Wednesday 9 January 2013

BENARKAH UNTUK ANAK YATIM???

Adalah wajar jika kita mempertanyakan apakah benar dana yang dikumpulkan dengan sarana  amplop itu, nantinya untuk menyantuni anak yatim. Soalnya anak yatimnya jauh dimana-mana. Rumah penampungan anak-anak yatim itupun kita tidak menyaksikan. Taunya kita sumbangan untuk anak yatim, hanya pada cetakan di luar amplop dengan alamat/nomor telepon di lain provinsi. Seorang remaja putri berdandan muslimah (memakai jilbab), hari itu berdiri di pintu masuk sebuah kantor pos. Dipilihnya kantor pos mungkin karena itu tanggal muda para pensiunan mengambil uang pensiun. Setiap pengunjung yang masuk ke kantor pos diberikan oleh remaja putri itu sebuah amplop yang bertuliskan alamat tempat penampungan anak yatim di suatu kota yang  jauh, berlainan provinsi dengan DKI Jakarta.
Keadaan itu mengusik saya berwawancara kepada si remaja putri, dianya  mengaku sebagai petugas pencari dana santunan untuk anak-anak yatim tersebut. Dia datang dari jauh, ditempuh dengan kereta semalaman perjalanan, seperti alamat tertera di kulit amplop.  Saya katakan padanya apakah nanti uang sumbangan yang terkumpul cukup menutup ongkos-ongkos tiket kereta pulang pergi, makan minum anda disini dan penginapan. Jawabnya: “kalau Bapak tidak ingin nyumbang sudah ndak apa-apa”. Mendengar jawaban ini, saya semakin ingin menyampaikan sesuatu yang menurut ajaran agama saya. Bahwa bila melihat hal yang menurut pemahaman kita kurang baik; sedapat mungkin dirubah dengan tangan, bila tidak sekurangnya dengan lisan, dan selemah-lemah iman dengan hati tidak setuju dengan perbuatan tersebut. Kukatakan: “saharusnya kita  malu sebagai orang Islam minta-minta seperti ini, sebab orang Islam itu banyak yang kaya-kaya”.  Si remaja putri berbalut jilbab itu menjawab; “orang Islam nyatanya  banyak yang melarat”. Melihat gelagatnya, itu gadis mulai tidak senang dengan percakapan tersebut. “Begini saja mbak”, kataku selanjutnya “silahkan ke rumah saya kita diskusikan” undang saya. Sebab kalau diteruskan pembicaraan jadinya tidak baik di tempat umum tersebut. Percakapannya sudah mulai diluar konteks. Menanggapi undangan saya si gadis menjawab sadis: “kalau saya lihat profil bapak, tak ada gunanya diskusi dengan bapak, membuang waktu saja”. Mendengar jawaban itu saya berlalu sementara sambil saya lihat orang-orang keluar dari kantor pos mengembalikan amplop kosong.
Adaikan yang bersangkutan mau saya ajak diskusi akan saya berikan beberapa contoh yayasan-yayasan yang sukses mengelola panti asuhan anak yatim. Kami punya pengalaman di daerah di luar jawa.  Sebuah panti asuhan mengasuh anak yatim, diantaranya ada yang disekolahkan oleh bapak angkatnya sampai selesai. Saya akan ceritakan kalau perlu saya bawa ke panti asuhan yang tak jauh dari kediaman keluarga kami di Jakarta. Begitu suksesnya mereka mengelola anak yatim tanpa harus meminta–minta, pakai amplop kirim orang-orang ke luar daerah. Para donatur tetap datang menyisihkan hartanya untuk panti-panti asuhan yang sungguhan dikelola dengan jujur itu. Keluarga kami pernah membuktikan, suatu hari ingin menyampaikan sumbangan seekor kambing nazar, mereka menerima sumbangan kami, tetapi memberi waktu beberapa hari kemudian baru menerima, karena masih banyak sumbangan dari orang lain.
Sementara itu ada tetangga kami yang tadinya guru ngaji, mendapat hibah sebuah rumah besar dan tanah luas di bilangan Jakarta luar sedikit, dari orang kaya. Selanjutnya rumah itu dijadikan tempat penampungan sekitar 60 orang anak-anak yatim.  Demikian makmurnya panti asuhan itu, tidak pernah kekurangan makanan dan pakaian, dari sumbangan masyarakat. Bahkan sering punya kelebihan makanan yang tak tahan disimpan seperti  telor asin, sehingga sedekah orang tersebut disedekahkan lagi ke pihak lain oleh pengurus panti asuhan.
Masih banyak orang beragama di negeri ini yang peduli, dengan urusan keagamaan urusan religi, agama apapun sama,  bila diajak urusan kebaikan menolong sesama, kebaikan membangun rumah ibadah, pokoknya untuk tujuan akhirat sangat mudah mencari derma. Sejalan dengan itu kadang kondisi masyarakat seperti tersebut dimanfaatkan oleh orang tertentu melakukan penipuan dengan kedok agama. Di satu daerah seorang yang memulai debut penipuannya dengan berceramah dari desa ke desa sebagai seorang “Da’i”.  Setelah mendapat kepercayaan masyarakat yang bersangkutan menghimpun dana dari masyarakat dengan proposal melakukan kegiatan pembangunan sarana keagamaan. Setelah uang terkumpul konon menurut yang menceritakan sampai milyaran, yang bersangkutan menghilang entah kemana.
Bila si remaja putri pengedar amplop yatim piatu dari suatu daerah di tengah Pulau Jawa itu mau saya undang, akan saya ceritakan beberapa panti asuhan yang dikelola dengan baik tersebut di atas. Kebetulan keluarga kami juga mengelola pesantren di pedalaman Kalimantan sana, Alhamdulillah dapat dibiayai oleh warga setempat dan tidak perlu mengedar amplop kemana-mana.
Jadi penugasan remaja putri yang konon katanya dari tempat yang jauh bepergian berhari bermalam, kalau benar pengakuan mereka dari jauh tersebut, dari sudut syar’ie sepertinya sudah tidak pas. Karena perjalanan sejauh itu seorang gadis harus dengan muhrim. Belum lagi bila dikaji secara logika tidak masuk, biaya dipergunakan untuk keberadaannya di Jakarta dari transportasinya, konsumsinya, akomodasinya. Dengan kemungkinan uang terkumpul dari amplop yang diisi orang  banter sepuluh ribuan. Itupun sejak buka kantor sampai tutup kantor amplop berisi paling beberapa buah amplop, karena orang sudah banyak yang tidak percaya. Orang tidak percaya adalah wajar, sebab amplop yang diserahkan ke gadis itu, bagaimana dapat jaminan akan sampai ke panti asuhan yang namanya “dipakai” untuk menarik simpati itu. Bisa saja jika ada uang di dalam amplop dikeluarkan lebih dahulu isinya kemudian amplop diedarkan lagi.
Bahwa masyarakat religi di negeri ini, sangat condong untuk beramal, sepanjang diyakininya bahwa uang yang disumbangkannya benar-benar diperuntukkan untuk tujuan amal kebaikan seperti yang dimaksudkan oleh panitia penghimpun dana. Sebagai cantoh tidak satupun pembangunan rumah ibadah dibangun di negeri ini yang terbengkalai, dalam pembangunannya, biar lambat tetapi pasti bangunan tersebut selesai walau tanpa modal sepeserpun. Saya sendiri membuktikan di beberapa daerah. Ada suatu daerah masyarakat ingin membangun masjid, suatu Jum’at diadakan sholat di di lapangan yang telah diwakafkan seseorang untuk membangun masjid. Lapangan yang hanya ditutupi tenda untuk Jum’atan itu, dalam  waktu kurang dari setahun sudah berdiri sebuah masjid yang megah.
Di Jakarta tahun 2007 tetangga beberapa buah  rumah dari kediaman kami, sebuah masjid kecil oleh masyarakat ingin direnovasi lantaran sudah tidak sanggup lagi menampung jamaah Jum’at. Kami undang camat dan Gubernur untuk sholat Jum’at di masjid tersebut. Selesai sholat Jum’at pak Camat kami serahi  sebuah palu besar untuk membongkar dinding masjid lama (beberapa pukulan sampai terbuat lobang) dihadapan sang Gubernur. Alhamdulillah masjid tersebut tahun 2010 sudah selesai bertingkat dua menghabiskan biaya hampir dua milyar rupiah, terhimpun dari seluruh warga yang kaya dengan kekayaannya yang tidak kaya sesuai kemampuannya. Tanpa harus meminta sumbangan dengan mengedarkan amplop atau mencegat pelalalulitas di jalan raya dengan  jaring atau kotak amal.
Tulisan ini saya kemukakan semoga kita  dalam memberikan derma lebih selektif, agar tidak menumbuh suburkan orang yang merendahkan kemuliaan agama, dengan mengatasnamakan agama, meangatasnamakan anak-yatim, mengatasnamakan pembangunan masjid, mengatasnamakan pembangunan pesanten , menyebar orang untuk meminta-minta.
Kasus seperti si remaja putri berjilbab itu bukan hanya banyak ditemukan di Jakarta tetapi juga di daerah-daerah. Betul-betul kurang masuk diakal, ada diantaranya mengaku dari luar pulau, jauh-jauh datang ke Jakarta minta sumbangan dari rumah ke rumah dari kantor ke kantor. Pernah ketika saya masih berkantor, ibu-ibu berkerudung membawa surat-surat untuk mengedarkan permintaan sumbangan dari pulau bagian timur Indonesia. Setelah saya ajak berhitung yang bersangkutan tak pernah datang lagi.
Itulah sebabnya Allah memberikan petunjuk kepada kita dalam hal berderma seperti tertuang di dalam surat Al-Furqan ayat  67:
 
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
Untuk berada dalam posisi pertengahan, sebaiknya kita pertimbangkan sasaran derma kita sekurang kurangnya benarkah mengenai sasaran atau tidak.  Sebab kalau kita memberikan derma kepada pihak yang sengaja memanfaatkan kedermawan kita untuk tujuan tidak benar, samahalnya kita ikut menumbuh suburkan kegiatan yang menjual  agama  dengan harga yang murah. Wallahu alam bisshawab.

No comments:

Post a Comment