Sudah
begitu laparnyakah pelaku kriminal di Jakarta, itu pertanyaan yang terpikir
oleh banyak orang mendengar dan bahkan mungkin menyaksikan kebrutalan pelaku kriminal
di DKI Jakarta.
Siang
bolong dengan tenangnya selagi penduduk sibuk di tempat pekerjaaan
masing-masing, ada yang nekat membongkar pagar taman, untuk mengambil besinya. Mobil
tetangga diparkir di depan rumah, dicopot kaca spionnya kiri dan kanan, padahal rumah dilengkapi CCTV.
Terekam memang wajah pelaku, tapi itu
tetangga malas memprosesnya, sebab kata si tetangga “process cost akan lebih
tinggi dari sepasang spion mobil”. “Tidak ekonomis” katanya melanjutkan.
Benar
juga jika dikaji secara ekonomis dari waktu yang terbuang dan tenaga yang harus
diperuntukkan. Tapi jika kajian dialihkan untuk memberantas kejahatan, tentu
tidak demikian harusnya berpikir.
Apa
boleh buat keadaan sekarang ini membuat kebanyakan kita hanya memakai ukuran
ekonomis, ukuran untung rugi. Akibatnya sudah masa bodoh dengan upaya perbaikan
moral bangsa.
Bukan
tak pernah kejadian ditengah kemacetan lalu lintas, pelaku kriminal menghampiri
mobil yang sedang terperangkap macet, dengan tenangnya si kriminals mencopot
kaca spion mobil, sementara pemilik mobil dan pengemudinya tak sanggup berbuat
apa-apa. Misalnya turun dari kendaraan, ngeri melihat peralatan yang dibawa
pelaku, hanya berani kalau punya kekebalan kulit dari senjata tajam bahkan
senjata api.
Sebetulnya
fenomena apa gerangan ini, apakah sudah semakin sulitnya mencari makan dengan
jalan yang halal/legal, karena rakyat termiskinkan oleh negaranya. Atau sudah
semakin banyaknya penghuni Jakarta, diiringi MENADIRnya iman. Juga
apakah karena sudah semakin tidak pedulinya orang terhadap perbaikan moral
bangsa, keamanan masyarakat. Sehingga masing-masing orang hanya berkepentingan
mengamankan dirinya sendiri, mengamankan rumah tangganya sendiri.
Sudah
lama kondisi ini, untuk minta bantuan pihak berwajib adalah agak sulit kecuali
bila kebetulan ada yang lagi berpatroli, sebab memang sudah sekian lama rasio
antara petugas keamanan dengan penduduk sudah tidak pas. Ditambah lagi pelaku
kejahatan kian hari kian meningkat.
Mungkinkah
itu karena bangsa ini sudah sampai pada azab Allah seperti diberi perumpamaan
di dalam Al Qur’an surat An-Nahl 112. “Allah
membuat perumpamaan suatu negeri yang aman tentram rezeki berlimpah dari segala
penjuru datang. Namun penduduknya ingkar
akan nikmat Allah. Maka Allah merasakan
kepada penduduk negeri itu kelaparan dan rasa ketakutan sebagai pakaian, disebabkan kejahatan yang
mereka lakukan”.
Memang
negeri ini makmur tiada banding tiada tanding diseluruh dunia, hasil laut
berlimpah, tanahnya subur siap ditandur apa saja. Perut bumi penuh tambang berguna
buat manusia. Cuacanya tidak pernah terlalu ekstrim seperti kebanyakan negara
lain. Tetapi ummat penghuninya bagaikan
ayam di lumbung padi mati kelaparan.
Dua
keadaan tersebut yang diazabkan Allah ke bangsa ini yaitu kelaparan dan
ketakutan. Karena kelaparan banyak hal terjadi antara lain semakin nekatnya
pelaku kriminal seperti disebutkan diatas. Dampaknya rasa ketakutan menjadi
pakaian setiap anak negeri terutama yang bermukim di kota besar seperti Jakarta
ini. Rumah-rumah terpaksa harus berpagar tinggi dan selalu terkunci, itupun
belum tentu aman walau dipasang pula CC
TV.
Pantas
seorang sopir bis antar propinsi, ketika dilihatnya seorang penumpang komat
kamit ber do’a beberapa saat masuk Tol dalam kota Jakarta, lantas si sopir
memberi info kepada si penumpang: “Kalau
mau berdo’a tadi sebelum masuk Jakarta” “kenapa bang” ujar penumpang. “Do’a di Jakarta sudah tidak manjur lagi”,
jawab si sopir enteng. Penumpang mengejar alasannya lebih lanjut, tapi sopir
tidak memberi jawaban, mungkin pembaca dapat menjawabnya.
No comments:
Post a Comment