Thursday 26 May 2011

PENYEBAB KORUPSI

Suatu hari saya mendapat tugas sebagai nara sumber/pembicara pada suatu pelatihan yang berlangsung disuatu hotel di kawasan puncak, dengan audience kepala-kepala kantor satu instansi. Pada saat makan siang, seseorang peserta mengambil posisi duduk semeja dengan saya, setelah memperkenalkan diri dan berbasa basi sejenak, ia menyebutkan suatu nama seseorang dan menanyakan apakah saya mengenalnya. Ternyata orang yang disebutnya tersebut adalah saudara bapak yang mengajak saya ngobrol di ruang makan tadi, ia juga teman yang cukup saya kenal sesama sekantor sebelum pensiun. Pernyataan yang bersangkutan berikutnya sungguh mencengangkan. “Dia itu bodoh” kata teman baru saya itu, maksudnya ditujukan kepada teman saya yang sekaligus saudara bapak tersebut. Tentu saja pernyataan itu saya bantah, sebab kalau bodoh tak mungkin beberapa kali ditunjuk direksi kami untuk memimpin beberapa cabang, sebelum pensiun. Selanjunya dijelaskan oleh teman baru saya itu bahwa indikasi bodoh buat saudaranya itu rupanya karena sekian tahun bekerja dan sekian kali menjadi pemimpin cabang, tapi sampai hari ini rumahnya saja hanya KPR type 70, mobilnya saja hanya Kijang. Tambahnya saudara saya itu terlalu jujur, tidak pandai korupsi.

Dialog di atas, menunjukkan bahwa:

1. Banyak keluarga yang memandang “bodoh” bila saudara atau kerabatnya punya jabatan untuk dapat korupsi tetapi tidak melakukannya. Jadi pada dasarnya banyak diantara keluarga yang mendorong suadaranya untuk korupsi. Kondisi ini pula merangsang bagi yang punya kesempatan untuk memanfaatkan buat korupsi.

2. Kecenderungan kehidupan sosial sekarang ini memandang rendah orang yang hidupnya senderhana dan memuliakan orang yang berkehidupan mewah, tidak perduli dengan cara apapun kemewahan itu didapat.

Faktor lain pemicu korupsi adalah kondisi pendidikan anak-anak kita sejak dari masa masih digendong, masa kanak-kanak sampai dewasa.

1. Ketika anak-anak belum pandai bicara bahkan belum juga pandai berjalan, kebanyakan dari orang tua sudah memberikan pendidikan yang keliru. Anak selalu diperkenalkan dengan uang, walau seharusnya belum waktunya. Ini potret kehidupan masyarakat menengah kebawah. Mereka diam di bangunan-bangunan komplek perumahan sederhana, dimana sering keluar masuk penjual makanan kelililing. Kepada sikecil sering dikepali uang ditangannya, kemudian bila ada penjual makanan liwat, abang penjual makanan dipanggil, si anak dilatih untuk membeli makanan dengan menggunakan uang yang dikepalkan tadi. Hal ini bagaikan memberikan memori di dalam benak si anak, bahwa benda yang namanya uang itu teramat penting, ia sanggup menyetop si abang penjual makanan, si kertas yang dikepalnya itu dapat ditukar dengan makanan. Tidak heran di kelompok masyarakat ini, si anak jika sudah pandai bicara, bila dirumahnya kedatangan tamu, om atau tante atau kerabat, anak tadi tak segan-segan ngomong minta uang kepada tamu yang datang. Orang tua baru berusaha mencegahnya, “tak baik begitu” dan kata-kata pencegahan lain. Tentu itu tidak lagi manjur sebab sudah terlajur terpola. Saya sering ingatkan pada kesempatan-kesempatan berbicara secara umum (dalam ceramah atau di depan kelas), tapi ada yang bergumentasi lain, bahwa cara mengenalkan anak dengan uang mulai lagi digendong supaya anak tersebut kelak dewasa pintar mencari uang. Menurut hemat saya ini salah satu pemicu kenapa akhirnya tercipta koruptor sebab dari sejak digendong sudah menganggap uang adalah segalanya.

2. Usia sekolah, mulai masuk taman kanak-kanak, banyak orang tua terutama yang ekonomi lebih baik, ingin betul anaknya mendapatkan yang terbaik. Ingin memasukkan anak ke taman kanak-kanak terbaik. Rupanya untuk memasukkan ketaman kakak-kakan terbaik, harus berkompetisi dengan anak-anak lain, kerena kelasnya terbatas. Kompetisi ini dalam bentuk berapakah sanggup membayar. Lagi lagi uang menunjukkan keperkasaannya, sangup meyingkirkan orang lain yang tidak punya uang. Hal itu berlanjut sampai masuk sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Orang yang tak punya uang hanya boleh masuk kesekolah kelas “embek”. Terkesan memang uang sangat sakti tepola dalam pikiran yang bersangkutan sejak digendong sampai tamat Sekolah menengah atas. Juga masuk perguruan tinggi. Untuk masuk keperguruan tinggi, konon sekarang ada program bagi yang tidak lolos dengan saringan biasa, dapat diterima asal sanggup membayar dengan jumlah uang tertentu. Selesai sekolah ketika ingin masuk bekerja, konon harus mengeluarkan sejumlah uang tertentu agar dapat diterima pekerja.

3. Umur 17 tahun sudah mulai wajib mempunyai identitas kependudukan yaitu KTP (Kartu tanda penduduk). Pengurusan identitas ini menurut yang dikabarkan oleh petinggi-petinggi negeri ini tanpa bayar atau gratis. Kenyataannya masih saja ada pungutan dengan berbagai istilah atau dengan cara bisik-bisik meminta uang. Kalau tidak dipenuhi permintaan itu sesungguhnya tidak apa-apa, KTP jadi juga, tapi dipersulit. Anak yang baru berumur 17 tahun tadi sudah diberikan pelajaran bahwa apa yang dibuat dalam aturan, bahkan tertulis ada ditempat pengurusan pembuatan KTP tulisan besar yang bermakna bahwa pengurusan KTP gratis. Tapi kenapa tidak sesuai tulisan dengan kenyataan. Memang bangsa ini sudah terbiasa tidak samanya kata dengan perbuatan.

Jadi perilaku korupsi yang kini sedang menjadi penyakit masyarakat kita adalah dipengaruhi oleh faktor-faktor:

1. Dorongan dari luar, seperti antara lain: pandangan keluarga dan masyarakat, pola pendidikan keluarga, kebiasaan yang berlaku ketika masuk sekolah, masuk kerja, mengurus KTP. Seperti yang dicontohkan di atas

2. Dorongan di dalam diri, manusia memang diciptakan Allah dengan membawa dua sifat yang berlawan yaitu Taqwa dan Fujur seperti ternukil dalam surat Asy-Syam ayat 8 berbunyi sebagai berikut:

maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.

Dari dalam diri manusia tersedia potensi untuk menuju/memilih atau berbuat fasik yang tidak diredhai Allah, antara lain perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain, merugikan masyarakat semisal mengambil hak orang lain, seperti korupsi. Seiring dengan itu Allah juga memasukkan dalam jiwa manusia keinginan senantiasa untuk bertaqwa, menuruti perintah Allah dengan berbuat baik, berlawanan dengan sifat “fujur”. Kedua potensi perilaku manusia ini akan terbentuk kerena pendidikan keluarga, pendidikan lingkungan dan pendidikan formal lainnya. Dengan demikian apakah akan menjadi “fujur” antara lain korupsi atau “taqwa” terjauh dari korupsi dan melanggar ketentuan agama, adalah pilihan individu yang memang disediakan oleh yang Maha Pencipta.

3. Kondisi yang tercipta, kurang baiknya system pengelolaan lembaga pendidikan, instansi pelayanan masyarakat. Lembaga pendidikan terlalu jauh kesenjangan, tercipta ada yang faforit ada unggulan ada yang hanya sekedar ada. tidak adanya standar. Sekolah masih pakai biaya, seharusnya bangsa yang begini kaya mampu menggratiskan semua jenjang pendidikan. Kurikulum sekolah prosentase pembentukan karakter yang jujur, berpekerti luhur dan pendidikan moral, kalaupun ada porsinya kecil. Saya ingat ketika masih sekolah di SR dulu (sekarang SD), apa-apa gratis bahkan dapat pembagian susu lagi sebagai tambahan gizi. Anak sekolah harus jadi panutan, di jalan raya harus berjalan disebelah kiri,jangan memborong jalan (kami dulu kesekolah berjalan kaki tanpa kendaraan), selalu ditanamkan oleh guru dengan pelajaran budi pekerti. Sekarang apa yang terjadi, tawuran jadi model anak-anak pekaian seragam sekolahan. Kami dulu belum ada pakaian seragam, tapi yang seragam bahwa anak sekolahan harus memberi contoh kepada masyarakat bahwa mereka orang terpelajar. Ini cerita tempoe doeloe, kenapa sekolah dapat gratis padahal baru saja merdeka, sekarang kenapa tidak, semua harus bayar, apanya yang salah. Kenapa budi pekerti anak sekolah dulu baik, kenapa mereka tidak pernah terdengar tawuran, bandingkan dengan apa yang dilihat sekarang, tentu ada yang salah.

Instansi pelayanan masyarakat. Se angkatan almarhum ayah saya dulu merasa bahwa negara ini mereka yang punya, kerana mereka ikut berjuang memerdekan bangsa ini. Sehingga pesan moralnya harus berbuat sebaik-baiknya untuk masyarakat dan negara. Satu contoh kecil yang saya yakin para pembaca yang budiman masih ingat bahwa dulu sepeda kumbang atau sepeda yang digerakkan dengan tenaga itu, pakai pajak desebut “peneng”. Radio tiap bulan bayar pajak di kantor pos. Begitu taatnya orang tua kita dulu itu, peneng sepada, justru mereka yang proaktif menanyakan sudah datangkah atau belum (ini cerita dikampung) peneng berupa stiker yang ditempelkan ke sepeda setiap tahun ganti model sesuai tahunnya, mencetak steker itu di ibukota propinsi, jadi kadang tahun sudah berjalan beberapa bulan peneng belum datang. Demikian juga pajak radio, merekalah yang segera tiap bulan pergi ke kantor pos membayarnya. Di dalam pemikiran mereka negara ini kita yang punya kitalah yang membiayainya dengan melalui pajak, kita yang menjaga dan mengelolanya. Dedikasi mereka bukan main tingginya, sering dia katakan kepada anak-anak muda dikantornya, “zaman dulu kami berjuang merebut kemerdekaan tanpa digaji”. “Kalian sudah beruntung bekerja ada yang menggaji”. “Oleh karena itu layani masyarakat dengan tulus, karena mereka rela berkorban untuk merdeka agar dirinya dan anak cucunya dapat pelayanan lebih baik oleh bangsanya sendiri”. Kecenderungan kita sekarang ini adalah ibarat negara ini sebuah kapal dagang. Pelayaran kapal membawa barang dagangan, bahan bakarnya dibiayai oleh pemilik kapal, kru kapal digaji oleh pemilik kapal, perwatan kapal dibiayai pemilik kapal, sementara barang-barang dagangan yang dibawa sebagain besar punya kru kapal yang nota bine sudah mendapat gaji tidak pula ikut membiayai operasional kapal. Akhirnya kru kapal yang makmur. sementara pemilik kapal lama kelamaan akan bangkrut.

Jalan keluar

1. Secara jangka panjang, perbaiki pendidikan keluarga terhadap anak-anak. Berikan masukkan kepada keluarga-keluarga muda tetang bagaimana mengasuh anak dengan baik, jangan biasakan dulu ketika anak masih di gendong dengan uang. Setelah agak besar tanamkan bahwa uang hanya semata alat tukar, bukan segalanya. Tanamkan pendidikan moral dan agama, berikan contoh konkrit dengan perbuatan nyata bagaimana berbuat baik. Dalam hal beurusan dengan sekolahan, berurusan dengan pelayanan dari pemerintahan, jika terpaksa harus mengalah yaitu pakai uang, kerena kondisi saat ini memang demikian, maka usahakan supaya anak yang masih dalam pertumbuhan itu tidak mengetahuinya.

2. Perbaiki sekolah-sekolah, sehingga semua sekolah sejak dari TK sampai SMA dengan standar yang sama, biaya di gratiskan seluruh jenjang pendidikan. Sehingga tidak ada lagi harus berkompetisi dalam bentuk uang dalam masuk sekolah, Kompetisi hanya dari bakat/potensi/minat dan itelegensi.

3. Perbaiki system pelayanan masyarakat oleh aparat pemerintah, betul-betul tidak memberikan celah adanya uang yang tidak resmi. Jika memang harus ada pengurusan yang memerlukan harus bayar, benar-benar dengan tarif yang resmi. Kurangi pengurusan dengan menggunakan tatap muka, gunakan system yang sudah canggih sekarang. Patut di apresiasi penerimaan PNS di beberapa Kementerian belakangan ini, yaitu pendaftaran melalui internet, pengiriman berkas ke po box, hasil pengumunan test melalui internet dan konfirmasi pendaftaran bagi yang lulus juga melalui internet. Tentu pengurusan KTP dan urusan surat-surat keterangan, izin-izin usaha, izin-izin lainnya juga dapat diterapkan dengan pola yang sama sehingga mengurangi tatap muka dan mungurangi biaya tinggi dan menjauhkan dari kesempatan korupsi. Karena setiap kejahatan niat saja tidak cukup kalau tidak ada kesempatan.

Demikian pembaca yang budiman, mari kita gagas perubahan karakteristik masyarakat kita yang cenderung korup ini dengan memulai dari diri kita sendri, keluarga sendiri dan syukur para fugur yang berkompeten ngurus negara ini sanggup menciptakan kondisi yang mematikan langkah korupsi. Insya Allah bermuara pada kemakmuran rakyat, kerena negara kita ini sungguh diciptakan Allah paling istemewa dari negara lain diseluruh dunia. Kaya dengan sumber daya alam, tumbuh subur apa saja yang ditanam, lautnya penuh ikan mutiara dan marzan, relatif jauh dari segala macam ancaman bencana alam dan musim.

No comments:

Post a Comment