintahkan Allah untuk menyampaikan kritik tersebut tetap menggunakan adab yang baik (berkata lemah lembut) seperti tersurat dalam Al-Qur’an surat Taha 43-44: ٱذْهَبَآ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُۥ طَغَىٰ فَقُولَا لَهُۥ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ “Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". Risiko yang dihadapi nabi Musa dan Harun serta para pengikutnya, akhirnya diburu untuk akan dihabisi, tetapi Allah menyelamatkan mereka; riwayatnya di abadikan dalam Al-Qur’an, pembaca silahkan lihat surat Al-Baqarah ayat 50. Selain itu, surat Asy-Syu'ara’ ayat 60-63 dikutip dibawah ini: فَاَ تۡبَعُوۡهُمۡ مُّشۡرِقِيۡ فَلَمَّا تَرٰۤءَا الْجَمْعٰنِ قَالَ اَصْحٰبُ مُوْسٰٓى اِنَّا لَمُدْرَكُوْنَ ۚ قَالَ كَلَّا ۗاِنَّ مَعِيَ رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ فَاَوْحَيْنَآ اِلٰى مُوْسٰٓى اَنِ اضْرِبْ بِّعَصَاكَ الْبَحْرَۗ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيْمِ “Lalu (Fir‘aun dan bala tentaranya) dapat menyusul mereka pada waktu matahari terbit. Maka ketika kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, “Kita benar-benar akan tersusul.” Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah laut itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besar”. Nabi Ibrahim a.s. mengkritik Raja Namrud. Kritik Nabi Ibrahim kepada penguasa bernama Raja Namrud, menyembah berhala dan mengklaim dirinya mempunyai kekuasaan tertinggi. Sampai terjadi perdebatan antara nabi Ibrahim dan Raja Namrud termuat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 258: أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِى حَآجَّ إِبْرَٰهِۦمَ فِى رَبِّهِۦٓ أَنْ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّىَ ٱلَّذِى يُحْىِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۠ أُحْىِۦ وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأْتِى بِٱلشَّمْسِ مِنَ ٱلْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ ٱلْمَغْرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِى كَفَرَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. Ujungnya, karena kalah berdebat tetapi menang kekuasaan; risiko yang dihadapi Nabi Ibrahim, Raja Namrud memerintahkan membakar nabi Ibrahim. Disaat yang kritis Allah menunjukkan kebesaran dan kekuasaan-Nya dengan berfirman: قُلۡنَا يٰنَارُ كُوۡنِىۡ بَرۡدًا وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبۡرٰهِيۡمَۙ‏ Kami (Allah) berfirman, "Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!" (Al-Anbiya ayat 69) Nabi Nuh a.s. mengkritik Perilaku Penguasa dan kelompok elit dari kaumnya. Kritik utama Nabi Nuh a.s mengenai: Kaumnya menyembah berhala dan meninggalkan ajaran tauhid. Mereka membuat dan menyembah patung-patung yang dinamai Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr ( lihat surat Nuh: 23). Ini adalah bentuk pelanggaran paling berat, yaitu menyekutukan Allah (syirik akbar). Nabi Nuh melakukan kritik melalui dakwahnya selama 950 tahun (lihat surat Al-Ankabut ayat 14), namun hanya sedikit yang mau mengikuti (sekitar 70 sampai 100 orang). Dalam rangka menghukum kaum Nuh yang ingkar, Allah menurunkan azab berupa banjir besar, sebelumnya Allah perintahkan Nabi Nuh membuat kapal (Surat HUD ayat 38-39), untuk menyelamatkan Nabi Nuh dan pengikutnya. Nabi Muhammad ﷺ mengkritik Penguasa Pemimpin Quraisy, khususnya Abu Jahal, Abu Lahab, dan lainnya. Kritik utama: Penyembahan berhala, ketidakadilan sosial, penindasan orang miskin. Risiko yang dialami Rasulullah Muhammad dan pengikutnya: Pemboikotan, intimidasi, selama 7 tahun. Puncaknya nabi Muhammad akan dibunuh, hingga akhirnya hijrah ke Yatsrib yang kini menjadi Madinah. Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah pada malam tanggal 27 Shafar, yang bertepatan dengan tanggal 12 September 622 Masehi. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-13 setelah kenabian beliau. Adapun ayat yang dibaca oleh Nabi Muhammad SAW saat meninggalkan rumah di malam itu, adalah surat Yasin ayat 9, yang berbunyi: وَجَعَلْنَا مِنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَّمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَاَغْشَيْنٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ “Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat”. (QS. Yasin: 9) Sehingga dengan izin Allah, para pemuda pengepung rumah beliau, satupun tidak ada yang terbangun. Malam tanggal 27 Shafar itu Nabi Muhammad dan sahabatnya Abu Bakar bersembunyi sementara di Goa Tsur. Adalah manusiawi Abu Bakar merasa khawatir sebab ketika siang hari esoknya, para pemburu mereka sudah tampak kakinya di mulut Goa. Hal itu diabadikan Allah dalam Al-Qur’an surat At-Taubah 40. (mempersingkat tulisan ini, ayat tersebut tidak dikutip seluruhnya) hanya: لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَاۚ “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Begitulah, risiko2 yang dihadapi para Nabi-Nabi utusan Allah ketika mengkritik penguasa pada zaman mereka masing-2. Menegakkan kebenaran tidaklah mudah, penuh risiko, halangan dan rintangan. Belajar dari apa yang dialami oleh para Nabi Utusan Allah tersebut di atas, bahwa kebenaran akhirnya akan menemukan jalannya, akan berada diatas kebathilan. Semoga para penegak kebenaran yang sedang berjuang dibumi mana saja di dunia ini, selalu mendapatkan pertolongan Allah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 11 Juli 2025, 15 Muharram 1447H.

No comments:

Post a Comment