Saturday 1 October 2011

SIAP JADI PEMBESAR KERAJAAN WALAU TAK DIGAJI


Raja yang Dipertua Perhidmatan Daulah Rakyat Syah Baginda Yangmulia, dari kerajaan Bunian Nusasiluman, suatu ketika sedang sibuk menyusun kembali personil pembesar kerajaan, karena pembesar kerajaan lama harus diganti lantaran banyak terlibat menilap upeti dari rakyat. Sebenarnya berat bagi sang Raja untuk mengganti pejabat pembesar kerajaan, sebab seluruh pembesar kerajaan yang akan diganti adalah masih dekat hubungan kekerabatan dengan keluarga Raja; anak paman sang Raja atau anak tante sang Raja bahkan ada diantaranya saudara dari lain ibu. Tapi kalau tidak diganti perbuatan tercela para pembesar kerajaan sudah banyak diketahui rakyat dari mulut ke mulut walau secara hukum belum dapat dibuktikan. Terlebih lagi kalau pembesar-pembesar kerajaan itu tidak diganti apa kata dunia, terutama dengan negara tetangga. Juga kalau pembesar itu tidak diganti, akan menjadi duri di dalam daging yang akan menghambat pelaksanaan penyelenggaraan negara dalam rangka kemakmuran rakyat kerajaan dan akan menurunkan martabat kerajaan dimata dunia.
Atas dasar pengalaman bahwa kerabat kerajaan diangkat jadi pembesar kerajaan kurang berdedikasi dan banyak diantaranya suka nilap upeti untuk memperkaya diri. Maka kedepan Raja akan mengganti personil pembesar kejaraan dari non kerabat. Ini bukan berarti pembesar kerajaan nantinya sama sekali tidak ada yang kerabat kerajaan, pejabat lama yang bersih tidak diganti. Kelakuan para pembesar kerajaan yang akan diganti rada keterlaluan, bukan saja upeti yang ia tilap, konon ikutan terlibat merekayasa besaran biaya-biaya pembangunan. Banyak uang kerajaan yang keluar untuk pembangunan membengkak tidak setimpal dengan apa yang dibangun. Belum lagi tersiar kabar para pembesar kerajaan ikut pula dalam perusahaan yang seharusnya ditabukan ketika dibaiat waktu memangku jabatan. Tidak heran kalau bangunan-bangunan kerajaan untuk rakyat, belum lama dibangun sudah roboh. Jalan dibuat hanya enak dilalui ketika ada Raja akan lewat saja, sesudahnya beberapa bulan kemudian rusak, lantaran aspalnya hanya bagaikan bedak.
Kabar burung mengenai rencana penggantian pembesar kerajaan, sudah lama terdengar oleh Om dan Tante sang Raja. Diantaranya ada yang mengutus orang lain untuk mengadakan pendekatan kepada Raja agar anaknya tidak diganti, bahkan ada yang tidak segan menghadap Raja mengemukakan agar anaknya jangan dicopot jabatannya. “Beri adikmu kesempatan kedua”, tutur seorang tante raja. “Adikmu terlibat korupsi sejatinya bukan maunya dia, aku kenal betul karakter adikmu, dia jujur, tapi lingkungan dan sistem yang mendorong ia berbuat demikian”, tambah si tante Raja dengan semangat. Lain lagi salah seorang Om Raja yang anaknya diisukan termasuk dalam list akan diganti ia menasihatkan Raja: “Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, maafkan dia kali ini dan selanjutnya awasi dia dengan ketat, agar ia tidak mudah termakan rayuan koleganya dan bawahannya untuk menyelewengkan uang kerajaan”. Dalam pada itu ada juga kalangan kerabat yang diangkatnya menjadi pembesar kerajaan karena balas jasa terhadap ortunya. Ada yang berjasa pernah menyelamatkan Raja ketika masih menjadi putra mahkota ketika berburu hampir dimangsa Serigala. Ada juga pembesar yang ortunya dulu adalah guru bela diri Raja ketika masih remaja. Ada pula pembesar kerajaan diangkat atas balas jasa kepada ortunya karena dulu memberikan ilmu kesaktian dan kebijakan. Orang tua yang merasa berjasa ini juga mengingatkan sang Raja akan jasanya, tak segan-segan menyindir “..kalau bukan karena .........” . Seperti kata Om Raja tadi bahwa “tak ada manusia yang luput dari kesalahan”. Rupanya sang Raja dulu, masa lalu ada juga sedikit menyimpan aib yang kalau terbuka merusak citra yang sudah terbangun selama ini. Kelompok ini agaknya punya kartu truf untuk digelar dimeja kalau ada pembesar kerajaan dicopot berasal dari kelompok mereka, hanya karena terisu menilap upeti dan semacamnya, yang belum diketahui kebenarannya sesuai bukti hukum yang berlaku. Mendiang Raja dahulu bergelar “Dipertua Perimbun Negeri, Hartawansyah Bijakbestari. Punya anak lelaki dua orang, seorang dari permaisuri utama usianya lebih tua setahun tujuh bulan dari Raja yang sekarang. Sedang Raja yang sekarang anak dari isteri kedua. Saudara tua sang Raja sekarang meninggal masih muda, karena kakinya ketusuk paku ketika bermain “ding-ding kak” (main melompati gambar kotak-kotak digores di tanah dilompati dengan satu kaki) di taman istana. Beberapa hari setelah kecelakaan itu putra mahkota pertama demam tinggi diikuti kejang akhirnya jiwanya tidak tertolong. Desas desus dikalangan kerabat istana kecelakaan ini rekayasa ibunda sang raja sekarang, agar anaknya menjadi putra mahkota. Kabar ini sulit dibuktikan dan sampai sekarang dibungkus rapat, apalagi kini raja sudah dinobatkan. Saksi-saksi juga kini sudah banyak yang tidak ada lagi. Sebenarnya kalaupun desas-desus ini benar, rekayasa bukan kehendak sang Raja, namun kalau ini dibongkar dan dapat dibuktikan akan membawa aib.
Sang Raja kali ini sudah berketetapan hati, apapun yang akan terjadi tetap akan mengganti beberapa pembesar negeri. Guna melaksanakan program ini Juru bicara kerajaan diperintahkan mencanangkan keseluruh penjuru kerajaan siapa saja walau dari kalangan rakyat biasa yang ingin menjadi pembesar kerajaan, dipersilahkan mengajukan lamaran. Canangan ini membuahkan hasil, baru saja dua Jum’at tersiar itu maklumat, terdapat 71 orang pelamar dengan berbagai srata diantaranya 18 orang wanita. Kini Raja harus menyeleksi sekurangnya dari motivasi dan syarat yang diajukan pelamar ingin menjadi pembesar kerajaan, sebab pembesar kerajaan yang akan diganti hanya 8 orang. Diantara posisi pembesar kerajaan yang akan diganti adalah pembesar kerajaan yang mengurusi urusan kuda-kuda kerajaan. Kerajaan ini sangat mengutamakan pemeliharaan kuda, sebab demikian perlu untuk kelengkapan pertahanan kerajaan dimana kerajaan harus memperkuat kavaleri dalam rangka mobilitas pasukan jika sewaktu waktu ada ancaman diperbatasan dengan negara tetangga. Belakangan negara tetangganya kadang genit, suka mindah-mindah/menggeser patok batas negara.
Raja membuka lamaran calon pengganti pembesar kerajaan urusan kuda. Pelamar masih muda belia di bawah 40 tahun, usia yang sedang enerjik pikir raja. Dari pas photo yang ditampilkannya dan curriculum vitae yang bersangkutan juga nampaknya memenuhi persyaratan, sebab pernah menjadi joki memenangkan lomba pacuan kuda. Tentu orangnya sangat mengerti tentang kuda, pikir sang Raja. Yang menarik dari lamaran tersebut teredaksi bahwa yang bersangkutan hanya betul-betul ingin mengabdi di kerajaan “Bunian Nusasiluman”, tanpa pamrih tidak mengharapkan balas jasa. Dengan penuh sopan surat lamaran itu antara lain ia buka:
KepadaYang amat berhormat “Raja yang Dipertua Perhidmatan Daulah Rakyat Syah Baginda Yangmulia, kerajaan Bunian Nusasiluman”,
Setelah mengemukakan isi lamaran dan menyebut lampiran berkas yang diperlukan, lamaran ditutup:
“Hamba bersedia mengabdi sebagai Pembesar Kerajaan Urusan Kuda tanpa harus digaji”
Ini redaksi lamaran yang tidak didapatkan pada pelamar-pelamar lain, mungkin dimanapun di dunia ini, pelamar walau tidak menyebutkan berapa gaji yang diminta, tetapi lazim tidak ada yang justru tegas siap untuk mengabdi tanpa gaji. Umumnya orang ingin bekerja justru untuk mendapat konpensasi berupa gaji.
Raja tertarik atas lamaran salah seorang rakyatnya itu, pendek cerita proses penerimaan pembesar kerajaanpun dilaksanakan, setelah segala macam ujian termasuk ujian kelayakan dan kepatutan. Pemuda tadi lolos menjadi pembesar urusan kuda kemudian dibaiat setia kepada raja dan kerajaan.
Singkat cerita. Waktu berjalan sudah hampir setahun, pembesar urusan kuda memangku jabatannya, ternyata kuda-kuda sehat-sehat semua dan senantiasa siaga jika diperlukan dan bahkan kuda tua juga banyak diganti dengan muda usia. Kuda muda ada sebagian dari anak kuda yang sudah ada, dan juga ada yang membeli baru dari kerajaan lain. Jika membeli kuda dari negara lain, tentu menggunakan anggaran kerajaan, sejauh yang diketahui Raja tidak ada mark up, setidaknya menurut pembesar kerajaan urusan perbendaharaan.
Kiat apa yang dilakukan oleh pembesar urusan kuda ini dalam menjalankan tugasnya tanpa mendapatkan gaji dari kerajaan, cukup mengagumkan sekaligus membingungkan, karena banyak orang bilang “tidak masuk akal”. Dari mana ia dapat biaya hidup untuk keluarganya, sementara kehidupannya tampak cukup mewah, ia menunggang kuda gagah. Rumah tangga dan belanjanyapun cukup berkelas menurut rakyat yang iseng memantau.
Secara bisik-bisik diketahui juga, sumber penghasilan pembesar urusan kuda, tetapi sejauh ini tidak dapat dibuktikan secara hukum. Rupanya yang dilakukan oleh pembesar urusan kuda adalah; setiap pagi diawal kariernya, sebelum kuda digembalakan atau keluar kandang, ia masuk ke kandang kuda melakukan pemeriksaan kuda, mulai dari makanannya, kotorannya, bulunya sampai asesoris kuda juga tidak luput dari pengawasannya. Misalnya, kalau kuda ada yang kotorannya agak encer, segera diambil samplenya sedikit disuruhnya ajudan memasukkan kotoran itu ke dalam korek api. Secara bisik-bisik penjaga kandang kuda tanya ke ajudan, “akan diapakan tu tai kuda”. Ajudan menjawab “akan diperiksa, kalau tenyata kudanya sakit, tentu makanannya kurang baik, segera akan dilaporkan ke Raja supaya penjaga kandang diganti. Tidak sampai disitu, yang bertanggung jawab renteng bukan hanya penjaga kandang, tapi juga kepala kelompok kandang, termasuk koordinator pemelihara kuda”. Mendengar isu itu, maka serta merta mandor kandang kuda, kepala kelompok kandang kuda, koordinator pemelihara kuda termasuk tabib kuda ketakutan. Jalan keluarnya supaya info ini tidak sampai ke Raja yang mengakibatkan Raja murka, maka mulai dari penjaga kandang kuda, kepala kelompok kandang kuda dan koordinator kuda serta tabib kuda urunan memberikan balas jasa untuk menutup mulut pembesar urusan kuda. Dilain kesempatan bulu kuda yang jadi perhatian pembesar urusan kuda, kadang hal yang sepele sampai ke tali kekang kuda, menjadi masalah yang dipersoalkan, dicatat dan akan dilaporkan ke Raja. Kembali para penanggung jawab kuda urunan memberi uang tutup mulut. Begitulah seterusnya agar tidak ada kesalahan yang di cari-cari terhadap kuda peliharaannya, maka para pertugas pemelihara kuda dari penjaga kandang, kepala kandang, koordinator serta tabib kuda, iuran setiap bulan menyisihkan dari gaji mereka untuk membayar uang tutup mulut pembesar urusan kuda. Berita ini terakhir sampai juga kepada sang Raja, tetapi apa mau ditindak, tidak ada bukti, uang tutup mulut diberikan sedemikian rupa rapinya tanpa suara dan kata, apalagi bukti kuitansi, perlu diketahui waktu itu belum ada CCTV, belum ada telepon genggam yang dapat disadap. Bagi sang Raja yang penting, kuda semuanya sehat-sehat, selalu ada regenerasi dan senantiasa siap bila diperlukan. Singkatnya pembesar urusan kuda sampai “Syah Baginda Yangmulia” lengser tetap masih menjabat pembesar urusan kuda.
Kisah ini kuredaksikan ulang atas inspirasi dari guru geometri ketika kumasih duduk di kelas dua SMA sekitar tahun 1967/1968. Beliau bertanya, “Kalian belajar geometri untuk apa”. Rekan-rekan sekelas saya yang hanya tujuh orang delapan dengan saya, asal menjawab sesuai pendapat masing-masing. Pak guru kami tidak sependapat dengan jawaban kami dan kemudian menjawab sendiri, “sebenarnya kalian belajar ilmu apa saja tujuannya satu, supaya gampang cari duit”. Memang jawaban pak guruku itu tidak sepenuhnya benar. Pelajaran geometri masuk kelompok ilmu pasti, kadang membuat jenuh, pak guru melihat gelagat kami tersebut untuk menghilangkan kejenuhan berdongeng sebagai selingan tentang seorang pembesar kerajaan mendapatkan uang dengan jalan “uang tutup mulut”. Rupanya suap menyuap ini usianya sudah cukup tua, kalau diibaratkan manusia pangalamannya sudah banyak, makanya susah dibuktikan. Juga kita sebagai anak manusia dari kecil sudah diajar oleh orang tua kita dengan disuapi. Beda dengan anak sapi dari kecil tak pernah induknya menyuapi. Begitu juga anak monyet, walau sama-sama menyusu. Lain lagi dengan burung, induk burung tidak menyuapi anaknya, sebab dari moncong ke moncong, namanya diluluh. Cerita ini sekaligus membantah jawaban pak guru geometri tadi, bahwa pembesar urusan kuda tidak belajar geometri untuk cari duit, hanya dengan modal “Cedik”. Dikalangan temanku ada seuntai kelimat bijak “Orang pintar kalah dari orang cerdik, Orang cerdik kalah sama orang sakti, orang sakti kalah dengan orang bejo (beruntung)”. Tidak sedikit dalam dunia ini orang melakukan korupsi triliyunan tapi dia lolos sampai akhir hayat didunia ini, karena beruntungannya. Sementara ada yang baru coba ikut korupsi kecil-kecilan, semilyar dua, lantas kebetulan ketangkap tangan (ini orang tidak bejo).

No comments:

Post a Comment