Sunday 23 June 2013

HIDAYAH; DATANG SENDIRI ATAU DICARI

Seorang pemuda kelihatannya dari luar kota, dari penampilan dan tas bawaannya. Beberapa langkah dari jembatan penyeberangan UI Salemba dekat dengan simpang tiga masuk ke Salemba tengah, pemuda tadi bertanya: “Masjid disekitar sini dimana pak?”, sapa pemuda itu dengan ramah. Kebetulan itu hari hari Jum’at, sekitar pukul 11.30 an. Beberapa pejalan kaki sedang menuju masjid diantaranya dengan pakaian khusus untuk sholat Jum’at, pakai peci, pakai sarung, baju koko dan menyandang sajadah.  Langsung ku jawab, “ini naik jembatan penyeberangan persis diseberang sana ada masjid di komplek UI Salemba; Masjid Arif Rahman Hakim”.
Ketika kunaiki penyeberangan, kutoleh juga ke bawah, disela-sela kerumunan orang dan kendaraan yang cukup ramai didepan kampus kedokteran UI itu, kulihat pemuda tadi melanjutkan penjalanannya menenteng tas tangan dan tas punggung dibelakangnya. Dia berjalan makin menjauh dari jembatan penyeberangan, sepertinya menuju ke arah “Senen”. “Oh ndak jadi rupanya shalat Jumat di masjid UI”, pikirku. Sambil aku berhenti sebentar di atas jembatan, mengikuti seberapa jauh yang dapat kulihat pemuda tadi. Biasa pikiran curiga orang Jakarta, bila ada orang tak kenal menyapa, kadang-kadang orang tak baik, misalnya memasukkan aji hipnotis dan sebangsanya, untuk memangsa yang diajak biacara. Tapi sepertinya dugaan ini terbantahkan, sebab setelah bertanya, si pemuda itu berlalu, dan kalaulah dia ingin memangsa diriku, kayaknya salah alamat, sebab aku pergi hanya membawa uang sekedarnya buat ngisi kotak berjalan di masjid dan uang receh buat titip sandal, sedangkan KTP saja yang kubawa hanya photo copy maklum tanpa kendaraan dari rumahku berjalan kaki. KTP walau photo copy sengaja dikantongi siapa tau bermasalah kesehatan dalam perjalanan, setidaknya orang yang menemukan dapat mengantarkan ke alamat.
Pemuda yang bertanya tadi ada kemungkinan masih meneruskan perjalanan menju ke arah “Pasar Senen”, semoga dia masih ketemu dan tau dengan masjid yang ada di kanan jalan; yaitu  masjid “Al Furqan” di Kramat Raya 45 di gedung Dewan Dakwah. Andaikan ia nantinya tidak juga mampir di masjid yang dilaluinya nanti, disebabkan dianya telah bertanya padaku, aku teringat perihal “manusia menyikapi hidayah”.
Hidayah terjemahan bebasnya adalah petunjuk Allah kepada seseorang, sehingga orang tersebut tergerak hatinya untuk melakukan ibadah kepada Allah sesuai aturan yang ditetapkan Allah. Bermacam media/sarana seseorang mendapatkan hidayah itu. Demikian pula seseorang beraneka cara menyikapi bila kedatangan hidayah tersebut.
Cara datangnya hidayah:
Hidayah dapat datang melalui kebahagiaan, juga dapat datang ketika mendapat musibah. Hidayah juga bisa datang melalui orang lain, bisa datang atas kesadaran sendiri, atau bisa datang karena pengalaman hidup. Di tulisan singkat ini tidak saya berikan contoh rinci bagaimana cara datangnya hidayah tersebut, mungkin sidang pembaca pernah menyaksikan sendiri atau bahkan mungkin mengalami sendiri. Pembaca sering menyaksikan seorang menjadi lebih taat kepada Allah lantaran mendapatkan kebahagiaan, tidak jarang pula seseorang justru melupakan Allah setelah mendapatkan kebahagiaan. Begitu pula tidak jarang terjadi seseorang menjadi taat kepada Allah setelah menerima musibah, banyak pula orang menjauhkan diri dari Allah lantaran mendapat musibah. Selanjutnya ada orang yang menjadi insyaf atas dorongan keinginan sendiri, atau lantaran nasehat orang lain.
Cara seseorang menyikapi kedatangan hidayah:
Adapun cara seseorang menyikapi hidayah dapat dikelompokkan dalam 5 (lima kelompok) yaitu: Pertama; menyambut kedatangan hidayah itu. Kedua; menolak hidayah. Ketiga; mencari hidayah. Keempat; menunggu pihak lain untuk mengantar menerima hidayah. Kelima;  menunda pelaksanaan hidayah, sekedarnya mencari tahu lebih dahulu tentang hidayah.
1.    Menyambut kedatangan hidayah.
Adakalanya hidayah itu datang tiba-tiba, tanpa direncanakan tanpa diminta. Dapat saja kedatangan ada lantarannya. Contoh:  seorang kakek yang sudah berusia, selama ini tidak rutin bersujud kepada Allah. Sebagai bukti bahwa dianya beragama, hanya terlihat di hari raya. Ikutlah dia meramaikan shalat ied bersama sanak keluarga dan tetangga.
Generasi berikutnya datang, cucunya lahir dan lingkungan membentuk cucunya menjadi ahli sholat, hampir setiap waktu ikut berjamaah di mushola sekolah  dibimbing guru mereka.
Suatu ketika si cucu dengan kakek berpergian keluar kota. Sampai waktu sholat zuhur si cucu minta diberhentikan kalau pas ada masjid sebelah kiri jalan. Si cucu minta temani kakeknya mampir dan sholat di masjid. Tidak hanya itu, karena perjalanan masih jauh dan dikhawatirkan sampai ke tujuan sudah lewat waktu ashar si cucu mencontohkan kepada kakeknya shalat jama’ taqdim untuk shalat ashar.
Terenyuh hati sang kakek, tidak terasa berderai air matanya menyaksikan cucunya yang masih bersih dari dosa, sudah begitu taat menjalankan agama. Terasa ditiup dingin ubun-ubun si kakek, bagaikan ada bisikan “ikuti cucumu itu”.
Selanjutnya mulai masuk hidayah kapada si kakek karena ada sambutan dalam diri si kakek. Semula lantaran terpanggil (terhidayah) perangai cucu, maka setiap  Jum’at si kakek mulai ikutan ke masjid, ngawankan cucu yang dipulangkan agak awal oleh sekolah. Diantara khutbah Jum’at ada pula yang dapat menguatkan tertancapnya hidayah kerelung hati si kakek, akhirnya si kakek mendapatkan hidayah dan menyambut hidayah tersebut. Bahkan kini kakek menjadi pengurus masjid dan paling depan dalam menyumbang pembangunan dan kemakmuran masjid. Contoh lain banyak sekali tentang bagaimana orang yang menyambut kedatangan hidayah.

2.    Menolak hidayah.
Kalau mau pakai contoh di atas, ditemukan juga kakek yang ia tetap tidak turun dari mobil, walau si cucu mampir di masjid untuk sholat. 99 alasan dapat dikeluarkan si kakek kepada cucunya agar dapat dipahami supaya dianya tidak ikut sholat. Dapat saja lagi capek, pakaian kotor agak sakit dan sebagainya. Ini namanya menolak hidayah. Dulu di suatu daerah dekat pemakaman umum, di pos ronda setempat dekat komplek kuburan itu, sibuk kegiatan group bermain kartu dengan taruhan uang, iseng-iseng katanya bukan judi. Tapi apapun namanya masuklah dia dalam lingkaran menentang Allah, yaitu mengerjakan yang dilarangnya. Orang yang dapat hidayah tentu tidak mau melaksanakan perbuatan itu. Jika katanya hidayah belum datang, maka hal itu sangat dapat dibantah sebab: sehari kadang lima enam jenazah yang masuk ke dalam kubur dipekuburan itu. Selain itu dekat pula dengan masjid. Setiap waktu berkumandang adzan. Setiap selesai shalat magrib ada saja ustadz yang memberikan ceramah agama. Jenazah yang melewati mereka sehari beberapa kali itu apakah bukan hidayah. Adzan setiap waktu itu apakah bukan hidayah. Ustadz yang memberikan pesan moral hampir setiap hari itu apakah bukan hidayah. Tapi ternyata mereka ini kelompok yang menolak hidayah. Mereka tidak bergeming, walau adzan terdengar nyaring, namun kartu tetap dibanting.

3.    Mencari hidayah.
Adalah manusiawi  hampir setiap manusia, bila sudah masuk dalam usia senja, ketika linu dibadan hampir setiap hari sudah terasa. Ketika antara sehat dan sakit hampir tidak lagi ada beda. Ketika uban dikepala tumbuh sudah merata. Disaat seperti itu orang sudah berusaha untuk mencari pegangan hidup, untuk bekal mati. Sebenarnya sudah terlambat, tetapi lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Dalam kondisi ini, kadang orang akan mendekati siapa saja yang mudah didapat untuk memberikan panduan mencari bekal akhirat. Mulai sangat rajin datang ke masjid, berusaha tidak absen mendengar ceramah para ustazd.  Orang  seperti ini namanya mencari hidayah setelah diujung perjalanan hidup. Tidak kurang pula banyaknya anak-anak muda dalam usia yang produktif sudah mulai menekuni ibadah dan terus menerus mencari hidayah.
Adalah baik perlakuan masyarakat tradisional di daerah-daerah kebanyakan di belahan nusantara ini, yaitu membekali anak-anak sejak usia bawah lima tahun dengan pelajaran agama. Anak lelaki tidak lebih dahulu dikhitan bila belum khatam membaca Al-Qur’an, ketika akan di khitan diadakan acara khataman Al-Qur’an. Remaja putri ketika akad nikah melakukan khataman Al-Qur’an, jadi mau tidak mau harus pandai baca Al-Qur’an.
Walau kemudian dalam perjalanan hidup, kadang dikarenakan berbagai faktor, sempat anak-anak tadi setelah diewasa berada di daerah lain, sempat terjauh dari hidayah. Pada masa tuanya insya Allah mereka nanti kembali mencari hidayah yang pernah hilang itu, satu dan lain karena memang yang bersangkutan sudah punya modal awal, modal dasar yaitu dapat membaca Al-Qur’an. Jadi orang tua di daerah-daerah membekali anak-anak BALITA dengan pengetahuan agama, bagaikan telah menyiapkan lahan dihati anak-anak mereka untuk hidayah dapat bersemi. Hidayah tersebut akan tumbuh subur tergantung pemeliharaan dan perawatan oleh tempaan situasi dan kondisi lingkungannya. Setidaknya dimasa tuanya nanti kalau panjang umur dia akan kembali menerima hidayah itu.

4.    Menunggu pihak lain mengantar untuk menerima hidayah.
Ada juga orang yang hatinya sudah tersentuh hidayah, melalui bacaan, melalui tontonan, melalui pendengaran. Tetapi yang bersangkutan belum meraih hidayah tersebut disebabkan kadang adanya rasa malu untuk masuk ke majelis hidayah, takut dikatakan alih-alih, dikatakan orang alim baru. Orang seperti ini dapat diibaratkan seseorang yang bertanya kemudian tau akan alamat masjid seperti di awal tulisan saya di atas, tetapi untuk menuju masjid itu dianya belum dapat pergi sendiri, minta untuk diajak. Kadang ada orang yang takut dan ragu-ragu masuk masjid; nanti setelah sampai di masjid bagaimana caranya masuk, bagaimana caranya duduk bagiamana caranya wudhu dan lain-lain. Orang ini butuh media orang lain untuk mengantarkannya meraih hidayah. Insya Allah bila sudah sekali, yang bersangkutan akan berani untuk menggapai hidayah itu sendiri.

5.    Menunda pelaksanaan hidayah, Sekadar tau lebih dahulu tentang hidayah.
Kelompok ini adalah mereka sudah mengetahui tentang ketentuan-ketentuan agama termasuk di dalamnya seperti yang saya contohkan di butir 3 di atas yaitu telah berbekal pengetahuan agama sejak masih muda. Mereka menunda melaksanaan ketaatan kepada Allah, nanti setelah masa tua. Ibarat pemuda yang bertanya di awal tulisan ini, dia sudah tahu bahwa di daerah kampus UI Salemba ada sebuah masjid. Nanti kapan-kapan kalau dia sudah punya kesempatan dilain waktu bila melewati UI Salemba dapat mampir di masjid tersebut. Tapi bagi orang yang memberi tahukan alamat tadi akan bertanya-tanya di dalam dirinya, maunya apa pemuda yang tanya tadi, sudah diberi tahu malah ndak menuju ke masjid. Alasan orang yang menunda hidayah ini biasanya, masih muda atau belum siap, pikiran masih kalut, ekonomi belum mapan dan banyak lagi. Dia lupa bahwa yang namanya mati tidak menunggu tua, tidak menunggu pikiran jernih, tidak menunggu ekonomi sudah mapan dan lain sebagainya. Banyak orang bernasib seperti daun kangkung justru dipetik ketika masih muda. Banyak orang meninggal semasa baru saja menikah diusia muda. Ada pula orang yang meninggal ketika sedang bersalaman dengan wali nikah. Banyak lagi contoh meninggal ini, benar-benar dapat terjadi sembarang waktu, sembarang usia, sembarang tempat, sembarang keadaaan.

Jadi hidayah apakah datang sendiri, atau harus dicari, kalau dia sudah datang apakah langsung diterima, atau ditolak atau diterima sekedar untuk diketahui dulu. Perlukan dipersiapkan lahan dihati anak-anak usia dini untuk hidayah dapat bersemi, adalah suatu tradisi yang patut dipuji, patut dilanjutkan karena manfaatnya sudah teruji.

1 comment:

  1. Hidayah hendaknya dicari, karena kita diciptakan oleh Allah beserta akal. Jika pintu adalah hati, jadi kuncinya adalah akal, jika kita ingin membuka hati, gunakanlah akal. Semoga kita adalah termasuk seorang yang mau mencari hidayah dan Allah yang akan menuntunya. Aamiin ya Allah. Artikel yang bagus.

    ReplyDelete