Wednesday 22 July 2015

MUDIK di dunia VS MUDIK ke akhirat



Kuambil terminologi mudik, adalah pulang kampung. Orang pulang kampung ada beberapa sebab, misalnya sudah jemu di rantau orang, atau sudah selesai masa bhakti di tempat orang. Belakangan ini mudik umumnya adalah pada saat lebaran. Mudik di dunia ini dapat direncanakan sebelumnya. Kini untuk mudik, contoh, mudik dengan menggunakan Kereta Api dapat dipesan 3 bulan sebelumnya. Adapun mudik dalam arti pulang ke akhirat, tidak direncanakan, tidak seorangpun tau kapan harus mudik tersebut. Walau sebetulnya begitu orang dilahirkan, sekaligus sudah dibekali tiket untuk mudik lengkap dengan tanggal hari dan jam serta dimana berangkatnya, sayangnya kita tidak diberi tau. Pernah kutulis dalam artikel blogspot “NIKMAT TAK TAU  MAUT” antara lain; “Andaikan kita manusia diberitahukan berapa lama lagi usia kita persisnya akan habis, maka beberapa kenikmatan yang bisa kita nikmati niscaya sudah akan tidak terasa nikmat lagi. Bagi orang yang ahli ibadah mungkin akan terus menerus ibadah, mohon ampun dan tak beranjak dari tempat ibadah, usaha sekedarnya saja tidak semangat. Apa jadinya dunia ini perekonomian tidak berkembang, teknologi tak akan maju, ilmu pengetahuan lainnya akan statis. Dunia akan dipenuhi orang tak semangat”.
Karena mudik di dunia direncakan, maka kedatangan ke kampung halaman dapat diatur untuk di jemput ke bandara atau ke stasiun atau ke terminal, oleh keluarga yang ada di kampung. Misalnya tidak adapun keluarga yang menjemput, tentu dapat menggunakan moda transportasi di kota tujuan. Jikapun umpamanya karena begitu lama tidak pulang kampung sehingga banyak jalan dan bangunan yang sudah tidak dikenal, masih dimungkinkan untuk bertanya dan bertanya kepada orang lain dalam perjalanan menuju ke lokasi alamat  yang dituju. Sedangkan pulang mudik ke akhirat, tidak akan ada tempat bertanya di alam sana, yang akan memberikan kawalan kita dalam perjalanan hanyalah amalan kita selama hidup di dunia.
Selama tinggal di kampung beberapa hari tersebut, tentu kita akan mengeluarkan pembiayaan untuk makan dan minum, dengan bekal yang dibawa dari rantau. Misalnya perbekalan kita tidak cukup, masih ada harapan dapat bantuan dari keluarga yang sudah lama tak jumpa tersebut. Mungkin juga biaya konsumsi dan penginapan gratis karena menjadi tamu sanak keluarga. Sedangkan mudik ke akhirat, tidak ada sanak keluarga yang mungkin memberikan bantuan. Hanya kuasa Allah saja yang akan memberikan bantuan untuk kita. Bantuan Allah tersebut jika kita mempunyai bekal amal baik yang banyak.
Mudik pulang kampung kebanyakan orang yang sudah mapan di rantau, akan segera kembali ke tempat dia mencari nafkah, sedangkan mudik ke akhirat, belum pernah ada yang kembali ke tempat asal, kekal selamanya. Semula begitu anda mudik ke akhirat, masih diingat oleh karib kerabat, handai dan taulan, terutama keluarga dekat. Ada sebagian kelompok membuat peringatan atas mudiknya ke akhirat salah seorang anggota keluarganya. Peringatan dimulai 3 hari, 7 hari, 40 hari dan ditutup 1000 hari, bahkan ada yang membuat peringatan tiap tahun sekali, sambil mendo’akan.
Tetapi generasi berganti terus menerus, generasi yang membuat peringatan itupun juga akan mudik juga ke akhirat dan akhirnya tidak ada lagi generasi yang mengingat kepergian mudik kita ke akhirat dan mendo’akan. Tinggallah kita menungu pengadilan Allah yang maha adil, timbangan kebaikan dan keburukan kita dilaksanakan tanpa ada kecurangan semilipun.
Setelah itu diperhitungkan pula kezaliman kita kepada sesama manusia, sebab kezaliman kepada manusia dapat dikelompokkan dua bentuk yaitu: Pertama kezaliman atas hak dan harta, kedua kezaliman atas kehormatan dan harga diri. Kezaliman-kezaliman tersebut jika belum terselesaikan di dunia dengan penghalalan dan pengikhlasan, maka di hari perhitungan nanti, volume kebaikan yang kita bawa akan di barter dengan keburukan orang yang kita zalimi. Adalah sangat mungkin bila banyak pihak yang terzalimi oleh anda, maka kebaikan anda habis dan keburukan orang lain yang masuk ke timbangan keburukan anda. Sehingga anda mempunyai timbangan keburukan yang berlimpah.
Kezaliman berupa hak dan harta, bila hendak diselesaikan di dunia, dengan jalan mengembalikan hak orang yang dizalimi atau membayar/melunasi harta/hutang kepada pihak yang dizalimi. Sedangkan kezaliman berbentuk kehormatan dan harga diri, untuk mendapatkan penyelesaian di dunia adalah dengan mohon maaf dan meminta keikhlasan/keredhaan yang bersangkutan.
Adalah sangat baik, dalam kesempatan hari raya Idul Fitri kita yang sudah mendapat pengampunan dosa dari Allah swt melalui puasa dan serangkaian ibadah selama Ramadhan, juga memohon maaf lahir dan bathin, meminta keikhlasan dan keredhaan terhadap handai taulan, karib kerabat yang mungkin pernah terzalimi selama ini.
Sungguh penyelesaian persoalan sesama manusia, adalah Allah menyerahkan penyelesaiannya kepada manusia pula. Sedangkan persoalan dosa kepada Allah, ketahuilah Allah maha pengampun.
Sebenarnya, potensi kealpaan atau kezaliman dilakukan oleh sembarang orang, adalah dengan komunitas yang akrab dengan dirinya. Misalnya rekan seprofesi, rekan sekantor, mitra bisnis yang sering berinteraksi, jiran tetangga, jamaah masjid. Sedangkan potensi kezaliman dengan komunitas keluarga seketurunan di lain kota misalnya, adalah sangat kecil, sepanjang jarang berinteraksi. Kalaulah pernah zalim-menzalimi adalah semasa hidup bersama di kampung halaman.
Tetapi tetap saja ada sebagian komunitas keluarga besar atau paguyuban lantas menyelenggarakan pertemuan silaturahim setahun sekali, di kampung halaman atau di gedung pertemuan. Itulah yang dilaksanakan oleh keluarga se nenek dari istriku. Dilaksanakan berpindah-pindah dari kota-kekota tergantung rumpun yang kegiliran sebagai tuan rumah.  Mereka terbagi dalam 7 rumpun yang ditandai garis keturunan pertama dari mBah yang dijadikan figure pemersatu tersebut. Ibu-ibu yang dijadikan patokan rumpun tersebut mempunyai sederetan anak dan cucu serta cicit, sehingga jumlah mereka sudah mencapai ratusan orang. Rumpun yang kegiliran di Idul Fitri tahun 1436 H, kebetulan kini berdomisili di Solo, oleh karena itulah pertemuan kali ini dilaksanakan di Perumahan Omega Klegen, Colomadu Solo. Cukup besar pengorbanan dari anak, cucu dan cicit untuk berkumpul di lokasi tersebut. Mereka dari Jakarta, dari Yogyakarta, dari Tuban, dari Gresik, dari Surabaya,  bahkan ada yang dari Bali. Namun terlihat tanpa ada keluhan dan kesulitan, meski untuk berkumpul tersebut mereka harus merogoh kocek cukup dalam. Salah satu hikmah dari pertemuan silaturahim ini, barang kali adalah dieratkan kembali keluarga serumpun dan berdampak dapat memudahkan komunikasi dan informasi yang bermuara kepada terbukanya jalan-jalan mendapatkan rezeki.
Tahun depan giliran pertemuan adalah rumpun keluarga yang kini masih berdomisili di tanah asal kelompok ini yaitu Jatirogo Tuban Jawa Timur. Namun berpotensi diadakan di tempat lain, karena keturunan rumpun ini, ada yang tinggal di Yogyakarta, Surabaya, Gresik, Solo dan Jakarta.
Untuk mudik di dunia ini, seperti misalnya mudik dalam memenuhi undangan silaturahim paguyuban senenek buyut seperti contoh di atas, jika kebetulan tidak punya uang, dapat berikhtiar, ngutang atau pinjam atau jual benda berharga yang dipunyai,  tetapi kalau undangan mudik ke kampung akhirat jika  tidak membawa bekal amal, tidak mungkin untuk meminjam atau mengutang kepada siapapun. Undangan mudik di dunia ini, diberitahukan direncanakan sebelumnya berbulan-bulan tetapi undangan mudik ke kampung akhirat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

No comments:

Post a Comment