Thursday 4 July 2013

PAWANG HUJAN DAN KENAIKAN BBM

Adalah lumrah di beberapa daerah di tanah air, jika akan mengadakan perhelatan baik pesta pernikahan, peresmian gedung atau acara apa saja yang menghendaki kehadiran banyak orang, jauh sebelum acara dimulai biasanya dibentuk panitia. Satu seksi yang jarang dilupakan untuk dibentuk adalah “Seksi Pawang Hujan”, seksi ini makin terasa penting bila kebetulan acara akan digelar kebetulan dimusim penghujan dan acara dilaksanakan di lapangan terbuka bukan di gedung.
Job discreptions seksi ini, yang utama adalah jelas untuk mencari pawang hujan yang canggih berkemampuan mengalihkan hujan dari lokasi perhelatan ke tempat lain, sehingga acara dapat berjalan lancar tanpa terguyur hujan, undangan dapat dengan aman menuju ke lokasi, berada di lokasi sampai pulang ketika acara telah selesai. Seksi ini berkoordinasi erat dengan seksi perlengkapan, untuk mengajukan usulan alat-alat yang diperlukan guna mendukung kelancaran tugas “Pawang Hujan”, juga berhubungan dengan seksi acara.
Bagaimanapun canggih “Sang Pawang”, semua ini hanyalah ikhtiar belaka, bila Allah menetapkan suatu lokasi tersiram hujan apalagi sudah musimnya, tidak satu kekuatanpun yang dapat menolaknya. Para pihak yang mengerti kaidah agama jika diminta jadi “Pawang Hujan” mereka melakukannya dengan do’a, bermunajad kepada Allah. Walau ada juga kelompok pawang dengan sarana lain menanam sesuatu di bumi atau meletakkan sesuatu di atap dan syarat-syarat lainnya.  
Sekali lagi karena hanya sekedar ikhtiar, tidak dijamin walau sudah bersinergi belasan Pawang dari berbagai aliran hujan tidak akan mengguyur. Oleh karena itu seksi pawang hujan telah melakukan antisipasi untuk menyikapi bilamana hujan tetap turun, dengan langkah-langkah konkrit misalnya:
  1. Menyiapkan sejumlah payung, baik dengan cara disewa atau dibeli berikut memberi tugas orang yang membawa payung itu, minimal untuk menyediakan sejumlah tamu penting yang mesti datang. Menjemput mereka dari mobil di tempat parkir ke tempat upacara. Mengantar tamu kembali ke mobil bila acara telah selesai.
  2. Koordinasi dengan seksi perlengkapan agar  menyiapkan tenda yang tidak tiris bila keguyur hujan lebat. Agar menempatkan loudspeaker di tempat-tempat yang terlindung dari hujan. Kalau lokasi rawan terhadap tergenang air bila hujan, maka disiapkan juga pinjaman mesin penyedot air.
  3. Dapat saja terjadi bila hujan turun, aliran listrik terhenti, maka perlu disiapkan pinjaman Genset minimal untuk penerangan tempat upacara dan sound system.
Pokoknya sudah diperhitungkan secermat-cermatnya segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan hujan, maupun misalnya ternyata benar tidak hujan. Ini tugas seksi pawang hujan. Begitu juga semua seksi lain, menyusun rencana kegiatan itu se detil-detilnya agar kepanitiaan secara keseluruhan berjalan sukses.
Kenaikan BBM akhir bulan Juni 2013, bukanlah sesuatu hal yang mendadak. Sudah terinformasi ke seluruh negeri beberapa bulan sebelumnya. Bandingkan dengan “seksi pawang hujan” di organisasi kecil bernama panitia, sudah membuat semacam simulasi untuk mengantisiapasi apa yang akan terjadi. BBM naik tetapi banyak hal yang terdampak belum disiapkan sebelumnya oleh “seksi-seksi lain” dalam kepanitiaan kenaikan BBM.
Diantaranya dapat dikemukakan contoh:
  1. Sopir angkot di banyak trayek di beberapa tempat dan daerah, menyesuaikan tarif sendiri-sendiri, karena ternyata memang dalam kepanitian kenaikan BBM ini seperti belum ada koordinasi antar seksi menyiapkan peraturan pelaksanaan tentang tarif, berkenaan dengan kenaikan BBM. Mungkin saat tulisan ini diturunkan, semua itu sudah teratasi tetapi setidaknya ada kesenjangan atau sekurangnya jeda waktu menyulitkan masyarakat pengguna angkutan dan masyarakat pengelola angkutan (operator), yaitu sejak kenaikan BBM sampai ditetapkan penyesuaian. Rupanya bila dibandingkan dengan “seksi pawang hujan” tadi, sepertinya panitia kenaikan BBM ini setelah hujan benar-benar mengguyur barulah sibuk mencari payung. Guru SR (Sekolah Rakyat) saya dulu pernah memberi tahukan pepatah “sedia payung sebelum hujan”. Apalagi dalam kasus ini mendung sudah terlihat bergayut dilangit beberapa waktu sebelumnya.
  2. Dua tahun terakhir ini, karena Jakarta semakin macet, saya pergi mengajar ke kampus tidak mampu lagi membawa kendaraan sendiri. Pertimbangannya karena terlalu lama dalam perjalanan dan juga bila dibandingkan ongkos taxi dengan membawa mobil sendiri, sepertinya unda-undi. Maka lebih nyaman menumpang taxi. Sejak dimaklumatkan kenaikan BBM sampai tanggal tulisan ini,  saya membayar ongkos taxi ke kampus dan dari kampus ke rumah saya, tetap dengan biaya yang sama dengan sebelum kenaikan BBM. Bertanyalah saya kepada supir taxi dengan pertanyaan pura-pura tidak mengerti: “Harga BBM untuk Taxi nggak naik pak?”. Kontan dijawab supir taxi bukan saja hanya menyebutkan bahwa ikut  naik, tapi lengkap dengan segala bumbunya, sejak saya bertanya sampai saya sampai ditempat tujuan mendengarkan celotehan lengkap sopir taxi. Diantaranya dijelaskan bahwa “......... tidak mikir orang kecil”. “Penghasilan saya sekarang sekurang-kurangnya bila mengisi BBM 40 liter berkurang Rp 80 ribu. Seharusnya berbarengan dengan kenaikan harga BBM juga diputuskan ketentuan mengenai penyesuaian argo”.  ”Sabar saja pak, Insya Allah rezeki Bapak ada tambahan dari arah lain”, komentar saya ringan. “Iya pak” jawab sopir, “Kadang ada juga penumpang yang punya pengertian”. Wah kata-kata sopir terakhir ini agak menyindir saya pikirku dalam hati.
Dari dialog dan masukan dari sopir taxi ini, serta menonton di televisi kekisruhan tarif angkutan, aku teringat dengan seksi pawang hujan, ketika kami meresmikan sebuah gedung kantor kami yang baru di suatu daerah semasa masih kerja tigapuluhan tahun lalu. Itu ketua seksi pawang hujan semalaman tidak tidur, mondar mandir dari rumahnya ke lokasi tempat upacara entah berapa kali, sambil terus ikut berdo’a dan merekayasa segala kemungkinan yang akan terjadi. Untunglah hujan hanya turun pada waktu subuh, kemudian dini hari berhenti dan sampai acara selesai cuaca masih cerah.

No comments:

Post a Comment