Monday 17 December 2012

OMZET

Omzet Surat kabar
Oplag (oplah), yaitu berapa jumlah exemplar yang harus diterbitkan setiap kali terbit. Untuk menentukan jumlah oplah perdana, bagi surat kabar yang baru terbit  dengan perkiraan jumlah pembaca sesuai dengan isi sasaran koran, akan memenuhi minat pembaca strata/kelompok tertentu. Selanjutnya setelah surat kabar tersebut berjalan mapan, perkiraan jumlah terbit sudah lebih mudah ditetapkan, berdasarkan daya serap pasar. Oplah sangat penting untuk kelangsungan hidup surat kabar yang bersangkutan guna penyusunan segala macam anggaran termasuk jumlah karyawan untuk mendukung  terselenggaranya penerbitan.
Era tujuhpuluhan diri ini pernah gabung di persuratkabaran. Alamat redaksi kami di bilangan K.H. Hasyim Asyari menuju Grogol. Di dalam suatu rapat para redaktur, membicarakan oplah, salah seorang kemukakan bahwa “surat kabar kita berharga mahal”, sehingga sulit untuk menaikkan oplah. Pernyataan berkonotasi keluhan teman saya itu dijawab Pemimpin Redaksi dengan menunjukkan sebuah lukisan air terjun yang di pajang di ruang rapat. Ditanyakan kepada beberapa orang diantara kami, berani membeli berapa andaikan lukisan itu dijual. Berbagai harga yang muncul dari redaktur yang ditanya seperti lelang saja suasananya. Pemimpin redaksi kemudian mengatakan bahwa harga yang disebutkan beberapa kolega saya itu merupakan wujud dari kurang memahami nilai lukisan tersebut. Seseorang yang mengerti nilai lukisan itu tinggi, akan bersedia membayar berapapun lukisan itu asal dapat mengoleksinya. Begitu selanjutnya ujar pemred kami, penilaian orang terhadap bobot surat kabar kami itu, mereka akan berani membayar tinggi walau halamannya tidak sebanyak surat kabar lain, sebab mereka perlu membaca isinya yang berbobot. Hebat juga pikir saya dalam hati, percaya diri Bos redaksi kami yang rambutnya sudah putih hampir 100% itu. Koran  tempat saya pernah bekerja antara lain bersama Bpk Abdurachman Saleh (mantan JAGUNG) itu kemudian dibredel pemerintah kala itu, tahun 1974. Syukur saya sudah alih profesi semester dua tahun tujuhtiga. Di profesi yang baru beda lagi standar menilai suatu benda harus dinilai atas dasar: “Marketability”, “Ascertainability of value”, “Stability of value” dan “Transferability “. Jelas bahwa lukisan tersebut tidak memenuhi syarat mudah dijual, harganya tidak pasti terbukti dalam satu ruangan saja berbeda ekstrim memberi harga, kestabilan harga tidak ada, tergantung selera peminat, mungkin satu satunya memenuhi syarat perihal lukisan gampang memindah tangankannya.
Kembali menyoal omzet atau oplah, jadi tidak cukup menyandarkan pada atas “PD” bahwa produk awak paling unggul, tetapi harus realistis dan berorentasi pada konsumen. Analog dengan itu berbagai produk barang, jasa dan ide yang dipasarkan ke tengah konsumen, besarnya omzet dapat diprediksi. Perlu diketahui ada produk tertentu besaran omzet demikian cepat sampai ke titik jenuh seperti antara lain sebagai berikut ini.

Omzet Tukang bubur
Seorang tukang bubur dengan posisioning menyiapkan sarapan pagi bagi sejumlah orang di lingkungan tertentu, juga punya omzet yang terencana dengan baik. Dari omzet itu dapat dipersiapkan berapa kilogram beras bahan bubur setiap hari harus dimasak berikut lauk pauk dan asesorisnya. Bila kelebihan memasak bubur di suatu hari tertentu, akan  merugi sebab bubur bersisa. Sebaliknya kalau memasak bubur kurang dari omzet pada hari tertentu juga akan membuat pelanggan kecewa, secara jangka panjang akan mengurangi pelanggan setia. Tukang bubur di suatu universitas, sekitar pukul sepuluhan persediaan buburnya sudah habis. Pernah saya tanyakan kenapa tidak menyediakan lebih,  agar pelanggan setelah pukul sepuluh masih dapat dilayani. Rupanya telah dicoba, bila disediakan lebih akan merugi, karena di atas pukul sepuluh memang ada satu dua orang yang ingin makan bubur, tapi frekwensinya jarang dan tidak banyak. Menjelang siang orang cenderung menuju makan siang, bukan lagi dengan menu bubur. Ada juga mahasiswa yang mengatur strategi makan pagi pukul sebelasan, tapi biasanya bukan bubur langsung nasi biasa. Mahasiswa begini biasanya malas buka dompet tiga kali buat makan. Jadi sarapan pagi dijamak ta’hir, kemudian tinggal disambung makan malam, maklum kiriman ortu terbatas. Jika ingin meningkatkan omzet harus membuka out let baru, buka lokasi baru untuk berjualan bubur. Sayangnya di sebagian tempat sudah ada tukang bubur, bahkan ada pula tukang bubur keliling.  Dalam persaingan ini, untuk menjadi pemenang harus memiliki cita rasa khusus yang enak, tidak sama dengan bubur-bubur lain. Harus memberikan pelayanan yang baik diikuti dijamin kebersihan dan kenyamanan suasana menyantapnya. Saya punya tetangga di Jakarta pusat, buka kios bubur di Jakarta selatan jauhnya berpuluh kilometer dari rumahnya. Untuk pergi  dan pulang dari/ke  lokasi yang bersangkutan harus mengangkut bubur dan perabotnya dengan mobil. Jualan bubur di lokasi itupun tidak  pula dapat setiap hari, karena kavling tempat menggelar bubur itu dipergilirkan oleh beberapa tukang  bubur, jadual diatur oleh pihak penguasa halaman gedung. Begitulah susah-susah gampang kehidupan di ibukota. Kata orang; sekejam-kejam ibu tiri masih kejam ibu kota. Ada rekan saya yang nimpali setega-teganya ibu tiri masih tegaan ibu kanduang, sebab makan diresteron “ibu kanduang” mesti bayar juga.

Omzet tukang sayur dorong.
Adalah dia “Maulana” seorang pemuda duapuluhan tahun, mengadu nasib di Jakarta dari tanah asal bilangan kota Pekalongan Jawa Tengah. Dianya walau sudah bertahun tahun mendorong gerobak sayur dan berbagai pernak pernik ibu rumah tangga di dapur, belum punya KTP DKI Jakarta. Ketika ditanya jawabnya enteng, “Jakarta mah terbuka pak, Jokowi aja belum punya KTP DKI Jakarta dapat jadi Gubernur”. Wilayah kerjanya Johar Baru sampai Cempaka Putih. Omzet jualan sayurnya sampai 600ribu. Dengan modal belanjaan, berbagai jenis ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran sekitar 400ribu. Jadi bila laku semua cukup hebat, dengan masa operasi 5 kali seminggu, empat juta sebulan masuk kantong, mungkin tak didapat kalau usaha di kampung halaman. Penghasilan empat juta itu sanggup mengalahkan pendapatan PNS panggat 3B, yang duduk ditempat kering.
Pernah Maulana terpikir untuk meningkatkan omzet. Dia belanja enam ratus ribu, terbayang dihitungan matematika jebolan sekolah menengah dikampungnya itu, tentu untungnya lebih 250ribu. Kenyataannya sebagian barang dagangannya tidak ada yang beli. Jumlah dagangan yang terjual tidak lebih dari omzet 600ribu. Karena sebagian ada dagangan tidak laku dan sebagian tak mungkin dijual lagi besok, terpaksa ikut masuk “kotak jali-jali” yang nantinya akan diangkut ke Bantar Gebang (tempat pembuangan sampah akhir). Akibatnya hari itu dia harus kehilangan keuntungan yang biasa diterima. Oleh karena itu dia kapok untuk meningkatkan omzet, rupanya omzet tukang sayur keliling demikian patokannya. Ketika dia cerita pada saya, saya berkelakar padanya “abis kamu kurang jujur”. Sambil menyeringai dia tanya “tak jujurnya dimana pak”. Kataku: “Kamu jual buah, jual daging, jual juga ikan asin dan ikan basah, termasuk tahu dan tempe serta bumbu dapur, tapi berteriaknya hanya sayuur-sayuur kadang yuur-yuur”, termasuk membohongi konsumen. Sambil tersenyum setelah menyelesaikan transaksi dengan isteri saya dan tetangga yang ikutan, iapun meneruskan mendorong gerobaknya tak lupa berteriak “sayuur-sayuuur.............. yuuur- yuuur”.

Omzet Tukang jahit
Kemampuan manual seorang tukang jahit dalam menyelesaikan jahitan, bagaimanapun dipacu jumlah yang sanggup dia kerjakan ada batasnya. Lebih dari batas itu si tukang jahit sudah tidak akan optimal lagi dalam menyelesaikan tugasnya. Katakan seorang penjahit sanggup menjahit selama delapan jam kerja, 6 potong celana panjang, itulah omzet yang dapat dilakukan si tukang jahit. Berapapun banyaknya order, tidak akan dapat dia melakukan melebihi kemampuan kerja itu, itulah sebabnya banyak penjahit terpaksa menunda  janji. Penjahit tertentu, jika kebanyakan order,  jalan keluar disubkan ke penjahit  lain. Jangan heran suatu ketika anda menjahitkan dengan langganan yang sama, setelah pakaian diterima, ternyata kenyamanan memakainya ada perubahan dari biasanya. Itu mungkin lantaran pengrajinnya disubkan, namanya hand made, lain tangan lain hasilnya. Guruku menjahit dulu, ketika kuberusaha untuk jadi muridnya, beberapa kali menolak. Setelah berulang kali aku magang di bengkel menjahit almarhum beliau, untuk memohon jadi murid, dia menjelaskan bahwa ia kasihan kepada ku kalau menjadi penjahit akan sering bohong. Sebab janji selesainya pakaian orang jarang dapat ditepati. Dianya tidak ingin saya jadi pembohong. Namun akhirnya, mungkin sebab upayaku tak bosan-bosan meminta belajar menjahit dengannya akupun diterima juga jadi murid beliau, sehingga profesi inipun sempat pula kulakoni sampai dapat membuat kios bersinergi dengan beberapa teman dari lain guru dan keahlian menjahit (seperti jas, kopiah dan topi serta pakaian wanita). Kami membuka kios semasa aku sambil menamatkan sekolah es em a di kampungku. Rupanya pengetahuan tersebut  sangat membantu untukku ketika pertama kali kumerantau di kampung orang. Sementara belum mendapat kegiatan yang berskala tetap dan lebih prosfektif, sekedar untuk dapat tumpangan makan dan nginap aku ikut di sebuah kios menjahit di tempat perantauanku yang pertama. Alhamdulillah makan dan tidur terjamin, lantaran ada ketrampilan menjahit tersebut. Kupahami bahwa ada omzet tertentu yang tidak dapat dilampaui pada profesi ini.
Dari berbagai profesi di atas dapat diketahui bahwa semuanya ada takaran tertentu yang sulit untuk dilewati, namun tetap saja ada jalan keluar untuk meningkatkan pendapatan dangan upaya menambah out let atau menganekakan kegiatan dengan kegiatan lain. Cerita sinetron “Tukang Bubur Naik Haji”, bukan mustahil, karena dia punya out let banyak berupa armada “bubur dorong” dan bahkan diwartakan si Sulam tengah berangkat ke Mekkah untuk buka out let disana. Begitu juga penjahit yang keren disebut taylor, bukan mustahil dapat mengembangkan usahanya, jika dapat meraup order yang banyak dari instansi dan komunitas tertentu dan menyelesaikan order dengan tenaga orang lain dengan pengawasan mutu dipegang sendiri. Bagaimana dengan tukang sayur keliling, mungkin  untuk mas Maulana disarankan untuk meningkatkan armada gerobak sayur dengan tenaga orang lain, modal dari mas Maulana dengan daerah wilayah operasi berbeda-beda. Harga gerobak sayur lengkap on the road di  Jakarta 800ribu sebagai investasi, modal kerjanya per gerobak 400ribu.
Semoga warta ini ada gunanya buat inspirasi anak muda dan mukin juga cucu muda kita yang kini sedang merajut masa depan ditengah suasana negeri kita,  dimana pemerintahnya belum sanggup secara optimal menyiapkan lapangan kerja.

No comments:

Post a Comment