Tuesday 10 January 2017

MUHASABAH



Kalau tidak keliru, terjemahan bebas “Muhasabah”, adalah berhitung condong untuk menilai diri sendiri. Karena selama di dunia ini perhitungan dapat dilakukan oleh diri sendiri untuk diri. Sementara di akhirat nanti kita sudah tak punya kemampuan lagi untuk memperhitungkan diri kita sendiri. Perhitungan di akhirat mutlak oleh Allah semata. Hal  itulah maka Allah memberitahukan kepada manusia a.l. dengan surat Ibrahim. ayat 42-43.  
·         Ayat 42. Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang dzalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak,
·         Ayat 43. Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.
Langkah-langkah memperhitungkan diri di dunia ini dapat dilakukan setidaknya  empat Langkah yaitu:
1.       Hitunglah hal-hal yang wajib, jika ada yg kurang, segeralah melengkapinya. Allah telah mewajibkan kita untuk melakukan amaliah didunia ini berupa ibadah langsung kepada Allah dan ibadah berhubungan dengan masyarakat, dikenal dengan ibadah sosial. Setiap hari orang bijak dalam agamanya menghitung dirinya. Hari ini apakah ibadah yang sudah dilakukan sudah maksimal, atau masih ada kekurangan, baik dalam kualitas atau kuantitasnya. Kualitas artinya kadar niat yang terkandung dalam ibadah itu, apakah masih tercampur karena selain Allah, apakah sudah benar-benar bulat karena Allah. Kuantitas, sudah seberapa banyak dilakukan, apakah sudah maksimal, apakah sudah sekuat tenaga. Tidak kalah pentingnya dalam melaksanakan ibadah haruslah terpenuhi dua unsur yaitu:
a.       Ikhlas hanya karena Allah, ibadah terhindar dari riya’, jauh dari ingin dinilai oleh manusia dan bukan karena menginginkan sesuatu urusan dunia, misalnya beribadah untuk mendapatkan jabatan.  Dapat diangkat sebagai contoh misalnya, ketika sedang disiapkan untuk memilih katua RW baru, disuatu RW, maka si calon yang berharap mendapatkan dukungan suara, oleh penasihat suksesnya, di sarankan untuk shalat berjamaah setiap waktu di masjid-masjid yang ada dalam wilayah RW. Yang terjadi setelah pemilihan RW selesai, baik yang terpilih maupun yang gagal, sudah jarang shalat berjamaah ke masjid. Kalau demikian shalat berjamaahnya agaknya belum murni karena Allah.
b.      Mengacu kepada apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Tidak dibuat-buat ibadah yang baru. Tidak pula mengurangi bagaimana seharusnya ibadah dilakukan. Bukankah ummat terdahulu ada yang dimurkai Allah karena mengurangi apa yang telah digariskan Allah, dan ada pula ummat terdahulu yang dimurkai Allah karena menambah-nambah ibadah kepada Allah. Patut kita muhasabah, apakah ritual ibadah yang kita ikuti sehari-hari sudah terkontaminasi ibadah-ibadah tambahan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah.  Juga patut dikaji lagi apakah ada pengurangan ibadah yang kita ikuti di komunitas biasanya kita berjamaah. Untuk memahami apakah ada penambahan ritual ibadah yang kita ikuti atau ada pengurangan ibadah yang kita jalani di komunitas kita, maka tentu jalan keluarnya, belajar dan belajar dari sumber-sumber yang akurat. Bagi ummat Islam sumber akuratnya sudah jelas yaitu Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Konsep ibadah kepada Allah dalam Islam, sudah jelas: “beribadah sesuai dengan perintah, baik langsung dari Allah atau contoh Rasulullah”. Sedangkan amalan lainnya selain Ibadah kepada Allah panduannya adalah “ber-amallah sepanjang tidak ada larangan dari Allah dan Rasul-Nya”.
2.       Hitung-hitung  hal-hal yang dilarang, jika ada yg dilanggar; istighfar, taubat dan imbangi dengan perbuatan baik menghapuskan dosa. Sebagai manusia yang tak luput dari kekhilafan dan kesalahan, maka sudah lazim terjadi kesalahan dilakukan terlanjur melanggar larangan Allah. Jika hal ini terjadi segeralah memohon ampunan kepada Allah bukan saja dengan istighfar, tetapi diiringi dengan perbuatan baik. Karena perbuatan baik oleh Rasulullah ditegaskan akan menebus dosa. Bahwa seorang berbuat salah dan  menyesali kasalahannya, serta bertaubat kemudian tidak mengulangi kesalahan yang sama, adalah lebih baik dari orang yang belum pernah berbuat kesalahan karena belum mengalami ujian. Sebagai contoh; bila seorang yang lingkungannya baik, tidak pernah mendapat kesempatan berbuat kesalahan, wajar kalau dianya tidak pernah berbuat kesalahan. Lain hal nya dengan seorang yang punya kesempatan untuk melakukan kesalahan, misalnya, lalu dianya tidak melakukan kesalahan tersebut, ini barulah dapat dipandang orang yang kuat mempertahankan imannya. Dalam hal seorang yang ada peluang melakukan kesalahan dan terlanjur melakukan kesalahan itu, maka orang ini dapat minta ampun dan bertaubat dengan mengiringi pertaubatannya dengan perbuatan-perbuatan kebajikan.
3.       Periksa kelalaian, perbaiki atas kelalaian tersebut dengan berdzikir agar kembali mendekatkan diri kepada Allah. Kelalaian ialah berupa melakukan aktivitas (amal) termasuk amal baik, tetapi tidak sengaja apalagi disengaja melupakan Allah. Keluar rumah menuju pekerjaan mencari rezeki, lupa mengingat Allah, lupa meniatkan bahwa berangkat kerja, dalam rangka mencari karunia Allah. Suatu ketika sempat sesumbar bahwa kesuksesan diri adalah karena kehebatan, kemampuan diri semata, tidak memuji Allah yang membuat diri menjadi sukses. Jika antara lain seperti dicontohkan tadi hendaklah perbaiki kelalaian dengan mendekatkan diri kembali kepada Allah yaitu setiap memulai suatu kegiatan dengan mengingat akan Allah.
4.       Perhatikan anggota tubuh, ucapan, Langkah kaki, gerak tangan, penglihatan, pendengaran. Serta upayakan untuk menilai sendiri apa yg dibuat, diucapkan, kepergian, gerak tangan dll, untuk apa dan adakah kandungan dosa di dalamnya. Sebagai contoh misalnya ucapan yang tidak percaya dengan kehidupan akhirat. Ucapan sengaja dari hati atau hanya sekedar bercanda, umpanya seorang mengatakan “Tak mungkin kita di akhirat nanti akan mengalami siksaan, kalau sudah mati nanti pasti enak, buktinya tak seorangpun yang sudah mati balik lagi, itu buktinya enak disana”.  Atau ada yang menyakatan bahwa tentang bagaimana kehidupan sesudah dunia fana ini,  padahal belum pernah melihat kesana. Kalau seorang yang beriman kepada Al-Qur’an maka kata-kata ini berarti kesalahan besar, karena tentang bagaimana keadaan setelah  dunia  fana ini, yaitu alam kubur, alam barzah, alam akhirat, belum seorangpun manusia yang pernah melihat kesana, kecuali nabi Muhammad yang dicuplikan secara singkat. Kabar-kabar mengenai kampung akhirat adalah berita dari Al-Qur’an. Masalahnya terpulang apakah mengimani atau tidak berita Al-Qur’an. Kalau masih mengimani berita Al-Qur’an adalah pantas dipetik salah satu ayat, surat Asy-Syajadah ayat 12 “Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.". Bagi orang yang berkata “Ramalan tentang keadaan sesudah dunia fana ini,  tidak dapat diramalkan didunia ini sekarang, sebab belum ada yang pernah kesana” berarti yang bersangkutan  tidak  mengimani Al-Qur’an, sudah tidak dapat lagi untuk diajak percaya dengan kehidupan kampung akhirat. Semoga Allah memberikan hidayah kepada yang bersangkutan, hanya itu yang dapat kita lakukan yaitu berdo’a, karena hidayah hanya datang dari Allah.
Begitu juga 2 ayat yang dikemukakan awal tulisan, hanya buat orang yang mengimani Al-Qur’an, kalau sudah didasari tidak mengimani Al-Qur’an, sudah tertutup untuk meyakinkan yang bersangkutan. Demikian juga mungkin agama apapun meyakini kehidupan akhirat itu, walau tak seorangpun penganut masing-masing agama itu pernah melihat atau survey kesana. Jadi orang yang tidak percaya akan adanya kehidupan akhirat, barangkali yang bersangkutan tidak menganut agama. Wallahu a’lam bishawab.
Dunia, tempat berbuat/beramal, tapi belum ada pembalasan, atau setidaknya jarang langsung mendapatkan pembalasan.  Akhirat,  tempat diperhitungkan amal selama di dunia, sementara itu di akhirat tidak lagi dapat beramal. Begitu sepertinya keyakinan orang yang beragama, dengan agama apapun yang di anutnya.

No comments:

Post a Comment