Wednesday 4 May 2011

Kebaikan menurut konsep Al-Qur’an



Setiap orang, ingin dikatakan baik, sekalipun sebenarnya ia tidak baik. Juga kita sering memberikan penilaian kepada orang lain, misalnya teman akrab, tetangga, teman sekerja atasan dan bawahan, sering kita memberikan penilaian baik atau tidak baik terhadap mereka. Budaya bahasa berbasa-basi bangsa kita walaupun keadaannya kurang baik, bila ditanyakan kepadanya “apa kabar” jawaban standar adalah “baik”. Ketika ada bencana alam gempa di salah satu daerah di Indonesia beberapa waktu yang lalu, seorang korban kepalanya luka-luka dan karenanya di balut perban. Ketika ditanya pewawancara TV, “Bagaimana kabar Bapak”, jawaban beliau “Alhamdulillah baik”,

Di awal dakwah Islam, kewajiban shalat belum disyariatkan, waktu itu apabila seorang telah mengaku bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul utusan Allah atau dikenal dengan membaca dua kalimah sahadat. Jika orang tersebut berpegang teguh dengan apa yang diikrarkannya dan sampai yang bersangkutan meninggal dunai, maka ia termasuk orang yang meninggal dalam keadaan baik.

Orang Yahudi menganggap bahwa adalah merupakan kebaikan atau kebaktian bila menghadap Allah dengan menghadapkan wajah kearah barat. Sementara orang Nasrani menilai suatu kebaikan atau kebaktian bila menghadapkan wajah kepada Allah dengan menghadap kearah timur.

Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah tentang “Al-Bir” (Kebaikan) berkenaan dengan pemahaman Yahudi dan Nashara tersebut di atas. Turunlah ayat 177 surat Al Baqarah. Lebih jauh dirinci yang dimaksud kebaikan versi Allah di tegaskan dalam Alquran adalah:










Al- Baqarah 177. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

Memetik ayat tersebut di atas bahwa kebaikan adalah, beriman kepada Allah, beriman kepada hari kemudian, beriman tentang adanya malaikat-malaikat, beriman bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab kepada rasul-rasul yang diutus-Nya, beriman kepada nabi-nabi, mendermakan sebagian harta kepada pihak-pihak yang diarahkan Allah, memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menepati janji dan sabar.

1. Beriman kepada Allah,

Bahwa seseorang dipandang baik disisi Allah apabila orang yang bersangkutan bulat keimanan kepada Allah, tidak mensekutukan Allah dengan suatu apapun. Sejak jaman Zahiliyah di Makkah, tidak seorangpun mau dituduh syirik atau mensekutukan Allah. Mereka beranggapan bahwa apa yang dilakukannya menyembah berhala adalah rangkaian penyembahan kepada Allah. Berhala-berhala adalah sabagai media. Mereka percaya bahwa bumi dan langit dan segala isinya termasuk dirinya ini diciptakan Allah. Era sekarang ini semua agama mengklaim bahwa mereka menyembah Tuhan Yang Esa yaitu Allah. Walau dengan segala macam perantara dan media.

Keimanan menyembah Allah dengan media termasuk mensekutukan Allah, hal seperti itu tidak diredhaai atau ditolak Allah, seperti termuat dalam surat Azzumar ayat 3.

3. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.

Konsep Islam penyembahan kepada Allah tidak dengan media tidak dengan perantara mahluk-makluk ciptaan Allah. Konsep Islam iman kepada Allah adalah tidak mensyerikatkan Allah dengan apapun.

2. Beriman akan adanya hari kemudian,

Bahwa dunia yang terkembang dewasa ini yang kita diami ini ada awalnya, dengan demikian jelas akan ada akhirnya. Begitu juga kehidupan seseorang anak manusia, ada awalnya bermula tersemai di dalam kandungan ibu, tumbuh berkembang menjadi janin dan muncul kedunia menjadi bayi. Sebagian besar tumbuh menjadi anak-anak, remaja kemudian dewasa, tua. Semuanya kita meninggal dunia baik sampai tua maupun masih anak dan remaja atau dewasa. Setelah meninggal dunia tidak habis begitu saja, masuk ke hari kemudian, untuk mempertanggungjawabkan segala amal selama hidup di atas dunia. Orang yang menyakini bahwa semula amal di dunia ini akan dipertanggungjawabkan dan mendapat balasan di hari kemudian, maka dengan sendirinya setiap langkah perbuatan amalnya akan dipertimbangan untuk dapat dipertanggung jawabkan di hari kemudian. Tentu berhati-hati dalam hidup akan menjauhi segala perbuatan yang tidak baik dan sebanyak mungkin berbuat kebaikan. Oleh karena itu sumber kebaikan adalah adanya Iman kepada hari kemudian.

3. Beriman tentang adanya malaikat-malaikat.

Manusia yang yakin (beriman) bahwa adanya malaikat yang ditugaskan oleh Allah dengan berbagai fungsi di antaranya malaikat yang senantiasa mendampingi dirinya, dimanapun dan kemanapun serta sedang berbuat apapun. Oleh karena keimanan itu maka orang yang bersangkutan tidak akan melakukan perbuatan yang tercela apalagi perbuatan dosa, sebab ia yakin benar bahwa apapun perbuatannya akan tercatat dengan sempurna oleh malaikat yang mendampinginya. Tentu pribadi orang tersebut akan terus menerus berbuat kebaikan.

4. Beriman terhadap kitab-kitab,

Kitab-kitab, yang dimaksud adalah kitab-kitab berupa wahyu dari Allah melalui rasul-rasul yang diutus oleh Allah. Kitab-kitab tersebut memberikan petunjuk dalam menjalankan hidup didunia ini, termasuk cara mengatur kehidupan hubungan dengan Allah dan tata cara hubungan antara manusia dengan manusia dalam pergaulan masyarakat. Bila petujuk tersebut diikuti maka akan terciptalah kehidupan yang terjamin kemaanan dan ketenteraman. Kemanapun dan dilingkungan yang seperti apapun seorang yang memegang teguh aturan Allah, akan menerbar kebaikan. Aman hak orang lain dari perbuatannya, damai perasaan orang lain melalui ahlaknya, terhindar siapapun dari sakit hati kerena lisannya. Pokoknya akan muncul kebaikan-demi kebaikan.

5. Beriman kepada nabi-nabi.

Wujud kebaikan berikutnya adalah beriman kepada nabi-nabi dalam artian percaya bahwa nabi-nabi yang diangkat itu telah diutus Allah di masing-masing zaman untuk mengembalikan manusia kepada kemurnian keyakinan akan ke Esaan Allah. Misi Para nabi itu pada pokoknya ada 2 (dua) hal yaitu: Pertama menyempurnakan kehidupan spiritual dalam kaitan mengesakan Allah, menyakini bahwa akan ada hidup sesudah mati dengan pembalasanya, mencontohkan ahlak yang mulia, agar manusia mematuhi aturan yang ditetapkan Allah. Kedua, reformasi kehidupan sosial kemasyarakatan, mengajak masyarakat untuk dapat berkehidupan yang layak dalam hubungan antar manusia, tidak saling menzalami atau menindas, tercipta keadilan dan ketenteraman pengaturan hidup antara lelaki dan perempuan dalam perkawinan. Dengan mengimani nabi-nabi berarti menghayati dan mengamalkan ajarannya dengan demikian akan terciptalah kebaikan baik bagi diri sendiri maupun masyarakat secara keseluruhan.

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (Al- Hadid 25)

6. Memberikan harta yang dicintainya kepada pihak yang diarahkan Allah:

Manusia lahir kedunia ini sama-sama bermodal nihil, hanya memang kadang seorang terlahir dikeluarga yang berkecukupan bahkan berkelebihan, sementara ada yang terlahir dari keluarga yang pas-pasan dan bahkan kekuarangan. Untuk mendapatkan harta guna dipakai hidup, manusia berusaha dengan bermacam kemampuannya. Bila ia terlahir di keluarga orang kaya, berarti orang tua yang bersangkutan dulu-dulunya berusaha sedemikian rupa sehingga dapat menghimpun harta. Apabila seorang terlahir dikalangan tidak ada harta warisan, maka dirinya sendirilah yang membanting tulang memeras keringat dan otak untuk menghimpun harta kekayaan. Begitu harta kekayaaan yang didapat dengan susah payah dan tentu dicintai itu, sebagai bukti kekuatan iman kepada Allah, kepada Nabi dan kepada Malaikat dan Kitab-Kitan Allah, barulah mendapat kebaikan juka mampu memberikan harta yang dicintai itu untuk orang lain dengan perioritas:

a. kerabatnya, karena pada hakikatnya Islam mengajarkan selamatkan lebih dahulu keluarga. memberikan harta utamakan kepada keluarga dekat dan sanak falimili terlebih dari baru lah orang lain. Al-Qur’an memerintahkan “selamatkan dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”. Orang dalam kekurangan kadang gampang terjerembab kepada kekufuran, sulit melaksanakan ibadah untuk menjauhkan diri dari siksa neraka. Diharapkan dengan mengalirnya sedekah dari leuarga yang kaya, dapat mengurangi penderitaan kerabat sendiri yang miskin tersebut dan mereka dapat melaksanakan ibadah.

b. anak-anak yatim, perioritas yang kedua dalam mendistribusikan harta adalah anak yatim. tentu anak yatim yang miskin, sebab ada juga anak yatim yang kaya lantaran banyak mempunyai warisan. Anak yatim yang miskin mereka belum mampu untuk mendapatkan nafkah buat dirinya, sedangkan penanggung jawab nafkah untuk mereka sudah tiada. Diharapkan dengan terpeliharanya anak yatim berkat santunan harta dari pihak yang berpunya, dapat terpelihara keimaman meraka, kehidupan kanak-kanak mereka dapat diselenggarakan dengan baik dengan mengikuti pendidikan, sebab ada biaya dari orang kaya. Dengan pendidikan dapat menjadi bekal hidup bagi mereka setelah dewasa nanti untuk mencari nafkah dan melanjutkan kehidupan ini dengan tetap berakidah Islami.

c. orang-orang miskin, perioritas ketiga diisyaratkan dalam surat al-Baqarah 177 yang kita baca tadi adalah orang miskin. Miskin kehidupan yang serba kekuarangan, orang dalam hidup yang serba kekurangan pikirannya gampang suntuk dan bahkan untuk berpindah keyakinanpun kadang bersedia, karena sudah lelah hidup dalam ketidak cukupan. Bila ada Peluang untuk memperbaiki nasib dengan menggadaikan iman. Tidak sedikit orang yang memngambil jalan pintas melanggar larangan Alllah untuk mendapatkan sekedar penyambung hidup, dilakukan mencuri bahkan lebih berat dari itu hanya karena kemiskinan. Karena itulah Islam mengajarkan kepada orang yang berkelebihan harta untuk membelanjakan sebagian bagi orang miskin. Sekurangnya ada 2 (dua) tujuan membelanjai orang miskin: Pertama agar si miskin dapat dikurangi penderitaannya dengan demikian semoga dapat terpelihara akidahnya. Kedua supaya terjalin hubungan yang harmonis antara pihak si kaya dengan si miskin, sehingga si miskin ikut memelihara harta si kaya, sebab sadar bahwa di dalam harta si kaya itu si miskin merasa ikut memiliki dan terbukti si kaya memberikan bagian itu kepada si miskin.

d. Musafir (yang memerlukan pertolongan), perioritas keempat dari penyaluran harta adalah buat orang dalam perjalanan yang kehabisan perongokosan. Bagaimanapun kayanya sesorang di kampung halamannya sendiri, bilamana ia sedang musafir, kekayaan itu kadang tidak dapat menolongnya. Dapat saja yang bersangkutan kehabisan biaya baik untuk hidup atau meneruskan penjalanan pulang kembali kekampung halamannya. Walau diera komunikasi yang canggih dan teknologi pengiriman uang yang mudah inipun, kadang bila seorang musafir derdampar di daerah yang tidak tersedia alat pendukung telekomunikasi dan transfer juga kemudahan itu belum dapat dinikmati. Disinilah peranan anjuran orang Islam agar tergerak hati untuk melakukan perbuatan baik dengan menafkahkan sebagai hartanya untuk orang musafir. Falsafah perintah kebaikan yang satu ini ialah, merupakan salah satu kebaikan adalah memberikan bantuan kepada orang yang sangat memerlukan.

e. Orang-orang yang meminta-minta; prioritas kelima dari distribusi harta adalah untuk orang-orang yang meminta-minta. Pada dasarnya manusia yang kenal akan harga diri, jika tidak sangat terpaksa tidak akan meminta-minta. Khusus mendermakan harta yang satu ini agaknya sedikit agar selektif, karena terakhir ini banyak orang yang sudah kehilangan harga diri. Jadi harus jelas diketahui bahwa orang yang meminta-minta itu benar-benar patut menerima sedekah. Sebab terutama di kot-kota besar kadang minta-minta dijadikan mata pencarian. Inilah salah satu pentingnya komunitas salat berjamaah yang di bangun di dalam Islam. Jamaah suatu masjid di dalam suatu komunitas tertentu dapat melakukan identifikasi di kalangan jamaahnya, orang yang pantas menerima derma, jika mereka meminta-minta dan mungkin organisasi masjid mengetahui dimana kantong masyarakat miskin yang meminta-minta dan benar-benar harus disantuni.

7. Memerdekakan hamba sahaya.

Perbuatan baik memerdekakan hamba sahaya, sekarang boleh dikata sudah tidak ada lagi haba sahaya, atau perbudakan. Memang salah satu tujuan Islam adalah menghapuskan perbudakan, perhamba sahayaan itu. Oleh karena itu banyak denda-denda dalam pelanggaran peraturan agama berupa membebaskan budak/hambasahaya. Perbuatan membebaskan memerdekakan hamba sahaya/memerdekan budak diganjar pahala demikian besar., Sebab dipermulaan agama Islam di dakwahkan masih sangat marak perbudakan/perhambasahayaan. Namun perbudakan/perhambasahayaan terselubung dinegara yang lemah perekonomiannya masih terasa. Adalah merupakan perbuatan baik jika diri ini mampu mencegah terjadinya perdagangan manusia. Jikalah kebetulan anda mempunyai pembantu rumah tangga, meskipun status mereka merdeka dan bukan hamba sahaya, tetapi adalah suatu kebaikan jika mereka diperlakukan secara manusiawi, ini barang kali yang lebih dekat dengan maksud perintah ini dikaitkan dengan masa sakarang.

8. Mendirikan shalat,

Jelas bahwa shalat adalah tiang agama, shalat adalah pencegah seseorang berbuat keji dan mungkar, pantas kalau shalatlah ibadah manusia yang lebih dahulu diperhitungkan Allah di yaumil hasab. Orang yang shalat dan menjiwai shalatnya untuk diterapkan dihidupan sehari-hari salah satu aspek yang dapat dipetik adalah kejujuran. Jika anda sebagai jamaah shalat di masjid, sering kita lihat profil-profil orang jujur. Misalnya jamaah yang batal wduhu, langsung keluar pergi untuk ber whudu kembali, padahal tidak seorangpun yang mengetahui kalau wudhu yang baresangkutan batal. Ini salah satu model kejujuran yang terus menerus dilatihkan di dalam kebhidupan beragama di dalam Islam. Seorang yang mengamalkan shalat, ia selalu jujur meskipun tidak seorangpun mengatahui bila dalam melakukan aktifiatas hidup ia melakukan perbautan yang bathil, segera ia sadar segera ia tobat dan segera ia menghindar, kerena didalam dirinya sudah tersedia pengawasan bahwa mesipun orang lain tidak mengetahui Allah maha mengetahi, maha melihat. Sehingga wajarlah bahwa shalat merupakan salah satu perbuatan sumber kebaikan. Logikanya orang shalat tidak akan Korupsi, tidak akan curang tidak akan menjalimi orang, tidak akan berbuat melanggar larangan Allah.

9. Menunaikan zakat;

Harta kekayaan didalam Islam dipandang bukan hanya milik sendiri, walaupun diri sendiri yang berusaha menghimpunannya. Penghimpunan harta diperoleh dari interaksi dengan orang lain, karena itu disamping harta mempunyai fungsi ekonomi sekaligus harus mempunyai fungsi sosial. Di dalam harta yang terkumpul terdapat hak orang lain yaitu hak para wajib penerima zakat. Harta yang terkena wajib zakat adalah harta dengan jumlah tertentu yang disebut dengan cukup nisab dan dalam kurun waktu dikuasai selama setahun disebut haul. Lebih jauh ada lagi zakat atau hasil pertanian perkebunan yang diatur dengan sempurna dalam bab mengenai zakat. Salah satu bentuk kebaikan yang diisyaratkan oleh surat Al-Baqarah 177 tadi adalah menunaikan Zakat, falsafahnya adalah setiap muslim tidak boleh menahan harta yang seharusnya menjadi hak orang lain. Dampak dari zakat adalah upaya untuk memperkecil jurang antara orang kaya dan orang miskin dan selanjutnya orang miskinpun merasa disantuni oleh orang kaya dengan demikian timbul persaudaraan, yang pada akhirnya akan berbuah kasih sayang, sehingga terjauh dari kecemburuan sosial, dimana sering berakibat si miskin menbenci orang kaya kadang tidak jarang orang miskin berprasangka dan berdoa yang jelek terhadap orang kaya.

10. Menepati janjinya apabila ia berjanji.

Kunci kebaikan hubungan antar manusia adalah menapti janji. Karena bila janji sudah dicederai maka pihak yang menerima janji dan pihak yang berjanji keduanya akan merugi. Pihak yang menerima janji menderita rugi gagal memperoleh manfaat dari janji yang diterimanya dan kadang kehilangan kesempatan yang terbaik akan diperolehnya bila janji ditepati. Sementara pihak yang ingkar janji akan rugi, karena secara jangka panjang, si cedera janji tadi dikenal di masyarakat sebagai tukang ingkar janji. Bila ia berjanji pihak yang menerima janji sudah akan percaya lagi tentu akan menyulitkan dalam kehiudupan masyarakat yang tidak akan dapat lepas dari hubungan antara manusia. Jadi tetaplah bila salah satu butir dari kebaikan itu adalah menepati janji.

11. Sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.

Hidup ini tidak selamanya berjalan baik, kadang seorang yang semula hartanya banyak, dengan tempo yang singkat bisa bangkrut, orang yang tadinya sehat afiat dapat saja jatuh sakit. Keadaan aman dan damai dapat saja berubah menjadi kacau balau dan peperangan. Semua itu adalah permainan dunia sekaligus cobaan untuk manusia. Menghadapi segala kemungkinan tersebut, orang orang yang sanggup sabarlah sebagai manusia yang tetap memdapat predikat bnaik dari Allah. Kembali kepada keyakinan bahwa semuanya terjadi karena telah ditetapkan Allah. Yakin bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan yang tidak sanggup dipikul oleh hamba-nya. Orang demikian agan senantiasa dapat berbuat kebaikan, sekalipun sedang dalam kesempitan dan penderitaan bahkah banyak kita mendengar riwayat bagaimana sahabat-sahabat nabi sanggup berbuat baik walau terhadap musuh dalam perperangan.

Selanjutnya orang-orang yang dapat melakukan kebaikan-kebaikan tersebut di atas mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka itulah yang akan memperoleh dua gelar sekaligus dari Allah yaitu “Siddiqin” dan “Muttaqin”.

Semoga kita dapat mengamalkan kebaikan-kebaikan seperti diungkapkan Allah dalam surat Al-Baqarah 177 tadi. Amien.

1 comment:

  1. saya hanya blogwalking
    jika berniat liat blog saya kunjungin balik ya??

    dan terimakasii.....

    ReplyDelete