Wednesday 17 July 2013

DUKUN

Masa kecilku “Dukun” adalah kata ganti orang untuk orang yang berprofesi menyembuhkan orang sakit. Ada bermacam spesialisasi mereka diantaranya sangat terkenal “Dukun beranak” untuk menolong orang melahirkan; laksana bidan jaman sekarang. Kalau sudah profesional sekali “dukun beranak”  itu setara dengan dokter ahli kandungan. Orang sebaya dengan ku setidaknya dikampung kelahiran ku ketika lahir dulu ditolong oleh “dukun beranak” biasa disapa “Mak Jujut”. Istilah itu disandang beliau, karena beliaulah yang berperan menjujut (menarik) si bayi dari perut ibunya.
Selain itu ada beberapa dukun yang berprofesi menyembuhkan segala macam penyakit. Pasien sakit apa saja datang padanya tak pernah ditampiknya, cuma seringnya obatnya setiap penyakit hampir sama. Ramuan obat favorit adalah “Jahe Merah” bahasa kampung ku disebut “Jemerah”, Kunyit, Bawang Merah. Untung waktu itu harga bawang seingatku ndak pernah melonjak, walau kampung ku bukan penghasil bawang merah. Setelah melalui “jompa jampe” obat tersebut diberikan ke si sakit. Kadang diparut diminum airnya, kadang ditambah minyak kelapa di buat obat luar. Apa boleh buat tahun limapuluhan kota Kabupaten kelahiranku belum ada dokter menetap. Paling juga Mantri. Sesekali dalam tiga bulan ada juga datang dokter dari ibu kota Provinsi, kuingat dia orang Belanda.
Rupanya “Dukun” pun juga berarti orang yang menguasai hal-hal yang ghaib. Hari gini ketika ku pulang kampung, seorang Kai (mbah) di pedalaman daerahku bertutur; belum lama dia menggunakan jasa sang dukun. Kai buka toko sembako dan pengepul hasil karet perkebunan rakyat sekitar. Penduduk desa ini hanya sekitar enampuluh pintu, berumah di kiri kanan jalan. Perekonomian mereka didukung perkebunan karet dan ladang tadah hujan. Ada juga penduduk lain berpondok di hutan sekitar desa dalam rangka mendekati kebun karet mereka. Seminggu dua kali mereka turun ke kampung membawa hasil kebun dan belanja kebutuhan hidup. Kai inilah salah satu partner para petani karet itu.
Si Kai punya seorang putri yang masih se rumah, sedangkan anak-anak lainnya sudah berumah sendiri kebanyakan di kampung terpisah. Putri Kai masih duduk di esempe, pagi berangkat sekolah pulang menjelang makan siang. Sorenya si putri turun mengaji dan pulang menjelang ashar.
Jika kebetulan ketika putri belum pulang, sementara Kai ingin meninggalkan rumah toko mereka, misalnya ada keperluan mendadak,  kunci ditempatkan diposisi yang sudah disepakati, sehingga putri dapat masuk ke rumah. rupanya posisi kunci ini kemudian diketahui orang yang beniat jahat. Begitu pula pola pulangnya si putri diamati oleh orang lain. Terjadilah ketika Kai meninggalkan Ruko nya. Seluruh uang dalam laci kedainya serta simpanan yang ada dalam almari bakal cadangan belanja barang dagangan habis semua digondol pencuri disiang hari.
Berita kemalingan itu sengaja dirahasiakan oleh si Kai kepada masyarakat setempat, namun diceritakan ke anak-anak di kampung tetangga. Atas saran anak-anak akhirnya Kai ikutan minta petunjuk Dukun guna menyingkap misteri kemalingan tersebut. Biaya perdukunan itupun tidak juga dikatakan mahal, syarat maharnya hanya: Sehelai kain hitam sepanjang enam hasta, sebilah parang panjang dengan hulu (pegangan) kayu nangka, sebatang jarum lengkap dengan kelindan (benang) tiga hasta, seekor ayam jantan yang sudah tumbuh tajinya.
Singkat cerita dimalam yang sudah ditentukan rombongan Kai dikawal dua anak lelakinya (seorang anak langsung, seorang mantu)  menghadap dukun. Setelah serangkaian upacara si dukun berucap:
  1. “Malingnya orang tidak jauh, dia  mengetahui tempat Kai menyimpan kunci, juga mengetahui kapan putri keluar rumah dan kapan putri pulang ke rumah. 
  2. “Kini dia sedang kepanasan dan gelisah karena sudah saya “kirimi” pesan ghaib”
  3. “Dia (si maling) sedang berpikir akan diapakan uang hasil curian apakah akan mengembalikan uang yang dicuri”
  4.  “Kalau dia tidak kembalikan, lihat saja dia pasti akan mati”.
Sampai kehadiran saya ke kediaman Kai belum lama ini, uang yang dicuri belum juga dikembalikan. Tinggal si Kai merenungkan kata-kata betuah yang diucapkan sang dukun. Ternyata sampailah kepada kesimpulan bahwa dukun ini memang pintar, apa yang dikatakannya adalah sangat mengandung kebenaran.
Butir satu, jelas tidak mungkin malingnya lintas daerah, karena memang kejadiannya siang hari. Rumah pendudukpun hanya sedikit berdiri dikiri kanan jalan sepanjang kurang lebih 2000 meter.
Butir kedua, itu biasalah bahasa dukun,  katanya dia sudah mengirim kepada pelaku sesuatu yang membuat dia gelisah, sebab orang maling bagaimanapun nuraninya tidak menerima perbuatan yang dilakukannya dan gelsiah.
Butir ketiga, benar juga sebab tentu uangnya disimpan dulu tidak serta merta langsung dibelanjakan, apa lagi kalau belanja di toko Kai, kan segera akan ketahuan. Kalaupun mau belanja ke kampung lain atau ke kota. tapi jangan nampak hasil belanjaannya akan mengundang kecurigaan, misalnya langsung beli sepeda motor baru. Tentu orang akan segera menduga-duga.
Butir ke empat, benar sekali, setiap orang pasti akan mati, entah cepat atau lambat entah dalam usia masih muda  atau nanti setelah menjadi tua, namun mati tetap sampai kepada setiap orang. Orang alim mati malingpun mati, uang dikembalikannyapun dia pasti mati, tidak dikembalikannyapun pasti mati.
Bahwa sesungguhnya tidak seorangpun mengetahui hal yang ghaib, karena itu agama sangat melarang mendatangi dukun untuk menilik hal-hal yang ghaib itu. Sebab yang mengetahui hal yang ghaib itu hanya Allah.
Dari Ibnu Mas'ud RA, ia berkata, "Barangsiapa yang datang kepada tukang ramal, atau tukang sihir atau dukun menanyakan sesuatu kepadanya dan percaya kepada apa yang dikatakannya, maka sungguh dia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW". [HR. Al-Bazzar dan Abu Ya'la]
Dari Wailah bin Asqa' RA, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa datang kepada dukun menanyakan sesuatu kepadanya, maka tertutup taubat darinya selama empat puluh malam, dan jika ia mempercayai perkataan dukun itu, ia kafir". [HR. Thabrani]

No comments:

Post a Comment