Sunday 26 July 2015

MAKAN MALAM di RUMAH SIAPA



 “Omah Sinten” adalah sebuah restoran di kota Solo, cukup terkenal tak heran bila banyak orang menyarankan untuk mampir ke restoran yang berlokasi di jantung kota Solo itu.
Kami dan istri berkesepatan mampir malam hari seusai pertemuan silaturahmi keluarga di Solo 3 Syawal 1436H/ 19 Juli 2015 lalu. Bicara soal “Omah Sinten”, jika dialih bahasakan ke bahasa nasional “Rumah siapa”. Anak kami yang lama sekolah di Yogya bilang “Kayaknya gramernya salah, sebab “Sinten” bahasa halus, gandengannya harusnya bahasa yang setara pula jadi “omah” harusnya “Griyo”  jadi mestinya tersusun nama restoran “Griyo Sinten”. Kalau juga mau pakai “Omah” seharusnya “Omah Sopo”. Tapi ndak soal apalah arti sebuah nama, yang penting restoran itu laris, lokasi di depan berseberangan jalan dengan “Mangkunegaran”. Untuk cari tempat parkir saja cukup perjuangan. Dapat parkir harus bayar dulu Rp 5 ribu, eee pulangnya jurkir minta lagi Rp 5 ribu. Ngak apa-apalah rezeki setahun sekali. Karena dari namanya tersebut dalam bahasa nasional “Rumah siapa” maka kamipun tidak menanyakan pemilik restoran tersebut siapa, yang penting kami ingin bersantai sambil menghabiskan sisa waktu semalam di Solo, sebab esok pagi sudah pulang Ke Jakarta.
Menu yang disajikan umum-umum saja, ada minuman yang ingin kumencoba “Wedang UWUH”, semacam ramuan yang menghasilkan minuman berwarna merah. Kuteringat kampung halamanku di Kalimantan Barat, ada semacam minuman yang juga menghasilkan warna merah, diramu dari kulit kayu dalam bahasa daerah kami pohon “Sepang”. Minuman ini oleh budaya daerah kami, dipergunakan untuk minuman penutup. Artinya para tetamu mengerti, bila tuan rumah sudah mengeluarkan minuman ini, tidak bakal ada lagi hidangan keluar, jadi sebagai kode kalau perjamuan telah berakhir dan majelis sebentar lagi bubar.
“Wudang Uwuh” disajikan dengan lampiran Gula Batu, menurut pengamatanku di dalam gelas terdapat serutan kulit kayu (kuduga mungkin sepang daerah kami), daun, tapi bukan daun salam sejenis rempah rempah  dan jelas ada Jahe.
Setelah makan malam yang cukup santai diiringi tembang-tembang jawa yang dilantunkan oleh ahlinya berpakaian daerah setempat, sambil menabuh alat music tradisional. Kami dijinkan mengabadikan keberadaan kami di restoran tersebut sampai diperkenankan masuk ke dalam dan pelayan restoran bersedia mengabadikan kami dengan kamera, lumayan untuk kenangan.

No comments:

Post a Comment