Friday 9 September 2016

“Ngabu Suluh, Mantik ndak Berabuk”.



Suatu pepatah melayu yang tak begitu popular lagi saat ini. Hanya dikenal oleh para penutur bahasa melayu kampungku di masa silam. Kalau ku pulang kampung, ketika ku berbahasa dengan istilah-istilah lima puluhan tahun lalu, banyak pemuda yang tak mengerti lagi maksudnya. Rupanya istilah kami doeloe sudah tidak begitu dipopulerkan lagi dan juga, karena penduduk kampungku kini sudah demikian heterogen dengan penutur sekian banyak bahasa daerah, lantaran penduduk asli populasinya kini sudah kalah besar dengan pendatang.
Ngabu suluh arti sebenarnya adalah Abu suluh. Doeloe ketika kampung kami belum ada listrik, setiap rumah menyediakan suluh dibalik pintu-pintu keluar rumah baik pintu depan, pintu belakang, asalkan pintu tersebut langsung berhubungan dengan halaman rumah. Suluh tersebut terbuat dari daun kelapa kering yang jatuh sendiri karena tua. Daun-daun kelapa tersebut diikat menjadi satu dengan bagian daun kelapa itu sendiri sehingga berbentuk bulat panjang. Suluh disandarkan dibalik pintu, bila ingan keluar rumah digelapan malam suluh ujungnya dibakar. Bakaran suluh membuat nyala api untuk suluh menerangi perjalanan. Kalau tidak diterpa angin, kadang suluh yang terbakar tidak menyala tapi membara, untuk dia menyala suluh digoyang ke kiri dan kekanan, sehingga dia menyala dan abunyapun berguguran. Abunya banyak sekali kecil-kecil jatuh ketanah sepanjang jalan. Abu kadang berguguran dengan dikuti Api yang langsung padam dan ahirnya hilang tenggelam digelepan malam.
Adapun Mantik tak berabuk. Mantik adalah media untuk menyalakan Api, biasanya menggunakan batu kecil dengan batu kecil yang diadu. Hasil aduan batu, untuk menghasilkan nyala Api harus ada media lagi disebut Rabuk yaitu kumpulan dedaunan kering, atau apa saja, misalnya Jerami kering, sabut kering untuk Api kecil yang dihasilkan batu dapat menyala menyambar Rabuk kering itu.
Sehingga pepatah ini “NGABU SULUH MANTIK NDAK BERABUK”. arti sebenarnya adalah ABU berterbangan hilang begitu saja seperti abu suluh dan menyalakan api tapi tak menyiapkan Rabuk. Arti kiasannya adalah untuk orang yang ngomong tapi tidak sesuai kenyataan, ngomong basar tapi tak akan dapat dipegang janjinya ndak ada realitasnya. Jadi bila seorang yang datang bernegosiasi mengadakan transaksi atau apa saja tapi omongannya demikian muluknya, biasanya hanya “Ngabu Suluh Mantik Ndak Berabuk”.
Perlu kayaknya khasanah bahasa dan kekayaan budaya kita ini dikenang dan diingat kembali, supaya taulah kita bahwa bangsa ini besar dalam berbagai hal termasuk kekayaaan bahasa.

No comments:

Post a Comment