Monday, 14 July 2025

Kemampuan Marah

No: 1.336.05.07-2025 Dirangkaikan: M. Syarif Arbi. Marah merupakan potensi yang dimiliki oleh manusia, sama seperti senang, sedih, takut, jijik, cinta dan benci. Dalam kadar tertentu, marah adalah reaksi yang normal dan sehat sebagai bentuk pertahanan diri. Namun, marah yang tidak terkendali bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain, baik secara emosional maupun fisik. Marah adalah reaksi emosional yang muncul ketika seseorang merasa terganggu, tersakiti, diperlakukan tidak adil, atau kecewa terhadap sesuatu atau seseorang. Emosi ini biasanya ditandai dengan perasaan tidak senang yang kuat, dan bisa muncul dalam bentuk ekspresi wajah, kata-kata kasar, atau tindakan agresif. Ada juga orang yang kalau marah malah diam. Marah2an dapat dikelompokkan: Marahan antar orang, marahan orang perorangan kepada institusi, marahan antar institusi, marahan antar kelompok masyarakat. Marah seseorang kepada keadaan yang terjadi, marah kelompok masyarakat kepada suatu kebijakan yang dirasakan tidak adil dsbnya. Kondisi diri ketika sedang marah, berpikir akan menjadi tidak logis, sehingga orang yang sedang marah cenderung: sulit memilih kata-kata yang tepat, mudah tersulut dan menyimpang dari topik, mengulang-ulang pernyataan, menggunakan bahasa kasar atau menyakitkan, tidak jarang terjadi pihak yang marah menyerang pribadi orang/pihak yang dimarahi. Idealnya kalau memungkinkan; ketika menghadapi “kemarahan” marilah diikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya perihal “marah”: الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ۝١٣٤ “(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemarahannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan”. (Ali Imran 134) Dari Mu'adz bin Anas Al-Juhani RA, Rasulullah SAW bersabda: مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ مَا شَاءَ. "Barangsiapa menahan amarah padahal ia mampu melakukannya, pada hari Kiamat Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai." (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah). Kalau diri dalam posisi marah, sebaiknyalah sebisa mungkin mengamalkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya tersebut diatas. Akan tetapi bila kita dalam posisi menerima atau mendengar orang sedang mencurahkan kemarahannya, atau kita justru yang terkena marah, ayok kita cari tau bagaimana sikap yang harus diambil. Pertama: Tetap Tenang dan Jangan Terpancing: Jaga emosi dan hindari membalas dengan amarah, Tarik napas dalam-dalam, fokus pada ketenangan diri. Kedua; Dengarkan dengan Empati, biarkan orang yang marah mengungkapkan perasaan tanpa langsung menyelanya. Ketiga: Tunjukkan bahwa kita yang dimarahi mendengarkan, misalnya dengan anggukan atau kalimat seperti "Saya mengerti perasaanmu." Keempat: Hindari menyalahkan atau membantah Langsung, sebab orang marah emosi sedang tinggi, logika sulit diterima. Membantah justru bisa memperkeruh. Tahan untuk membela diri, tunggu sampai suasana lebih tenang. Kelima; Gunakan nada bicara yang lembut, suara tenang bisa menurunkan intensitas kemarahan orang lain. Hindari kata-kata yang menyudutkan. Keenam: Beri ruang Jika dibutuhkan, umpamanya suasana terlalu panas, beri waktu untuk menenangkan diri. Dapat dikatakan: "Mungkin kita bisa lanjut bicara setelah kita sama-sama tenang." atau “Mari kita masuk kedalam” setelah di dalam ruangan atau rumah dipersilahkan duduk, tawari minum. Ketujuh: Fokus pada solusi, bukan masalah, sebaiknya setelah kemarahan reda, ajak bicara untuk mencari jalan keluar. Ketahuilah, bagaimanapun hebatnya seseorang marah, Durasi berceloteh saat marah, singkat dan meledak-ledak, banyak kasus beberapa orang hanya mampu mengeluarkan beberapa kalimat pendek, penuh emosi, dan bernada tinggi sebelum kehilangan kata-kata, selanjutnya berhenti. Ada pula kasus orang marah ngomong panjang-lebar tidak terkontrol, sering kali dengan isi yang tidak terstruktur, repetitif, dan didominasi oleh keluhan atau serangan verbal. Jadi, lamanya orang berbicara saat marah bisa berkisar dari hitungan detik hingga beberapa menit tergantung konteks dan tingkat kemarahan. Dalam realitas kehidupan ini, keadaan emosional marahan selalu kita temui, semoga kita dapat memposisikan diri sesuai petunjuk Allah dan Rasul-nya. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 14 Juli 2025, 18 Muharram 1447H.

Friday, 11 July 2025

RISIKO mengkritik PENGUASA

No: 1.335.04.07-2025 Dirangkum: M. Syarif Arbi. Kritik adalah menyampaikan koreksi baik lisan maupun tertulis atas suatu perbuatan atau keadaan. Para pihak yang terlibat dalam kritik adalah: 1. “pihak yang dikritik”., 2. “pihak pengkritik”, dan 3. “pihak ketiga” yaitu orang2 yang menyaksikan/mendengarkan kritik”. Jenis kritik terdiri dari: 1. Kritik Konstruktif: Disampaikan dengan niat membangun, bertujuan memberi solusi atau saran perbaikan. Kritik konstruktif memungkinkan untuk didiskusikan guna pemahaman yang lebih dalam. Menghargai atau menilai karya prestasi pihak yang dikritik secara objektif. 2. Kritik Destruktif: Disampaikan dengan nada merendahkan pihak yang dikritik, tanpa memberi solusi, tujuan kritik sering kali cenderung menjatuhkan. 3. Kritik Asalan: Dikemukakan tidak didasarkan fakta, cenderung merupakan celaan, pengkritik akan menyampaikan celaan apa saja yang dilihatnya, apa saja yang didengarnya, pokoknya pihak yang dikritik selalu salah saja di mata pengkritik. Di ruang terbatas ini menarik dibicarakan “kritik kontruktif”, umumnya pengkritik adalah para pakar pada bidangnya, para ilmuan, atas dasar fakta dan pengetahuan, pengalaman yang mendalam. Tak jarang terjadi kritik ditujukan kepada para penguasa yang sedang berkuasa memerintah di suatu negeri. Para Nabi juga adalah penyampai2 kritik konstruktif kepada para penguasa, pihak2 yang berpengaruh, dan masyarakat kaumnya. Mereka mengkritik atas dasar ilmu yang diperolehnya melalui saluran wahyu petunjuk Allah. Para nabi dan rasul yang melakukan kritik dimaksud selalu menerima risiko2 yang ekstrim. Di tulisan ini di ambil contoh beberapa Nabi Utusan Allah: Nabi Musa a.s. mengkritik Fir’aun (Ramses II). Kritik utama dilakukan Nabi Musa kepada Fir’aun adalah karena Fir’aun mengaku sebagai Tuhan, Fir’aun berkuasa dengan zalim menindas rakyatnya. Meskipun Fir’aun sudah sedemikian sombong dan melampui batas, namun Nabi Musa dan Nabi Harun diperintahkan Allah untuk menyampaikan kritik tersebut tetap menggunakan adab yang baik (berkata lemah lembut) seperti tersurat dalam Al-Qur’an surat Taha 43-44: ٱذْهَبَآ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُۥ طَغَىٰ فَقُولَا لَهُۥ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ “Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". Risiko yang dihadapi nabi Musa dan Harun serta para pengikutnya, akhirnya diburu untuk akan dihabisi, tetapi Allah menyelamatkan mereka; riwayatnya di abadikan dalam Al-Qur’an, pembaca silahkan lihat surat Al-Baqarah ayat 50. Selain itu, surat Asy-Syu'ara’ ayat 60-63 dikutip dibawah ini: فَاَ تۡبَعُوۡهُمۡ مُّشۡرِقِيۡ فَلَمَّا تَرٰۤءَا الْجَمْعٰنِ قَالَ اَصْحٰبُ مُوْسٰٓى اِنَّا لَمُدْرَكُوْنَ ۚ قَالَ كَلَّا ۗاِنَّ مَعِيَ رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ فَاَوْحَيْنَآ اِلٰى مُوْسٰٓى اَنِ اضْرِبْ بِّعَصَاكَ الْبَحْرَۗ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيْمِ “Lalu (Fir‘aun dan bala tentaranya) dapat menyusul mereka pada waktu matahari terbit. Maka ketika kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, “Kita benar-benar akan tersusul.” Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah laut itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besar”. Nabi Ibrahim a.s. mengkritik Raja Namrud. Kritik Nabi Ibrahim kepada penguasa bernama Raja Namrud, menyembah berhala dan mengklaim dirinya mempunyai kekuasaan tertinggi. Sampai terjadi perdebatan antara nabi Ibrahim dan Raja Namrud termuat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 258: أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِى حَآجَّ إِبْرَٰهِۦمَ فِى رَبِّهِۦٓ أَنْ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّىَ ٱلَّذِى يُحْىِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۠ أُحْىِۦ وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأْتِى بِٱلشَّمْسِ مِنَ ٱلْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ ٱلْمَغْرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِى كَفَرَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. Ujungnya, karena kalah berdebat tetapi menang kekuasaan; risiko yang dihadapi Nabi Ibrahim, Raja Namrud memerintahkan membakar nabi Ibrahim. Disaat yang kritis Allah menunjukkan kebesaran dan kekuasaan-Nya dengan berfirman: قُلۡنَا يٰنَارُ كُوۡنِىۡ بَرۡدًا وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبۡرٰهِيۡمَۙ‏ Kami (Allah) berfirman, "Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!" (Al-Anbiya ayat 69) Nabi Nuh a.s. mengkritik Perilaku Penguasa dan kelompok elit dari kaumnya. Kritik utama Nabi Nuh a.s mengenai: Kaumnya menyembah berhala dan meninggalkan ajaran tauhid. Mereka membuat dan menyembah patung-patung yang dinamai Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr ( lihat surat Nuh: 23). Ini adalah bentuk pelanggaran paling berat, yaitu menyekutukan Allah (syirik akbar). Nabi Nuh melakukan kritik melalui dakwahnya selama 950 tahun (lihat surat Al-Ankabut ayat 14), namun hanya sedikit yang mau mengikuti (sekitar 70 sampai 100 orang). Dalam rangka menghukum kaum Nuh yang ingkar, Allah menurunkan azab berupa banjir besar, sebelumnya Allah perintahkan Nabi Nuh membuat kapal (Surat HUD ayat 38-39), untuk menyelamatkan Nabi Nuh dan pengikutnya. Nabi Muhammad ﷺ mengkritik Penguasa Pemimpin Quraisy, khususnya Abu Jahal, Abu Lahab, dan lainnya. Kritik utama: Penyembahan berhala, ketidakadilan sosial, penindasan orang miskin. Risiko yang dialami Rasulullah Muhammad dan pengikutnya: Pemboikotan, intimidasi, selama 7 tahun. Puncaknya nabi Muhammad akan dibunuh, hingga akhirnya hijrah ke Yatsrib yang kini menjadi Madinah. Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah pada malam tanggal 27 Shafar, yang bertepatan dengan tanggal 12 September 622 Masehi. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-13 setelah kenabian beliau. Adapun ayat yang dibaca oleh Nabi Muhammad SAW saat meninggalkan rumah di malam itu, adalah surat Yasin ayat 9, yang berbunyi: وَجَعَلْنَا مِنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَّمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَاَغْشَيْنٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ “Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat”. (QS. Yasin: 9) Sehingga dengan izin Allah, para pemuda pengepung rumah beliau, satupun tidak ada yang terbangun. Malam tanggal 27 Shafar itu Nabi Muhammad dan sahabatnya Abu Bakar bersembunyi sementara di Goa Tsur. Adalah manusiawi Abu Bakar merasa khawatir sebab ketika siang hari esoknya, para pemburu mereka sudah tampak kakinya di mulut Goa. Hal itu diabadikan Allah dalam Al-Qur’an surat At-Taubah 40. (mempersingkat tulisan ini, ayat tersebut tidak dikutip seluruhnya) hanya: لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَاۚ “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Begitulah, risiko2 yang dihadapi para Nabi-Nabi utusan Allah ketika mengkritik penguasa pada zaman mereka masing-2. Menegakkan kebenaran tidaklah mudah, penuh risiko, halangan dan rintangan. Belajar dari apa yang dialami oleh para Nabi Utusan Allah tersebut di atas, bahwa kebenaran akhirnya akan menemukan jalannya, akan berada diatas kebathilan. Semoga para penegak kebenaran yang sedang berjuang dibumi mana saja di dunia ini, selalu mendapatkan pertolongan Allah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 11 Juli 2025, 15 Muharram 1447H.

Tuesday, 8 July 2025

TERBUKA luka LAMA

No: 1.334.03.07-2025 Disusun: M. Syarif Arbi. Emosi dimungkinkan dua pengertian yaitu: emosi dalam pengertian positif dan emosi dalam pengertian negative. Emosi positif ialah: keadaan seseorang menerima kabar yang sangat membahagiakan sekaligus membangggakan contoh ketika lulus ujian sekolah, ketika berhasil mendapatkan hal yang sangat di idam2kan, ketika selamat dari suatu musibah, ketika diterima lamaran dll. Orang yang sedang emosi positif kadang seyum, tertawa terbahak-bahak tak sedikit ada yang menangis. Dikesempatan ini, dibatasi hanya mengetengahkan “Emosi dalam pengertian negative”. Orang yang sedang emosi dalam pengertian negatif, kadang tak berpikir panjang ketika terserang emosi, lalu ybs sulit mengontrol jiwaannya, sehingga meluncurlah kata-kata yang tidak baik, tak enak didengar. Seorang sedang dilanda emosi negatif, tidak dapat mengendalikan raganya, misalnya detak jantungnya meningkat, tangan dan kaki bergerak tak terkendali, terjadilah “piring terbang”, menbanting barang2 tak jarang pula menangis, sumpah serapah, ngedumel, dll. Seseorang yang sedang emosi, tidaklah berlangsung lama, tak mungkin seseorang emosian sampai berminggu-minggu, berbulan-bulan. Emosi baik yang positif maupun yang negative timbul karena adanya kejadian tertentu yang tidak biasanya terjadi. Emosi mempengaruhi pikiran dan memunculkan tindakan2 yang tidak terkontrol. Emosi mempengaruhi jiwa dan raga, seseorang yang sedang emosi negative misalnya; berkeringat, detak jantung naik, gigi mengkeret dengan kaki dan tangan dikencangkan, kaki di hentak-hentakkan, tangan dikepalkan, dll. Pemicu seseorang menjadi emosional yang bersifat negative, sangat beragam, tergantung pada latar belakang pribadi, pengalaman masa lalu, dan keadaan saat ini. Dapat di inventarisir ada 7 penyebab seseorang emosional yaitu: 1. Luka lama terusik., 2. Kena Kritik atau Penolakan., 3. Merasakan ketidak Adilan., 4. Merasa bersalah dan malu., 5. Ketika kondisi Kesehatan Labil., 6. Kebutuhan tidak terpenuhi., 7. Lingkungan yang tidak mengenakkan. Tak mungkin semua ke 7 penyebab itu dapat disajikan dalam satu nomor artikel, sebab space tersedia yang terbatas, selain itu juga membuat sebagian pembaca kurang tertarik dengan artikel yang panjang. Oleh karena itu dalam kesempatan ini hanya kubahas penyebab “Pertama”. LUKA LAMA TERUSIK. Terulang kembali keadaan serupa yang tidak mengenakkan. Misalnya dikhianati, ditolak, diungkit masa lalu diri yang kelam. Seorang adik curhat kepada kakaknya yang dianggapnya sebagai ganti Ortu mereka yang sudah tiada. Si adik curhat; bahwa anak2nya sering melawan dirinya bila di nasihati-nya….. Lantas si kakak yang menerima curhatan itu menjawab, dengan mengungkit “luka lama”. Si kakak bilang: “kamu dulu juga sering melawan bila mendiang ortu kita menasihati, ini akibatkannya, ibarat dagang kamu sekarang menerima keuntungan, anakmu membalaskan”. ……….. Betapa emosinya si adik lantas pergi meninggalkan rumah kakaknya tanpa pamit, perwujutan emosinya berupa; berbilang bulan si adik tidak bersilaturahim kerumah kakaknya yang sudah tergolong manula itu. Kakaknya pun kapok, sesudah itu tidak mau lagi mengungkit luka lama. Kasus ini menjadi pelajaran buat kita semua, bahwa tidak semestinya anak2 melawan ORTU, berkata-kata tidak mengenakkan kepada orang tua mereka. Bila kita bersikap tidak baik kepada orang tua kita, maka pada umumnya anak2 kita nanti juga akan tidak bhakti dan membantah bila kita beri nasihat. Si kakak teringat akan hadist: Balasan orang yang durhaka kepada orang tua disegerakan di dunia sebelum kematiannya. Termuat dalam hadits Rasulullah saw.: كُلُّ الذُّنُوبِ يُؤَخِّرُ اللَّهُ مِنْهَا مَا شَاءَ إِلَّا الْبَغْيَ وَقَطِيعَةَ الرَّحِمِ يُعَجِّلُهُ اللَّهُ لِصَاحِبِهِ قَبْلَ الْمَمَاتِ “Semua dosa diakhirkan balasannya oleh Allah sesuai kehendak-Nya kecuali dosa durhaka kepada orang tua. Dia akan menyegerakan balasan tersebut kepada pelakunya di dunia sebelum kematiannya, (HR Al-Hakim). Demikian banyak perintah Allah agar anak berbuat baik kepada ayah bundanya. 1. Surat Al Baqarah ayat 83: “……….……”وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَانًا …………………..” “……….dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak, …………..” 2. Surat Al Ahqaf ayat 15: “…… وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْس “ “Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya …………” 3. Surat Al Anam ayat 151: “………….. وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا. …………….” “………… berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa…….” 4. Surat Al Isra ayat 23: وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا ۝٢٣ “Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”. 5. Surat Al Isra ayat 24: وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ “Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua (menyayangiku ketika) mendidik aku pada waktu kecil." 6. Surat Luqman ayat 14: وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu." Semoga, bagi kita yang masih mempunyai orang tua, dapat berbhakti kepada mereka dengan penuh hidmad dan hormat. Kalau ORTU sudah tiada dapat kita do’akan mereka, sesuai tuntunan agama. Mudah2an anak2 kita menjadi hamba Allah yang taqwa, menjadi anak shaleh dan shalihah, serta berbhakti kepada ORTU mereka. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 9 Juli 2025, 13 Muharram 1447H.

Monday, 7 July 2025

KETERLAJURAN berkata KASAR

No: 1.333.02.07-2025 Dirangkum: M. Syarif Arbi. Adalah wajar bila dalam hidup ini pernah ter jadi “keterlanjuran”. Setelah itu timbul perasaan kecewa atau sedih, menyesal. Dalam banyak hal keterlanjuran kita mengambil tindakan tertentu membawa dampak negatif, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Beberapa hal penting terkait penyesalan karena keterlanjuran; misalnya 1. Terlanjur mengucapkan kata2 kasar., 2. Terlanjur mengambil kepetusan tergesa-gesa., 3. Terlanjur meninggalkan seseorang. Terdapat 3 penyebab terjadinya keterlanjuran yang menimbulkan penyesalan yaitu; 1. Bertindak sebelum berpikir panjang., 2. Bertindak berdasarkan emosi dan 3. Bertindak sebelum mengumpulan informasi yang akurat. Lagi-lagi karena keterbatasan ruang tulis, di nomor ini hanya disuguhkan tentang “Keterlanjuran mengucapkan kata-kata kasar” Untuk menghindari keterlanjuran mengucapkan kata2 kasar, hendaklah sebelum berkata-kata terlebih dahulu dipikirkan. Jangan sebaliknya, berkata-kata dulu baru dipikirkan kemudian. Ketahuilah bahwa “kalimat belum terucap masih milik kita, kelimat sudah terucap sudah milik orang”. Rasulullah saw. bersabda: من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليقل خيرا او ليصمت “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah) Alqur’an Surat Qaaf ayat 18: مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ ۝١٨ Tidak ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat). Ada 6 langkah yang seyogyanya dilakukan sebelum ber-kata2. Pertama; Pertimbangkan apakah yang akan dikatakan adalah: sesuatu yang benar, sesuatu yang akan membantu diri atau orang lain, sesuatu yang bakal menginspirasi, apakah perlu untuk dikatakan dan apakah cukup sopan untuk dikatakan. Kadang ada yang kita katakan belum tentu benar, misalnya dalam memberikan saran kepada orang yang lebih tua, nasihat kepada teman sebaya, atau orang yang lebih muda. Jika diperkirakan kata2 yang diucapkan akan membantu, menginspirasi serta memang perlu untuk disampaikan, setelah dikaji dengan cermat, dilakukan atas dasar pengalaman dan perhitungan maka katakanlah dengan baik dan sopan. Misalnya dengan pembukaan “menurut hemat saya atas dasar pengalaman yang lalu-lalu ……….”. Kedua; Perlu di ketahui tujuan berkata-kata. Apakah maksud mengatakan, apa saja yang akan dikatakan, misalnya berupa saran, memberi nasihat, atau pernyataan atau melarang dll. Apa tujuan sesungguhnya, akan bertujuan untuk kebaikan, atau tujuan mencelakakan. Manusia yang baik, adalah yang berkata-kata dengan tujuan baik, karena: لِيَجْزِيَ الَّذِيْنَ اَسَاۤءُوْا بِمَا عَمِلُوْا وَيَجْزِيَ الَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا بِالْحُسْنٰىۚ . ………………..” “…………….. (Dengan demikian) Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga)”. (An-Najm ayat 31) Ketiga; Pertimbangan Waktu dan Situasi. Meskipun kata-kata yang harus disampaikan itu penting sekaligus benar, namun perlu dipertimbangkan tempat penyampaikan, waktu menyampaikannya. Tidak sedikit kejadian, perkataan yang baik, perkataan yang benar karena kurang tepat waktu dan tempat penyampaiannya membuahkan hasil yang mengecewakan, menjadi penyesalan. Keempat; Timbang rasa. Hendaklah ketika akan mengatakan sesuatu, di bayangkan kalau diri kita menerima kata2 seperti yang akan kita katakan nanti, bagaimana perasaan kita. Diri kita dengan orang lain adalah identic, bila didiri kita kata2 itu menusuk perasaan, nicaya orang lainpun demikian adanya. Kelima; Pemilihan kata dan intonasi. Bahasa Indonesia begitu banyak kata2 yang walaupun maknanya sama tetapi jika digunakan kata2 tertentu akan terasa sopan dan tidak menyinggung penerima kata2 itu. Demikian juga intonasi dalam mengatakan berpengaruh besar terhadap suasana hati dari penerima kata2. Sering terjadi kesalah pahaman karena salah pemilihan kata dan intonasi ketika berkata-kata. Keenam; Biasakan diri untuk tetap tenang. Tidak langsung berbicara, bila menghadapi suatu masalah, terutama kalau diri sedang menerima suatu kabar mendadak, sedang capek, sedang terburu-buru, apalagi sedang emosi. Tenangkanlah dulu diri, misalnya menarik napas dalam2, beristighfar dan ikhtiar lainnya agar menjadi tenang. Dengan mengetahui pertimbangan untuk berkata-kata tersebut di atas, semoga kita dapat mengendalikan lidah kita untuk hanya berkata-kata yang baik dan yang benar serta permanfaat. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 7 Juli 2025, 11 Muharram 1447H.

Friday, 4 July 2025

MARAH merasa tidak ADIL

No: 1.332.01.07-2025 Disuguhkan: M. Syarif Arbi. Sepertinya sesabar apapun setiap orang pernah marah, hanya saja ekspresi marahnya saja yang berbeda. Mungkin orang yang sabar; marahnya hanya ditunjukkan dengan perubahan wajah, lantas kemarahannya tidak dilahirkan, tersimpan di dalam hati. Dalam pada itu ada orang yang begitu marah, meletup-letup, habis marah selesai, dirinyapun puas, tinggallah orang yang menerima marahnya kadang menyimpan di dalam hati. Bagi orang taqwa terdapat peringatan Allah agar dapat “menahan Amarah” “………………. وَالۡكٰظِمِيۡنَ الۡغَيۡظَ …….” ……… orang yang menahan kemarahan ………….” (QS Ali Imran 134) Menahan bukanlah berarti tidak boleh, tergantung sebabnya. Sangat beragam penyebab marah, tergantung pada kepribadian, pengalaman, situasi, lingkungan, budaya. Boleh juga diinventarisir penyebab seseorang menjadi marah. Setidaknya ada 10 penyebab orang menjadi marah yaitu: 1. Ketidak adilan., 2. Dilecehkan,, 3. Frustasi,. 4. Dikhianati., 5. Kesalahpahaman., 6. Ketidaksabaran., 7. Merasa tidak didengarkan., 8. Kelelahan fisik atau mental., 9. Lingkungan yang tidak nyaman., 10. Pengalaman Masa lalu. Keterbatasan ruang tulis, tidak semua penyebab yang sepuluh itu dapat dipaparkan di nomor ini, diambil saja salah satu penyebab marah yaitu: Ketidakadilan. Sedangkan Ketidakadilan dapat pula dibagi menjadi: Ketidakadilan Sosial, Ketidakadilan Ekonomi, Ketidakadilan Hukum, Ketidakadilan Gender, Ketidakadilan Politik dan Ketidakadilan Rasial atau Etnis. Menyingkat tulisan, pada artikel ini hanya ditulis Ketidakadilan Sosial. Ketidakadilan Sosial, terjadi ketika distribusi sumber daya, peluang, dan hak tidak merata dalam masyarakat. Misalnya: Diskriminasi terhadap kelompok minoritas, Ketimpangan pendidikan antara daerah kota dan desa, Pelayanan kesehatan yang tidak merata. Seorang penduduk disuatu desa ngomel2 panjang lebar di sebuah rumah makan, begitu dia tau aku bersama anakku dari Jakarta, maklum disebuah desa kecil, pendatang seperti kami dengan mudah diketahui. Belasan tahun lalu aku mengantar anakku tugas dokter PTT di sebuah desa terpencil. Omelan bapak yang kebetulan sama2 makan di rumah makan itu tentang layanan kesehatan. Dikatakannya bahwa di Jakarta, bila ada orang sakit pelayanannya begitu baik, diantar mobil ambulan langsung ke depan pintu rumah sakit dan dengan segera mendapat layanan petugas kesehatan. Rupanya bapak ini sering nonton tayangan di TV, lalu dia bandingkan dengan bagaimana pelayanan Kesehatan di desanya. Disebutkan dalam marahnya bahwa Ibu2 kebelet akan melahirkan dibawa menggunakan sampan, kadang harus “merojol” dalam perahu sebelum sampai ke Bidan di Kecamatan. Lanjut omelannya; belum lagi ada orang sakit yang harus dimasukkan di karung goni, kemudian dipikul dengan gandar bambu yang ditusukkan ke karung goni ini menuju ke PUSKESMAS. “Pada hal Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. tambah bapak tersebut dengan penuh semangat. Begitulah salah satu contoh pelampiasan kemarahan, salah seorang penduduk desa yang merasa belum diperlakukan adil. Dianya rupanya sering melihat di tayangan TV, dan itu terjadinya di kota besar seumpama Jakarta. Bapak itu agaknya menyaksikan sinetron di TV, dia tidak melihat kenyataan sebenarnya, banyak juga orang di Jakarta yang sakit mendadak, harus sabar menunggu pesanan taxi, atau kadang naik Bajay menuju ke UGD. Walaupun harus diakui bahwa di kota2 besar pelayanan kesehatan relative lebih baik ketimbang di desa terpencil. Begitu luasnya wilayah negeri ini, sehingga masih luaamaa sekali baru dapat didistribusikan sumber daya, fasilitas dan peluang ke seluruh penjuru tanah air, apalagi desa-2 terpencil. Kami yang mendengar omelan itu tak sanggup berkomentar apapun. Tidak pula kami jelaskan keadaan yang sebenarnya terjadi di Jakarta. Kami sadar, kami sebagai orang baru di desa itu, reaksi kami; hanya sesekali manganggukkan kepala saja. Besar kemungkinan, bapak yang marah2 itu sudah mengetahui bahwa anak saya adalah dokter PTT di desa mereka, dokter baru di Puskesmas Kecamatan. Ybs merasa kami adalah alamat yang tepat untuk menumpahkan amarahnya atas ketidakadilan yang dirasakannya. Boleh jadi dianya pernah menyaksikan atau mengalami sanak saudaranya yang dibawa sampan untuk melahirkan atau dibawa dengan karung goni seperti diceritakan di atas. Berbekal dengan sikap harus diambil terhadap orang sedang marah, kami memilih, menunjukkan empati, dengan tanpa menyela apa yang dia sampaikan. Sehabis bapak itu menyampai uneg2nya kami alihkan pembicaraan, dengan mengajak berkenalan, menanyakan alamat tempat tinggal ybs. dan pembicaraan ringan lainnya. Suasana selanjutnya menjadi dingin, bahkan ybs mempersilahkan berkunjung ke rumahnya yang rupanya tak terlalu jauh dari rumah makan tersebut. Memang manusia bila mengalami/melihat ketidakadilan, adalah wajar kecewa, bagi yang sanggup melampiaskan kekecewaan itu terekspresi menjadi “marah”. Masalahnya agar isi marah itu efektif, untuk merubah keadaan ketidakadilan itu, alamat marah ditujukan haruslah tepat. Bapak dalam cerita ini, tak tau kemana marahnya paling tepat dialamatkan, yang ditemuinya adalah seorang dokter baru yang akan tugas di desanya, ketemu di rumah makan. Semoga keadilan sosial di negeri ini semakin hari semakin baik, sehingga terwujud “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 4 Juli 2025, 8 Muharram 1447H.