“Omah Sinten” adalah sebuah restoran di kota
Solo, cukup terkenal tak heran bila banyak orang menyarankan untuk mampir ke
restoran yang berlokasi di jantung kota Solo itu.
Kami
dan istri berkesepatan mampir malam hari seusai pertemuan silaturahmi keluarga
di Solo 3 Syawal 1436H/ 19 Juli 2015 lalu. Bicara soal “Omah Sinten”, jika
dialih bahasakan ke bahasa nasional “Rumah siapa”. Anak kami yang lama sekolah
di Yogya bilang “Kayaknya gramernya salah, sebab “Sinten” bahasa halus,
gandengannya harusnya bahasa yang setara pula jadi “omah” harusnya “Griyo” jadi mestinya tersusun nama restoran “Griyo
Sinten”. Kalau juga mau pakai “Omah” seharusnya “Omah Sopo”. Tapi ndak soal
apalah arti sebuah nama, yang penting restoran itu laris, lokasi di depan
berseberangan jalan dengan “Mangkunegaran”. Untuk cari tempat parkir saja cukup
perjuangan. Dapat parkir harus bayar dulu Rp 5 ribu, eee pulangnya jurkir minta
lagi Rp 5 ribu. Ngak apa-apalah rezeki setahun sekali. Karena dari namanya
tersebut dalam bahasa nasional “Rumah siapa” maka kamipun tidak menanyakan
pemilik restoran tersebut siapa, yang penting kami ingin bersantai sambil
menghabiskan sisa waktu semalam di Solo, sebab esok pagi sudah pulang Ke
Jakarta.
Menu
yang disajikan umum-umum saja, ada minuman yang ingin kumencoba “Wedang UWUH”,
semacam ramuan yang menghasilkan minuman berwarna merah. Kuteringat kampung
halamanku di Kalimantan Barat, ada semacam minuman yang juga menghasilkan warna
merah, diramu dari kulit kayu dalam bahasa daerah kami pohon “Sepang”. Minuman
ini oleh budaya daerah kami, dipergunakan untuk minuman penutup. Artinya para
tetamu mengerti, bila tuan rumah sudah mengeluarkan minuman ini, tidak bakal
ada lagi hidangan keluar, jadi sebagai kode kalau perjamuan telah berakhir dan
majelis sebentar lagi bubar.
“Wudang
Uwuh” disajikan dengan lampiran Gula Batu, menurut pengamatanku di dalam gelas
terdapat serutan kulit kayu (kuduga mungkin sepang daerah kami), daun, tapi
bukan daun salam sejenis rempah rempah
dan jelas ada Jahe.
Setelah
makan malam yang cukup santai diiringi tembang-tembang jawa yang dilantunkan
oleh ahlinya berpakaian daerah setempat, sambil menabuh alat music tradisional.
Kami dijinkan mengabadikan keberadaan kami di restoran tersebut sampai
diperkenankan masuk ke dalam dan pelayan restoran bersedia mengabadikan kami
dengan kamera, lumayan untuk kenangan.
No comments:
Post a Comment