Kuambil
terminologi mudik, adalah pulang kampung. Orang pulang kampung ada beberapa
sebab, misalnya sudah jemu di rantau orang, atau sudah selesai masa bhakti di tempat
orang. Belakangan ini mudik umumnya adalah pada saat lebaran. Mudik di dunia
ini dapat direncanakan sebelumnya. Kini untuk mudik, contoh, mudik dengan
menggunakan Kereta Api dapat dipesan 3 bulan sebelumnya. Adapun mudik dalam
arti pulang ke akhirat, tidak direncanakan, tidak seorangpun tau kapan harus
mudik tersebut. Walau sebetulnya begitu orang dilahirkan, sekaligus sudah dibekali
tiket untuk mudik lengkap dengan tanggal hari dan jam serta dimana
berangkatnya, sayangnya kita tidak diberi tau. Pernah kutulis dalam artikel blogspot
“NIKMAT TAK TAU MAUT” antara lain;
“Andaikan kita manusia diberitahukan berapa lama lagi usia kita persisnya akan
habis, maka beberapa kenikmatan yang bisa kita nikmati niscaya sudah akan tidak
terasa nikmat lagi. Bagi orang yang ahli ibadah mungkin akan terus menerus
ibadah, mohon ampun dan tak beranjak dari tempat ibadah, usaha sekedarnya saja
tidak semangat. Apa jadinya dunia ini perekonomian tidak berkembang, teknologi
tak akan maju, ilmu pengetahuan lainnya akan statis. Dunia akan dipenuhi orang
tak semangat”.
Karena mudik di
dunia direncakan, maka kedatangan ke kampung halaman dapat diatur untuk di jemput
ke bandara atau ke stasiun atau ke terminal, oleh keluarga yang ada di kampung.
Misalnya tidak adapun keluarga yang menjemput, tentu dapat menggunakan moda
transportasi di kota tujuan. Jikapun umpamanya karena begitu lama tidak pulang
kampung sehingga banyak jalan dan bangunan yang sudah tidak dikenal, masih
dimungkinkan untuk bertanya dan bertanya kepada orang lain dalam perjalanan
menuju ke lokasi alamat yang dituju.
Sedangkan pulang mudik ke akhirat, tidak akan ada tempat bertanya di alam sana,
yang akan memberikan kawalan kita dalam perjalanan hanyalah amalan kita selama
hidup di dunia.
Selama tinggal
di kampung beberapa hari tersebut, tentu kita akan mengeluarkan pembiayaan
untuk makan dan minum, dengan bekal yang dibawa dari rantau. Misalnya
perbekalan kita tidak cukup, masih ada harapan dapat bantuan dari keluarga yang
sudah lama tak jumpa tersebut. Mungkin juga biaya konsumsi dan penginapan
gratis karena menjadi tamu sanak keluarga. Sedangkan mudik ke akhirat, tidak
ada sanak keluarga yang mungkin memberikan bantuan. Hanya kuasa Allah saja yang
akan memberikan bantuan untuk kita. Bantuan Allah tersebut jika kita mempunyai
bekal amal baik yang banyak.
Mudik pulang
kampung kebanyakan orang yang sudah mapan di rantau, akan segera kembali ke
tempat dia mencari nafkah, sedangkan mudik ke akhirat, belum pernah ada yang
kembali ke tempat asal, kekal selamanya. Semula begitu anda mudik ke akhirat, masih
diingat oleh karib kerabat, handai dan taulan, terutama keluarga dekat. Ada
sebagian kelompok membuat peringatan atas mudiknya ke akhirat salah seorang
anggota keluarganya. Peringatan dimulai 3 hari, 7 hari, 40 hari dan ditutup
1000 hari, bahkan ada yang membuat peringatan tiap tahun sekali, sambil
mendo’akan.
Tetapi generasi berganti
terus menerus, generasi yang membuat peringatan itupun juga akan mudik juga ke akhirat
dan akhirnya tidak ada lagi generasi yang mengingat kepergian mudik kita ke
akhirat dan mendo’akan. Tinggallah kita menungu pengadilan Allah yang maha
adil, timbangan kebaikan dan keburukan kita dilaksanakan tanpa ada kecurangan
semilipun.
Setelah itu
diperhitungkan pula kezaliman kita kepada sesama manusia, sebab kezaliman
kepada manusia dapat dikelompokkan dua bentuk yaitu: Pertama kezaliman atas hak
dan harta, kedua kezaliman atas kehormatan dan harga diri. Kezaliman-kezaliman
tersebut jika belum terselesaikan di dunia dengan penghalalan dan pengikhlasan,
maka di hari perhitungan nanti, volume kebaikan yang kita bawa akan di barter
dengan keburukan orang yang kita zalimi. Adalah sangat mungkin bila banyak
pihak yang terzalimi oleh anda, maka kebaikan anda habis dan keburukan orang
lain yang masuk ke timbangan keburukan anda. Sehingga anda mempunyai timbangan
keburukan yang berlimpah.
Kezaliman berupa
hak dan harta, bila hendak diselesaikan di dunia, dengan jalan mengembalikan
hak orang yang dizalimi atau membayar/melunasi harta/hutang kepada pihak yang
dizalimi. Sedangkan kezaliman berbentuk kehormatan dan harga diri, untuk
mendapatkan penyelesaian di dunia adalah dengan mohon maaf dan meminta
keikhlasan/keredhaan yang bersangkutan.
Adalah sangat baik,
dalam kesempatan hari raya Idul Fitri kita yang sudah mendapat pengampunan dosa
dari Allah swt melalui puasa dan serangkaian ibadah selama Ramadhan, juga memohon
maaf lahir dan bathin, meminta keikhlasan dan keredhaan terhadap handai taulan,
karib kerabat yang mungkin pernah terzalimi selama ini.
Sungguh
penyelesaian persoalan sesama manusia, adalah Allah menyerahkan penyelesaiannya
kepada manusia pula. Sedangkan persoalan dosa kepada Allah, ketahuilah Allah
maha pengampun.
Sebenarnya,
potensi kealpaan atau kezaliman dilakukan oleh sembarang orang, adalah dengan
komunitas yang akrab dengan dirinya. Misalnya rekan seprofesi, rekan sekantor,
mitra bisnis yang sering berinteraksi, jiran tetangga, jamaah masjid. Sedangkan
potensi kezaliman dengan komunitas keluarga seketurunan di lain kota misalnya,
adalah sangat kecil, sepanjang jarang berinteraksi. Kalaulah pernah
zalim-menzalimi adalah semasa hidup bersama di kampung halaman.
Tetapi tetap
saja ada sebagian komunitas keluarga besar atau paguyuban lantas
menyelenggarakan pertemuan silaturahim setahun sekali, di kampung halaman atau
di gedung pertemuan. Itulah yang dilaksanakan oleh keluarga se nenek dari istriku.
Dilaksanakan berpindah-pindah dari kota-kekota tergantung rumpun yang kegiliran
sebagai tuan rumah. Mereka terbagi dalam
7 rumpun yang ditandai garis keturunan pertama dari mBah yang dijadikan figure
pemersatu tersebut. Ibu-ibu yang dijadikan patokan rumpun tersebut mempunyai
sederetan anak dan cucu serta cicit, sehingga jumlah mereka sudah mencapai
ratusan orang. Rumpun yang kegiliran di Idul Fitri tahun 1436 H, kebetulan kini
berdomisili di Solo, oleh karena itulah pertemuan kali ini dilaksanakan di
Perumahan Omega Klegen, Colomadu Solo. Cukup besar pengorbanan dari anak, cucu
dan cicit untuk berkumpul di lokasi tersebut. Mereka dari Jakarta, dari
Yogyakarta, dari Tuban, dari Gresik, dari Surabaya, bahkan ada yang dari Bali. Namun terlihat
tanpa ada keluhan dan kesulitan, meski untuk berkumpul tersebut mereka harus merogoh
kocek cukup dalam. Salah satu hikmah dari pertemuan silaturahim ini, barang
kali adalah dieratkan kembali keluarga serumpun dan berdampak dapat memudahkan
komunikasi dan informasi yang bermuara kepada terbukanya jalan-jalan
mendapatkan rezeki.
Tahun depan
giliran pertemuan adalah rumpun keluarga yang kini masih berdomisili di tanah
asal kelompok ini yaitu Jatirogo Tuban Jawa Timur. Namun berpotensi diadakan di
tempat lain, karena keturunan rumpun ini, ada yang tinggal di Yogyakarta,
Surabaya, Gresik, Solo dan Jakarta.
Untuk mudik di
dunia ini, seperti misalnya mudik dalam memenuhi undangan silaturahim paguyuban
senenek buyut seperti contoh di atas, jika kebetulan tidak punya uang, dapat
berikhtiar, ngutang atau pinjam atau jual benda berharga yang dipunyai, tetapi kalau undangan mudik ke kampung akhirat
jika tidak membawa bekal amal, tidak
mungkin untuk meminjam atau mengutang kepada siapapun. Undangan mudik di dunia
ini, diberitahukan direncanakan sebelumnya berbulan-bulan tetapi undangan mudik
ke kampung akhirat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.