Sunday 2 December 2012

KEHIDUPAN BAGAIKAN MARATHON TIADA BERFINISH


Era internet memang terasa sangat membantu, informasi demikian cepat dapat sampai keseluruh dunia, hanya dengan mengunjungi “dunia maya”. Alhamdulillah angkatanku walau semuanya sudah berada diujung senja usia kepala enam rata-rata, masih mengikuti teknologi dapat mengakses komunikasi canggih ini.  Undangan temu kangen komunitas mantan bebede cukup melalui internet,  seluruh Indonesia bahkan yang kebetulan di luar negeripun dapat segera mengetahuinya. Tidak heran kalau temu kangen 1 Desember 2012 penghadirnya luar bisa.
Seminggu sebelum acara diadakan rekan-rekanku dari Jawa dan  Kalimantan menghubungi pakai SMS, janjian kepengen mematut wajah nanti dipertemuan untuk mengukur sudah seberapa tuanya masing-masing.     
Pukul 10 pagi dalam pengumunan itu, acara akan dimulai. Tapi dasar saya sudah punya acara rutin semenjak bersabat dengan “diabetes” harus jalan cepat setelah matahari terbit selama satu jam setiap pagi, pukul 10 pas baru selesai. Kebiasaan ini selama kulakukan beberapa tahun terakhir ini, kadar gula darah terkendali dalam batas normal pengidap sakit gula type 2.  Eee rupanya kawan lama dari daerah yang pengen ketemu, SMS bahwa dianya sudah berada di “GR Mandiri”. Kontan kutanya dimana “GR Mandiri”. Rupanya yang dimaksud adalah bekas Kantor Pusat BBD. Dulu namanya “Bumi Daya Plaza”.  Kini sudah diganti nama, agaknya meskipun kusudah jadi warga negara Jakarta, “galin” (ketingalan informasi). Dalam hatiku berkata “sampai hati benar orang sekarang, rupanya sudah kurang suka segitunya dengan nama BBD, hanya sekedar namanyapun tidak mau lagi dipakai sebagai nama sebuah bangunan”. Pakai diganti nama Graha Mandiri. Sebenarnya kalau masih pakai “Bumi Daya Plaza” kan tetap keren juga nama itu. Apalagi kalau “gedung Bank Bumi Daya Kantor Pusat”
Singkatnya, cepat aku persiapkan diri dan meluncur ke lokasi yang tidak jauh dari kediaman kami, kurang dari 15 menit sudah tiba. Saya adalah penghadir dengan nomor enam ratus kurang empat.  Setelah mengisi daftar hadir langsung kubermaksud menuju ruang serba guna yang sudah cukup lama kukenal. Beberapa tindak ku berjalan ketemu sederetan Bapak-bapak seniorku dulu, berdiri berbaris bagaikan penyambut tamu dikondangan. Dengan ramah mereka menyapaku dan kusalami satu persatu. mereka menyarankan berdiri-diri saja diluar ini karena di dalam penuh sesak. Betul juga kulihat dilayar besar yang ditayangkan di luar, suasana di dalam begitu penuh para mantan bebede, konon bukan saja dari Jabodetabek dan sekitarnya tetapi juga dari daerah-daerah banyak yang datang. Buktinya teman-temanku dari daerah, ada dari Yogya, Semarang, Kediri.
Untuk sementara kuikuti saran dari salah seorang seniorku itu. Tetapi hati ini ingin ketemu teman-teman lain dan menggelitik ingin  tau bagaimana suasana ruangan serba  guna dulu yang begitu besar dan luas sehingga kalau Jumat berubah fungsi jadi masjid itu. Kumasuki ruangan itu, entah bagaimana menurut pemandanganku itu ruangan sudah menciut, apa karena usia ku bertambah, sehingga sesuatu yang dulunya besar sekarang jadi kecil, tapi yang jelas untuk masuk ke ruang serba guna itu harus melalui tangga, dulu ndak ada tangga.
Di ruangan aku tidak berhasil menemui teman yang janjian melalui SMS. Kontan ku SMS bahwa aku sudah datang tapi memilih berdiri diluar, karena ruangan penuh sesak. Ybs menjawab OK saya akan keluar dan kita ketemu nanti waktu makan. Benar saja setelah teman ini keluar kami dapat bertemu dan sempat banyak berhandai-handai, dikerubungi juga oleh kawan-kawan lainnya, yang seangkatan, setara dan se level. Atau  Bapak_Ibu  yang berada di level lebih atas tapi cukup ramah.
Masih menyoal lay out gedung. Tiba saatnya waktu zuhur masuk, ingin ke ruang sholat yang dulu begitu anggun, sayapun berusaha menuju ke tempat yang dulu biasa saya datangi. Ternyata setelah disapa satpam dan saya kemukakan maksud saya, diberi petunjuk sudah pindah dilantai bawah di ruang parkir. Wah nampaknya ini “atret” pikirku dalam hati. Dulu suasana ritual begitu dibina digedung ini, sekarang malah dikebawahkan. Benar juga setelah kusaksikan, ada perubahan mendasar suasana musholanya, yang jelas diruang parkir. OK lah yang penting masih disediakan, dari pada tidak sama sekali.
Susana temu kangen dalam komunitas suatu instansi, beda jauh dengan temu kangen mantan sekolah. Temu kangen mantan sekolah, betapapun masing-masing jadinya sekarang beda strata, beda pangkat, beda kaya, beda status sosial, tadinya berangkat dan berakhir pada keadaan yang sama. Misalnya mantan tamatan SMP tahun sekian, mantan tamatan SMA tahun sekian. Mereka yang bertemu kangen adalah orang-orang yang masuk dan tamat sekolah dengan keadaan yang sama. Nasib masing-masinglah yang membuat mereka sekarang berbeda. Sementara untuk temu kangen suatu komunitas seperti bebede tidak demikian, ada sebagian, sekali lagi sebagian pribadi yang masih tetap mamasang dirinya sebagai orang yang lebih tinggi. Hal ini saya saksikan ketika temu kangen kali ini dan temu kangen beberapa kali. Makanya banyak juga teman-teman yang ogah hadir, pernah tukar cerita utamanya sahabat di seputar ibukota.
Dengan jarak mungkin hanya empat lima meter, seorang teman yang kulihat dan dulunya kami saling mengenal dengan baik karena pernah berkantor selantai, dibagian yang sama. Tentu saja diri ini memberikan salutasi dari jauh padanya dengan penghormatan maksimal, kusatukan dua telapak tanganku dan kuangkat ke atas muka. Reaksi dari yang bersangkutan melihat kepadaku tapi bukannya membalas tetapi mata hitamnya dilihatkan ke arah lain, sementara wajahnya masih terlihat menghadapku. Maksud ku tadinya kalau ia membalas, penghormatanku itu disela-sela kerumunan banyak orang itu akan kuhampiri beliau untuk salaman dan berbasa basi sejenak. Tapi dengan respond yang hambar itu, aku tidak berani jadinya, kebetulan diapun sedang berdiri bersama kelompok para pembesar pada zamannya. Kuberguman kepada seorang rekan disampingku acuh sekali beliau itu, teman disampingku menjawab: “dia masih terus “bank merjeran” dan sempat mendapat kedudukan tinggi”. Oooh begitu rupanya, sudahlah kalau begitu. Mungkin dia takut kalau kita dekat-dekat dengannya bakal nyusahin. Sayapun maklum kesombongan beliau punya alasan.
Kejadian ini membuat kuingat kembali pada candaanku ketika masih aktif di bebede pada yuniorku. Kukatakan: kalau aku pensiun nanti, suatu saat saya kunjung ke kantor kalian, jangan dicuekin- yaa. Jangan dianggap saya datang untuk minta bantuan. Mungkin saja aku datang akan mengajak kalian makan siang.  Apa yang saya kemukakan ini juga disebabkan ada beberapa diantara orang pensiunan ketika itu, demikian keadaannya sehingga ada mantan kolega datang dengan membawa masalah dan minta bantuan. Lalu saya katakan kepada yuniorku tolong do’akan setelah pensiun nanti agar saya tidak termasuk kelompok yang kalian kurang senangi itu. Alhamdulillah sepertinya do’a semuanya diijabah Allah. Masa pensiun saya belumlah benar-benar pensiun, masih ada instansi/institusi yang mau pakai. Jadi kalau menerima kesombongan seperti teman tadi tentu tidak terlalu amat terpukul. “Biaying” (pinjam istilah cucu tetangga yang baru belajar ngomong) maksudnya “Biarin”. Sebab kita disombongi juga tidak rugi, kitapun mudah-mudahan tidak berkepentingan amat dengannya. Cuma kasihan, mereka lupa  bahwa: setinggi-tingginya jabatan pasti akan turun, sepanjang-panjangnya jalan mesti berujung, sepanjang-panjang kisah pasti berakhir. Kekayaan, Jabatan semuanya hanya sementara. Syukurnya orang seperti itu tidak banyak, yang terbanyak adalah ramah tamah penuh canda dan tawa renyah. Gembira bahagia dan teringat masa lalu penuh kenangan. Yang lebih muda merasa bertemu lagi dengan ayah ibu, sementara yang  tua merasa ketemu dengan anak-anak mereka.
Kadang manusia lupa bahwa “Kehidupan ini bagaikan marathon tidak berfinish”, baru usai permainan dunia ini bila napas sudah lepas dari badan. Pesiun bukan akhir dari perjalanan kehidupan. Tamat sekolah bukan akhir dari suatu kesuksesan. Banyak kasus seorang yang ketika di kelas waktu sekolah dulu, tidak dikenal-kenal amat, karena termasuk siswa rata-rata. Tetapi justru dalam perjalanan kehidupan dia tumbuh menjadi orang sukses, menjadi pejabat tinggi, menjadi pengusaha ternama dan lain sebagainya. Sebaliknya rekan yang selalu rangking di sekolah nasibnya biasa-biasa saja. Itupun belum berakhir, salip menyalip dalam kehidupan itu adalah biasa, makanya jika kita dalam marathon kehidupan kebetulan berada di depan tak perlu menyombongi yang dibelakang, sebab kelak mungkin yang di belakang nanti berposisi di depan. Begitu juga halnya berkarier di instansi. Boleh jadi tadinya semasa  bekerja awak berada sebagai atasan. tapi setelah pensiun rekan yang tadinya di bawah meraih sukses di masyarakat. Nasib menentukan lain sebelum diri ini mencapai gelar almarhum atau almarhumah, segalanya masih mungkin terjadi. Sekali lagi tak usah sombong kalau masih berada di atas. setelah pensiun sama saja semuanya sudah kembali ke orang sipil. Bahkan ada seorang pensiunan bebede sukses dibidang lain dan dihormati dimana-mana, “Prof” orang memanggilnya. Disuatu peresmian sebuah perguruan tinggi dimana hadir  beberapa orang menteri, saya kebetulan ikut terundang. Sang Profesor ketika acara resmi belum dimulai dikeliling koleganya sesama Professor, waktu saya salami si Prof memperkenalkan saya kepada koleganya “ini guru saya”, tentu dia bercanda dia belum pernah jadi murid saya. Saya hampiri beliau karena dari jauh beliau sudah menyapa dengan isyarat angkat tangan.
Banyak kasus teman kita sesudah pensiun sukses jadi pengusaha, sukses bekerja dibidang lain dan pokoknya tidak dapat diremehkan. Agar tidak memandang enteng orang lain sekali lagi ingatlah bahwa “Kehidupan ini bagaikan marathon tiada berfinish”.
Bila temu kangen ini dilangsungkan lagi, jika dimaksudkan untuk dihadiri oleh banyak orang termasuk dari daerah-daerah, sepertinya harus di ruangan yang lebih luas.  Soal bertemunya sesama rekan yang pernah seangkatan, sekantor cabang, sebagian di unit kerja yang lebih kecil, agaknya dalam tata ruang sudah diplot semacam tempat duduk kelompok-kelompok tersebut. Sudah itu masing masing kelompok berbaur dengan kelompok lainnya ketika acara sambutan-sambutan selesai.
Bagaimanapun patut diacungkan jempol buat panitia pelaksana temu kangen ini, telah sukses menghimpun begitu banyak mantan bebede. Terus terang sangat bahagia ketemu kawan lama yang punya kisah-kisah menarik yang dikenang bersama, terungkap kembali disitu, rasanya usia ini masih berasa belum lama dijalani. Kenangan-kenangan lama itu rasanya belum lama berlalu.
Terima kasih panitia, masihkah kita dapat ketemu lagi ditahun mendatang hanya Allah yang mengetahui.
Salam hormatku untuk rekan sesama mantan bebede di daerah yang tak dapat hadir dan menanyakan tentang temu kangen tersebut. begitu yang dapat saya wartakan.

No comments:

Post a Comment