Kalau
tidak keliru, terjemahan bebas “Muhasabah”, adalah berhitung condong untuk
menilai diri sendiri. Karena selama di dunia ini perhitungan dapat dilakukan
oleh diri sendiri untuk diri. Sementara di akhirat nanti kita sudah tak punya
kemampuan lagi untuk memperhitungkan diri kita sendiri. Perhitungan di akhirat
mutlak oleh Allah semata. Hal itulah
maka Allah memberitahukan kepada manusia a.l. dengan surat Ibrahim. ayat 42-43.
·
Ayat 42. Dan janganlah
sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat
oleh orang-orang yang dzalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka
sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak,
·
Ayat 43. Mereka datang
bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata
mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.
Langkah-langkah memperhitungkan diri di dunia ini dapat
dilakukan setidaknya empat Langkah yaitu:
1.
Hitunglah hal-hal yang wajib, jika ada yg
kurang, segeralah melengkapinya. Allah telah mewajibkan kita untuk melakukan
amaliah didunia ini berupa ibadah langsung kepada Allah dan ibadah berhubungan
dengan masyarakat, dikenal dengan ibadah sosial. Setiap hari orang bijak dalam
agamanya menghitung dirinya. Hari ini apakah ibadah yang sudah dilakukan sudah
maksimal, atau masih ada kekurangan, baik dalam kualitas atau kuantitasnya.
Kualitas artinya kadar niat yang terkandung dalam ibadah itu, apakah masih
tercampur karena selain Allah, apakah sudah benar-benar bulat karena Allah.
Kuantitas, sudah seberapa banyak dilakukan, apakah sudah maksimal, apakah sudah
sekuat tenaga. Tidak kalah pentingnya dalam melaksanakan ibadah haruslah
terpenuhi dua unsur yaitu:
a. Ikhlas
hanya karena Allah, ibadah terhindar dari riya’, jauh dari ingin dinilai oleh
manusia dan bukan karena menginginkan sesuatu urusan dunia, misalnya beribadah
untuk mendapatkan jabatan. Dapat
diangkat sebagai contoh misalnya, ketika sedang disiapkan untuk memilih katua
RW baru, disuatu RW, maka si calon yang berharap mendapatkan dukungan suara, oleh
penasihat suksesnya, di sarankan untuk shalat berjamaah setiap waktu di
masjid-masjid yang ada dalam wilayah RW. Yang terjadi setelah pemilihan RW
selesai, baik yang terpilih maupun yang gagal, sudah jarang shalat berjamaah ke
masjid. Kalau demikian shalat berjamaahnya agaknya belum murni karena Allah.
b. Mengacu
kepada apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Tidak dibuat-buat ibadah
yang baru. Tidak pula mengurangi bagaimana seharusnya ibadah dilakukan. Bukankah
ummat terdahulu ada yang dimurkai Allah karena mengurangi apa yang telah
digariskan Allah, dan ada pula ummat terdahulu yang dimurkai Allah karena
menambah-nambah ibadah kepada Allah. Patut kita muhasabah, apakah ritual ibadah
yang kita ikuti sehari-hari sudah terkontaminasi ibadah-ibadah tambahan yang
tidak dicontohkan oleh Rasulullah. Juga
patut dikaji lagi apakah ada pengurangan ibadah yang kita ikuti di komunitas
biasanya kita berjamaah. Untuk memahami apakah ada penambahan ritual ibadah
yang kita ikuti atau ada pengurangan ibadah yang kita jalani di komunitas kita,
maka tentu jalan keluarnya, belajar dan belajar dari sumber-sumber yang akurat.
Bagi ummat Islam sumber akuratnya sudah jelas yaitu Al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah. Konsep ibadah kepada Allah dalam Islam, sudah jelas: “beribadah
sesuai dengan perintah, baik langsung dari Allah atau contoh Rasulullah”.
Sedangkan amalan lainnya selain Ibadah kepada Allah panduannya adalah “ber-amallah
sepanjang tidak ada larangan dari Allah dan Rasul-Nya”.
2.
Hitung-hitung hal-hal yang dilarang, jika ada yg dilanggar;
istighfar, taubat dan imbangi dengan perbuatan baik menghapuskan dosa. Sebagai
manusia yang tak luput dari kekhilafan dan kesalahan, maka sudah lazim terjadi
kesalahan dilakukan terlanjur melanggar larangan Allah. Jika hal ini terjadi
segeralah memohon ampunan kepada Allah bukan saja dengan istighfar, tetapi
diiringi dengan perbuatan baik. Karena perbuatan baik oleh Rasulullah
ditegaskan akan menebus dosa. Bahwa seorang berbuat salah dan menyesali kasalahannya, serta bertaubat kemudian
tidak mengulangi kesalahan yang sama, adalah lebih baik dari orang yang belum
pernah berbuat kesalahan karena belum mengalami ujian. Sebagai contoh; bila
seorang yang lingkungannya baik, tidak pernah mendapat kesempatan berbuat
kesalahan, wajar kalau dianya tidak pernah berbuat kesalahan. Lain hal nya
dengan seorang yang punya kesempatan untuk melakukan kesalahan, misalnya, lalu
dianya tidak melakukan kesalahan tersebut, ini barulah dapat dipandang orang
yang kuat mempertahankan imannya. Dalam hal seorang yang ada peluang melakukan
kesalahan dan terlanjur melakukan kesalahan itu, maka orang ini dapat minta
ampun dan bertaubat dengan mengiringi pertaubatannya dengan perbuatan-perbuatan
kebajikan.
3.
Periksa kelalaian, perbaiki atas kelalaian
tersebut dengan berdzikir agar kembali mendekatkan diri kepada Allah. Kelalaian
ialah berupa melakukan aktivitas (amal) termasuk amal baik, tetapi tidak
sengaja apalagi disengaja melupakan Allah. Keluar rumah menuju pekerjaan
mencari rezeki, lupa mengingat Allah, lupa meniatkan bahwa berangkat kerja,
dalam rangka mencari karunia Allah. Suatu ketika sempat sesumbar bahwa
kesuksesan diri adalah karena kehebatan, kemampuan diri semata, tidak memuji
Allah yang membuat diri menjadi sukses. Jika antara lain seperti dicontohkan
tadi hendaklah perbaiki kelalaian dengan mendekatkan diri kembali kepada Allah yaitu
setiap memulai suatu kegiatan dengan mengingat akan Allah.
4.
Perhatikan anggota tubuh, ucapan, Langkah kaki,
gerak tangan, penglihatan, pendengaran. Serta upayakan untuk menilai sendiri
apa yg dibuat, diucapkan, kepergian, gerak tangan dll, untuk apa dan adakah
kandungan dosa di dalamnya. Sebagai contoh misalnya ucapan yang tidak percaya
dengan kehidupan akhirat. Ucapan sengaja dari hati atau hanya sekedar bercanda,
umpanya seorang mengatakan “Tak mungkin
kita di akhirat nanti akan mengalami siksaan, kalau sudah mati nanti pasti
enak, buktinya tak seorangpun yang sudah mati balik lagi, itu buktinya enak
disana”. Atau ada yang menyakatan
bahwa tentang bagaimana kehidupan sesudah dunia fana ini, padahal belum pernah melihat kesana. Kalau
seorang yang beriman kepada Al-Qur’an maka kata-kata ini berarti kesalahan
besar, karena tentang bagaimana keadaan setelah
dunia fana ini, yaitu alam kubur,
alam barzah, alam akhirat, belum seorangpun manusia yang pernah melihat kesana,
kecuali nabi Muhammad yang dicuplikan secara singkat. Kabar-kabar mengenai
kampung akhirat adalah berita dari Al-Qur’an. Masalahnya terpulang apakah
mengimani atau tidak berita Al-Qur’an. Kalau masih mengimani berita Al-Qur’an adalah
pantas dipetik salah satu ayat, surat Asy-Syajadah ayat 12 “Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka
ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya,
(mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka
kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang yakin.". Bagi orang yang berkata “Ramalan
tentang keadaan sesudah dunia fana ini, tidak
dapat diramalkan didunia ini sekarang, sebab belum ada yang pernah kesana”
berarti yang bersangkutan tidak mengimani Al-Qur’an, sudah tidak dapat lagi
untuk diajak percaya dengan kehidupan kampung akhirat. Semoga Allah memberikan
hidayah kepada yang bersangkutan, hanya itu yang dapat kita lakukan yaitu
berdo’a, karena hidayah hanya datang dari Allah.
Begitu
juga 2 ayat yang dikemukakan awal tulisan, hanya buat orang yang mengimani
Al-Qur’an, kalau sudah didasari tidak mengimani Al-Qur’an, sudah tertutup untuk
meyakinkan yang bersangkutan. Demikian juga mungkin agama apapun meyakini
kehidupan akhirat itu, walau tak seorangpun penganut masing-masing agama itu
pernah melihat atau survey kesana. Jadi orang yang tidak percaya akan adanya kehidupan
akhirat, barangkali yang bersangkutan tidak menganut agama. Wallahu a’lam
bishawab.
Dunia,
tempat berbuat/beramal, tapi belum ada pembalasan, atau setidaknya jarang
langsung mendapatkan pembalasan. Akhirat,
tempat diperhitungkan amal selama di
dunia, sementara itu di akhirat tidak lagi dapat beramal. Begitu sepertinya keyakinan
orang yang beragama, dengan agama apapun yang di anutnya.
No comments:
Post a Comment