Monday 23 January 2017

PEDULI kah QT kpd YANG LEMAH



Ku sempat pernah berfikir, bahwa kemiskinan di dunia ini tak mungkin ditiadakan, sebab diinformasikan Allah dalam kitab suci, bahwa adanya orang miskin. Lantas ada orang kaya, dimana si kaya diperintahkan harus menyantuni si miskin dengan sebagian kakayaan yang dimilikinya. Fikiran ku itu didukung logika, bahwa kitab suci kan berlaku sepanjang masa sampai kiamat, jadi logikapun sampai kepada kesimpulan bahwa orang miskin harus tetap ada.  Kalau nanti misalnya sepuluh tahun kedepan di dunia ini ndak ada lagi orang miskin, nah bagaimana generasi yang akan datang, ketika dia membaca kitab suci yang di dalamnya disebut tentang orang miskin, padahal ketika itu ndak ada orang miskin. Jadi nanti ada komentar bagi yang lemah imannya “kandungan kitab ini, hanya kisah orang dahulu, buktinya ndak ada orang miskin”.
Fikiran dan logika ku ini selanjutnya terbantahkan oleh logika juga, di dalam ajaran agama (Islam), dalam banyak hal amal yang sangat baik diwujudkan dengan “memerdekakan Budak”. Banyak denda-denda pelanggaran pantangan agama, dengan “memerdekakan Budak”. Sampai-sampai ada fadhilah zikir sesudah shalat wajib yaitu  seperti  yang dikatakan Abu Ayyub Al-Anshari, r.a. bahwa Rasulullah pernah berkata “SIAPA YANG MEMBACA:   LAA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKALAH, 10 kali maka seperti orang yang memerdekakan 4 jiwa (Budak) dari keturunan Nabi Ismail” Bulughul Maram (terjemahan) 1992:786.  Berkat anjuran sangat kuat dari Islam untuk membebaskan Budak, walaupun ketika itu masih dilegalisir, berangsur-angsur perbudakan hapus di negeri-negeri Islam dan Alhamdulillah sekarang di duniapun kini hapus perbudakan.  Sejarah harus mengakui bahwa pelopor pembebasan Perbudakan diawali oleh ajaran Islam.
Sandaran logika inipun, meyakinkan kita bahwa kemiskinanpun akan tertuntaskan di dunia ini, asalkan semua pihak terutama orang kaya mau menunaikan kewajibannya sebagai orang kaya, yaitu membagi kan sebagian rezeki yang diperolehnya kepada orang miskin. Semua yang wajib zakat, menunaikan zakatnya dan dikelola dengan baik oleh badan yang jujur, maka miskinpun akan dapat dituntaskan, bukan sebaliknya kemiskinan ditetaskan. Habisnya kemiskinan ini bukan hal yang belum pernah terjadi, sejarah mencatat bahwa di zaman ke Khalifahan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tidak terdapat orang miskin, sehingga tidak seorangpun menjadi mustahiq penerima zakat. Orang semua berzakat dihimpun di Baitul Mal, penggunaannya untuk kepentingan kemajuan negara, membangun infrastruktur. Salah satu syarat tentunya adalah pemimpin yang adil, hidup sederhana dan taqwa kepada Allah.
Sekarang tibalah giliran kita mengukur, sampai kemana sudah kepedulian kita kepada orang miskin yang sering diistilahkan kaum Duafa, kaum lemah, agar cita-cita kitab suci menghapuskan kemiskinan dapat terwujud.
Memenuhi undangan kaum lemah
Banyak diantara kita bila datang kondangan ke kaum lemah, seringnya memberikan sumbangan ke dalam “tempayan sumbangan” dengan uang, banter lima digit. Jarang yang memasukkan ke tempat sumbangan dengan enam digit. Sementara itu bila yang mengundang adalah orang terkemuka dan kaya maka  amplop yang diberikan bukan saja lembaran enam digit kadang beberapa lembar diikuti kartu nama. Apa yang kita lalukan ini agaknya terbalik. Mestinya orang lemahlah yang diberi sumbangan lebih banyak. Sedangkan orang terkemuka dan kaya, mereka sudah berkecukupan untuk apa lagi ditambah oleh kita, cukup berikan sekedarnya saja.
Belanja di pasar tradisional
Sangat getol menawar, sebegitu rupa kadang sampai si penjual dalam posisi yang mengalah, karena daripada tidak habis terjual, barang dagangannya dilepas walau untung sangat tipis bahkan rugi dari pada akan layu atau kedaluarsa.  Dalam pada itu jika belanja di super market, tanpa tawar menawar, padahal super market milik orang kaya dan perekonomiannya kuat.
Membayar jasa tukang sol sepatu, Tukang jahit keliling
Seharian tukang sol sepatu berkeliling kampung memikul alat-alatnya sambil mulutnya berteriak has “Sol Sepatu”. Kita yang bersangkutan minta menjahitkan atau mengelem sepatu yang terbuka solnya padahal keadaan sepatu masih baik. Jasa tukang sol tersebut ditawar habis, sampai akhirnya si tukang sol yang lemah posisi tawarnya, harus menyerah dengan tawaran pemilik sepatu, daripada ndak ada kerjaan hari ini “belum dapat penglaris” katanya. Hal serupa bila menjahitkan retsleting celana rusak atau ada pakaian anda perlu d jahit dengan penjahit keliling. Bandingkan bila anda membayar jasa parkir ketika masuk di mall, tanpa dapat menawar anda harus membayar puluhan ribu karena parkir anda sekian jam, hebatnya lagi kalau mobil anda parkir 4 jam lebih beberapa menit maka dibeberapa tempat parkir dihitung menjadi 5 jam. Andapun tak pernah dapat protes, padahal pengelola parkir dan gedung adalah orang kaya-raya.
Antara Pizza dan Makanan Gerobak
Kitapun juga lebih suka memesan dengan telepon dari rumah untuk diantarkan sekotak Pizza, ketimbang menghentikan Makanan Grobak yang didorong oleh si ekonomi lemah. Padahal mereka lebih butuh akan lakunya dagangan mereka. Sedangkan outlet Pizza dikelola pengusaha kaya dan harganyapun lebih mahal ketibang makanan grobal, semisal sate, siomay, ketoprak dll. Seharusnya minimal untuk menerapkan kepedulian kita kepada yang lemah, dari pada membeli Pizza mendingan lariskan pedagang kecil. Sudahkan anda peduli dengan mereka, jika anda karena sesuatu penyakit sehingga ada larangan makan dari makanan gerobak, setidaknya dalam hati anda berdo’a semoga orang yang mencari rezeki halal ini, dimudahkan Allah, dilariskan dagangannya. Ketahuilah do’a anda yang tak diketahui orang yang di do’akan lebih manjur, karena dilaksanakan dengan tulus.
Itu sebagian kecil contoh sikap sebagian kita terhadap orang lemah. Semakin terbalik cara bersikap kita terhadap orang lemah ini, maka semakin jauhlah kita dapat MENGENTASKAN kemiskinan dan bahkan mungkin-mungkin malah dapat MENETASKAN KEMISKINAN.
Semoga kepedulian kita kepada pihak yang lemah selama ini dapat dikoreksi, bila kebetulan sebagian kita berperilaku yang kurang berpihak kepada yang lemah dan bahkan dermawan kepada pihak yang kuat. Baik sama kita renungkan apakah perilaku kita itu tepat. Wallahu a’lam bishawab.

No comments:

Post a Comment