Tuesday 15 November 2011

NGEMAS DAN OJEK MAYAT

Ngemas, kedengaran suatu tautan kata yang agak janggal dan dapat diplesetkan menjadi berkemas kausa kata merapikan. Rupanya di daerah tertentu di suatu pulau di Republik ini “ngemas” adalah istilah untuk sekelompok orang yang aktivitasnya mendulang emas. Mencari emas secara tradisional dengan peralatan sederhana, alat canggih paling banter mesin penyedot lumpur.

Pantun lama yang belum terlalu usang:

Sudah banyak kutanam padi

Nenas juga tanam di pematang

Sudah banyak kutanam budi

Emas juga dipandang orang

Pantun ini dapat juga dipandang sebagai nasehat, dapat juga dipandang sebagai motivasi dan bahkan dapat juga sebagai wujud frustasi dan ketidakikhlasan.

Sebagai nasehat:

Memandang seseorang jangan hanya kepada harta dan kedudukan saja, tetapi disindir oleh pantun itu bahwa yang berkelakuan memandang hanya pada harta adalah kebanyakan orang tetapi orang-orang yang baik (berbudi pekerti luhur) adalah orang yang sebaliknya dari pantun itu, yaitu orang yang pandai menghargai budi baik orang.

Petuah singkat orang tua rumpun melayu:

Yang merah itu saga

Yang burik itu gundi

Yang indah itu bahasa

Yang baik itu budi

Orang akan digolongkan supan santun apabila yang meluncur dari lidahnya berupa bahasa, adalah kata-kata yang indah, menyenangkan untuk disimak dan tidak pernah menyakitkan hati pendengarnya. Adapun yang baik itu adalah budi. Budi pekerti yang luhur akan menjadi kenangan sepanjang masa bahkan mengenai budi baik ini terkenal pantun orang melayu:

Pulau pandan jauh ketengah

Gunung Daik bersesun tiga

Hancur badan dikandung tanah

Budi baik dikenang juga

Sebagai motivasi:

Bahwa manusia itu harus secara gigih berusaha agar mempunyai harta dan kedudukan yang baik di dalam masyarakat, karena masyarakat kebanyakan pandangannya materialistis, tidak menghargai orang hanya dengan budi termasuk budi pekerti baik. Kadang budi baik itu dengan mudah dikalahkan dengan tukaran harta (dilambangkan dengan emas).

Banyak kasus, ada dua pemuda yang ingin mempersunting seorang gadis. Pemuda yang satu berbudi pekerti baik tetapi tidak berharta, sementara pemuda satunya budi pekertinya biasa saja dan mungkin kurang baik tetapi hartanya banyak. Biasanya yang berhasil mempersunting si gadis adalah yang berharta banyak.

Sebagai wujud frustasi dan ketidakihlasan.

Bilamana budi baik telah dilakukan,

Tidak seorangpun menghargakan,

Kebaikan itu selalu masuk dipikiran

Disitulah keikhlasan dipertanyakan.

Jadi bila seseorang melakukan kebaikan, seyogyanya ia tidak perlu memikirkannya lagi untuk mendapatkan penghargaan, jika pikirannya tertuju untuk mendapat penghargaan maka jelas kadar keikhlasan kebaikan itu patut dipertanyakan. Keikhlasan dalam berbuat kebaikan, membuat orang tidak kecewa. Bila kebaikan itu dilakukan untuk mendapat penghargaan, banyak berujung kepada kekecewaan.

Kembali ke soal emas, adalah logam mulia yang diburu orang sudah cukup lama semenjak bumi ini tercipta di mana ada manusia mulai berperadaban. Jujur saja, saya jika ditanya mengapa emas diburu orang, saya juga belum dapat menjawab yang memuaskan diri saya, apalagi untuk menjawab yang memuaskan orang lain. Emas tidak dapat dimakan, emas tidak juga dapat dibuat pakaian untuk fungsi melindungi tubuh. Malah ibu-ibu yang gemar memakai emas sebagai perhiasan, dikota-kota besar justru membahayakan dirinya. Sementara dapat saya jawab saja bahwa ada kesepakatan manusia bahwa emas itu logam yang dimuliakan, karena itu harganya mahal, mendapatkannya pun tidak gampang. Tak jarang manusia bertaruh nyawa untuk mendapatkan emas. Sering kita mendengar para penambang emas terperangkap di dalam lubang penggalian batuan mengandung emas, tertimbun longsor.

Walau sering kali terjadi kecelakaan yang merenggut nyawa, jika ada lahan pertambangan emas, akan berdatangan orang mengadu untung untuk ikut bergelimang tanah, batu dan lumpur mencari logam mulia tersebut. Jika ada rombongan yang mendapatkan emas, kejadian itu memotivasi penambang lainnya untuk bekerja lebih keras, kadang melupakan keselamatan kerja. Pengadu untung kadang bukan saja dari daerah setempat, tetapi berdatangan jauh ratusan kilometer dari lahan pertambangan. Jika lokasi pertambangan dikelola rakyat bukan oleh perusahaan secara besar-besaran, kelaziman yang terjadi bahwa penduduk daerah pertambangan menjadi pemilik lahan pertambangan dan tenaga kerja mengundang dari daerah lain ratusan kilometer jaraknya itu.

Ada semacam kesepakatan, sejauh ini mungkin tidak tertulis, bahwa apabila terjadi kecelakaan kerja misalnya salah seorang penambang meninggal dunia, jenazah yang bersangkutan harus dipulangkan ke kampung asalnya, risiko dan biaya tanggungan pimpinan kelompok atau pemberi kerja. Di pertambangan rakyat di suatu desa terpencil di suatu daerah di salah satu pulau negeri ini, dimana belum tersedia jalan yang memadai sehingga layak dilalui roda empat. Kendaraan roda dua menjadi andalah angkutan. Bila terjadi kematian dipertambangan, maka pengantaran jenazah ke tempat asalnya menggunakan ojek sepeda motor. Ratusan kilomoter jenazah digonceng pengojek, dengan tarif jutaan rupiah. Tarif yang lumayan itu, dinilai wajar, karena membonceng mayat tidak dapat diperlakukan sama dengan manusia masih hidup. Kekhususannya meliputi teknik dan waktu pelaksanaannya, serta kendala dalam perjalanan.

Teknik menggonceng jenazah

Jenazah di dudukkan di sadel belakang layaknya manusia masih hidup. Si mayat dipakaikan jaket, kacamata hitam. Hal ini dilakukan dengan maksud, agar tidak mencurigakan siapapun yang kebetulan terlihat ke sepeda motor yang lewat, termasuk jika ada melintasi polisi. Pokoknya diusahakan sedemikian rupa agar pihak lain tidak mengetahui bahwa yang digonceng adalah mayat. Agar si mayat stabil duduknya di bagian belakang sepeda motor, tangannya diikatkan merangkul pembonceng. Maklum perjalanan ratusan kiliometer dengan waktu tempuh kadang 6 sampai 8 jam dengan kondisi jalan sepi dan jauh dari mulus. Jika dalam perjalanan pengojek perlu istirahat, misalnya kencing atau ada keperluan sesuatu, secara perlahan ikatan tangan si mayat dilepas, sepeda motor diistirahatkan agak ke pinggir jalan dengan standar tegak. Sementara agar tidak jatuh tangan si mayat yang tadinya merangkul pinggang pembonceng, dialihkan ke stang. Bukan tidak pernah terjadi konon, sesosok mayat ketika ditinggal pengojek yang kebetulan punya keperluan buang air besar ke pinggir kali, ketika akan meneruskan perjalanan penumpangnya sudah hilang entah kemana. Dapat dibayangkan, harus mencari ke mana di belantara yang begitu senyap. Yang dilakukan pengojek segera stater sepeda motor tancap gas mencari kampung terdekat, tentu tidak lapor ke kampung yang didatangi menjelang siang. Sebab pengojekan mayat begini, suatu pekerjaan yang sejatinya sembunyi-sembunyi. Laporan baru disampaikan ke pengorder,setelah kembali ke lokasi pertambangan. Bagi pemula kegiatan ojek jenazah ini ditangani tiga orang. Seorang pengojek yang langsung ketumpangan mayat, sementara dua orang lagi ikut dalam perjalanan dengan sebuah sepeda motor lain. Ketiga kru ini bergantian memegang kemudi motor yang ada mayatnya itu. Honor tentu harus dibagi sesuai peran masing-masing, itu sebabnya bagi yang sudah berpengalaman lebih senang beroperasi sendiri.

Waktu perjalanan ojek jenazah

Waktu pemberangkatan jenazah biasanya dilakukan dipokok malam, dari lokasi pertambangan, dengan maksud agar dalam perjalanan tidak berpapasan dengan banyak orang, terutama menghindari diketahui pihak keamanan, sebab nanti jika diketahui akan banyak persoalan, temasuk penelitian sebab kematian dan lain sebagainya. Kebanyakan pengusaha pertambangan tradisional tidak mau ribet soal prosedur ini. Yang penting seluruh rombongan mengetahui bahwa si mayit meninggal karena kecelakaan. Pengawasan aparat belum dapat merambah sampai ke lokasi pertambangan di sudut terpencil di belantara itu. Dijadualkan keesokan harinya, kalau dapat dini hari, jenazah sudah sampai kekeluarga di kampung halaman asal si mayit. Beruntung sekarang sekurangnya di beberapa lokasi di belantara, ada tempat dapat sinyal untuk menyampaikan berita duka tersebut kepada keluarga. Ketika si mayat datang sudah dipersiapkan segala peralatan oleh sanak keluarga dan kerabat mereka di kampung., guna prosesi pemakaman. Pihak keluarga sudah maklum, sebagaimana maklumnya pimpinan rombongan memberikan semacam uang duka.

Kendala dalam perjalanan

Jarak tempuh yang jauh dengan kondisi jalan yang belum beraspal kadang becek dan tidak rata. Tambahan lagi melalui hutan belantara, belum banyak perkampungan yang dilalui, jika terjadi hal-hal dalam perjalanan, sulit sekali untuk meminta bantuan. Sementara itu perjalanan ini sedikit agak sembunyi, karena kalau dalam perjalanan menemukan aparat keamanan, akan sulit menjelaskan tentang penumpang yang dibonceng, tidak berbekal secarik kertaspun tentang riwayat kematiannya.

Begitulah potret sebagian kehidupan penduduk negeri kita ini, untuk bertahan hidup di negeri yang terkenal kaya-raya aneka sumber daya alam ini, kadang harus menjadi manusia pemberani, harus jadi manusia nekad. Tidak kurang yang memilih mengadu nasib di negeri orang, banyak kita dengar mengalami nasib kurang baik, disiksa, tidak dibayar upah, mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Apa hendak dikata di kampung sendiri susah mencari hidup. Sementara sebagian kecil bangsa ini hidup dengan kemewahan dan kesenangan, dengan kemudahan pelbagai fasilitas, diantaranya didapat dengan jalan yang tidak benar, melalui korupsi, melalui suap melalui penyalahgunaan jabatan. Jikalah semua terkelola dengan baik, semua kekayaan alam dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat, antara lain tidak akan ada bangsa ini yang menjadi kuli kebun sawit di negeri orang. Mengapa anak bangsa ini justru memilih jadi kuli kebun sawit di negeri orang, padahal kebun sawit di negeri ini tidak kurang-kurang. Harga sawit dunia kan sama dari manapun diproduksi, kenapa di negeri orang sanggup menjanjikan upah yang lebih pantas, dibanding upah di negeri sendiri. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat sulit untuk menjawabnya. Silahkan para pembaca mungkin tau jawabannya.

No comments:

Post a Comment