Monday 30 December 2013

TUAN RUMAH “WELCOME”



Sebagai orang Indonesia dari provinsi manapun asalnya pasti hubungan kekeluargaan dan famili  sangat memegang peran, begitu pula hubungan silaturahim antar sesama. Setiap kita punya teman akrab di setiap kelompok di mana kita berada. Ada teman akrab selama di kampung berupa jiran tetangga. Ada teman akrab selama masih sekolah di SR/SD, sekolah di SMP dan SMA sampai ke perguruan tinggi. Hubungan keakraban itu kadang dapat bersambung berkesinambungan sampai tua, tak jarang terikat lagi dalam hubungan pernikahan dan lain sebagainya.
Hal yang saya ungkap ditulisan ini, sering dialami banyak orang dalam kaitan hubungan kekeluargaan, hubungan persahabatan tersebut. Sahabat atau keluarga kadang kini terpisah oleh kota, bahkan oleh negara. Namanya sahabat namanya kerabat, ada beberapa kemungkinan terjadi:
1.       Kadang ada satu pihak katakanlah “si A” merasa persahabatan itu masih ada adanya, sehingga ingin ketemu kepada sahabatnya misalnya “si B” sementara pihak “B” juga merasakan hal yang sama. Dalam ini pertemuan sangat meriah. Apalagi sudah puluhan tahun tidak ketemu, sepertinya cerita lama terputar kembali dan tak habis-habisnya. Biasanya berlanjut dengan tukar menukar nomor HP dan terus sesekali  berkomunikasi.
2.     Dapat juga terjadi antara si “A” dan si “B”, hanya si “A” yang masih merasa berteman, masih merasa akrab. Pertemuan kalau juga berlangsung, keadaannya tidak meriah, hambar, tandanya percakapan/obrolan berat sebelah, stater bahan omongan hanya dari si “A”. Kalau pertemuan itu dirumah si “B”, tuan rumah sesekali melihat ke pintu, sekali-sekali melirik jam. Duduk si tuan rumah gelisah dan sebenarnya dapat dibaca dari bahasa tubuhnya, bahwa dianya tidak ikhlas menerima tamu, teman lama itu. Kalau anda kebetulan jadi si “A” sebaiknya cepat-cepat pamit, inilah disebut “tuan rumah yang tidak welcome” kata anak sekarang.
3.     Pertemuan ini kadang juga dapat berlangsung dibingkai dalam reuni di suatu tempat, sekelompok kawan lama misalnya pernah satu sekolah, pernah setempat pekerjaan. Dalam pertemuan sesekolahpun, kalau panitia tidak pandai-pandai meracik acara, peserta akan mengelompok dalam strata, mengelompok dalam status sosial, mengelompok dalam tingkat ekonomi mereka sekarang. Banyak kelompok yang saya ikuti reuninya, pada reuni teman pernah setempat pekerjaan, kadang nampak sekat antara yang dulu pernah jadi atasan dan jadi bawahan. Mereka akan mengelompok dalam selevel. Sulit sekali berbaur, sebab masing-masing masih merasa seperti di kantor dulu, mereka lupa bahwa sekarang status sudah sama-sama swasta. Tidak mustahil setelah sama-sama swasta justru yang tadinya bawahan punya kelebihan kesuksesan dari yang semula jadi atasan.
Persoalan tuan rumah yang tidak “welcome” tersebut bukan saja pada kasus contoh kedua di atas. Tapi giliran ini bukan teman lama, teman yang baru dikenal belakangan, katakanlah baru beberapa tahun terakhir ini. Bila dianya bertamu ke rumah kita, dianya sanggup ngobrol yang panjang. Ketika giliran kita berkunjung ke rumahnya dari bahasa tubuhnya dianya ingin segera kita pulang.
Faktor penyebabnya macam-macam, diantaranya tuan rumah tidak welcome ini, keadaan rumahnya kurang nyaman, misalnya ruang tamunya kecil dari rumah ukurannya kecil. Namun sebenarnya ini bukan alasan pokok, ada juga orang yang rumahnya kecil, ruang tamu sekaligus jadi tempat tidur kalau malam, tapi si tuan rumah walau menerima tamu dengan hanya menggelar tikar karena tidak punya kursi tamu, namun yang bersangkutan menerima dengan sangat ramah, tamu yang berkunjung ke rumahnya. Tuan rumah ini sangat welcome. Tidak ada yang disuguhkan si tuan rumah, hanya segelas air bening, tapi dengan penuh kebersahajaan dan ikhlas.
Bagi anda dengan keluarga besar, punya beberapa saudara ibu dan beberapa orang saudara bapak, sehingga banyak om dan banyak tante dan banyak sepupu. Akan dapat merasakan sendiri di rumah om yang mana nyaman kalau berkunjung, di rumah tante yang mana enak untuk bersilaturahim. Di rumah saudara sepupu yang mana kalau berkunjung dari lain kota enak rasanya buat menginap. Ukurannya bukan dari luasnya rumah, luxnya rumah dan kamar-kamar. Ukurannya bukan pada enak dan banyaknya makanan yang disuguhkan. Tapi ukurannya adalah dari perasaan, kadang kita justru lebih nyaman berkunjung ke rumah suadara yang tidak seberapa kaya, enak berkunjung dan nginap di rumah om dan tante tertentu walau tidak begitu besar rumahnya atau kaya orangnya. Itulah masalah perasaan yang susah untuk didefinisikan, tapi dapat dialami setiap orang.
Perilaku yang tidak welcome itu, sebenarnya dapat dikoreksi dengan introspeksi diri, mengubah perilaku. Walaupun kalau sudah terlanjur mendapat “cap” tidak welcome sudah sulit, namun bukannya sesuatu yang tidak dapat diusahakan. Bagi sahabat-sahabat, bagi om atau tante yang keluarganya tidak respek terhadap anda, masih ada waktu mengubah diri.
Agamaku mengajarkan kepada tuan rumah, banyak sekali panduan dan acuannya namun kupetikkan salah satu hadits berikut.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)
Adapun untuk pihak yang bertamu, juga agamaku memberikan panduan adab bertamu antara lain:
1.     Pilih waktu yang tepat, jangan sampai kehadiran anda merepotkan tuan rumah, mengganggu istirahat.
2.     Beritahukan rencana kedatangan anda ingin bertamu, jangan mendadak, kecuali sangat mendesak. Tetapi minimal ketika hendak masuk rumah harus mengucapkan salam. Kalau sudah tiga kali mengucapkan salam tidak ada jawaban urungkan pertamuan.
3.     Hendaklah si tamu menyebutkan keperluan bertamu.
4.     Bersegeralah pamit, jika urusan sudah selesai.
5.     Kalau nginap ditempat keluarga atau sahabat, usahakan tidak lebih dati tiga hari.

         

No comments:

Post a Comment