Tuesday 9 October 2012

IDENTITAS, JENIS DAN CARA MENGGAPAI IKHLAS

Kunci Ibadah
Ikhlas adalah kunci ibadah, karena ibadah bila tidak dilandasi oleh ikhlas maka nilai ibadah itu akan sia-sia sebab tidak diterima oleh Allah. Menurut arti bahasa “Ikhlas” adalah bersih dari kotoran. Menurut  istilah ikhlas adalah amal ibadah yang hanya mengharapkan redha Allah semata, tidak mengharapkan pujian, penilaian baik dari orang lain atau dari masyarakat.
Dari mana ikhlas
Ikhlas adalah datang dari hati, oleh karena itu bersifat abstrak, sulit dipantau dari luar. Apakah seseorang sedang beribadah dengan ikhlas atau tidak,  hanya Allah jualah yang mengetahuinya.  Kalaulah ada pihak yang tau, hanya diri yang bersangkutan. Kadang diri yang bersangkutanpun juga ragu-ragu apakah ibadahnya tergolong ikhlas atau tidak. Seringkali suatu ibadah sudah dilaksanakan dengan ikhlas kemudian dibatalkan sendiri oleh yang bersangkutan. Hal ini seperti diingatkan Allah dalam surat Al-Baqarah 264, dicontohkan ibadah dalam wujud sedekah akan batal bila diikuti dengan disebut-sebut, bila diiringi riya’ dan bila dilakukan bukan dengan landasan iman kepada Allah dan hari kemudian.



Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Contoh lain ibadah ritual kepada Allah seperti shalat, puasa, haji dan zakat, berkurban.  Sering terjadi semula ibadah tersebut ikhlas tetapi setelah dilaksanakan dalam jeda waktu yang singkat atau sudah lama terlaksana dibatalkan oleh yang bersangkutan sendiri, dengan menyebut-nyebutnya, semula tidak ingin dipuji orang, kemudian muncul ingin dipuji manusia.
Indentitas orang ikhlas
Pertama; Terjaga dari segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT, baik sedang bersama dengan manusia atau sendiri. Disebutkan dalam hadits,”Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang berterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah)
Kedua; Senantiasa beramal di jalan Allah SWT baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang orang lain, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata,”Orang yang riya’ memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.”
Ketiga;  Selalu menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah SWT dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Yang bersangkutan meyakini betul bahwa Allah menambah nikmat bila dia bersyukur. Seperti terungkap dalam surat Ibrahim ayat 7

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika  kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
Keempat; Mudah memaafkan kesalahan orang lain. Orang ini melaksanakan perintah Allah S.W.T. di dalam surat Al-Baqarah 263.

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.

Jenis orang Ikhlas
Kelompok orang “Ikhlas ada maunya”: Yakni orang yang beramal karena Allah, tetapi di dalam hatinya terbersit keinginan pada dunia. Ibadahnya dilakukan hanya untuk menghilangkan kesulitan dan kebingungan. Ia melaksanakan shalat tahajud dan bersedekah karena ingin usahanya berhasil. Ciri orang “ikhlas ada maunya ini” bisa terlihat dari cara dia beribadah. Orang yang hanya beribadah ketika sedang butuh biasanya ia tidak akan istiqamah. Ia beribadah ketika ada kebutuhan. Jika kebutuhannya sudah terpenuhi, ibadahnyapun akan berhenti.
Contoh:
Ingin Jabatan; ketika dalam proses untuk mendapatkan jabatan yang bersangkutan dengan khusu’ dan intensif melaksanakan ibadah, dengan ikhlas agar Allah mengabulkan do’anya. Setelah jabatan diperoleh yang bersangkutan mengurangi frekuensi, kuantinas dan kualitas ibadahnya. Shalatnya sudah yang wajib-wajib saja, dengan waktu yang cepat,  demikian juga ibadah lainnya semakin dilupakan. Teringat saya dengan teman saya ketika dalam proses ujian pejabat dari peqawai TU ke pegawai junior officer. Begitu intensnya rekan tadi beribadah, shalatnya lama dan tertib. Begitu lulus ujian, maka shalatnyapun jadi cepat sekali, kadang diakhir waktu (zuhur sudah dekat ashar), tidak lagi berupaya berjamaah. Ketika ditanya “kenapa shalatnya cepat sekali” jawabnya “sudah hafal”
Isteri sedang hamil; hampir tiap hari membaca Al-qur’an dan berdo’a agar isteri melahirkan anak mereka dengan selamat. Selanjutnya setelah isteri melahirkan, Al-Qur’an pun disimpan rapi di rak buku.
Ingin mendapat rezeki yang banyak; motivasi sedekah dengan harapan usahanya sukses, bahkan minta penggantian dari Allah, dia mengharapkan penggantian seperti yang diredaksikan pada surat Al-Baqarah 261:

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Kelompok orang “Ikhlas tanpa prioritas” : Yakni orang yang beramal karena Allah dan hatinya bersih dari riya’ serta keinginan dunia. Ibadahnya dilakukan hanya karena Allah dan demi meraih kebahagiaan akhirat, menggapai surga, takut neraka, dengan dibarengi keyakinan bahwa amal ini bisa menyelamatkan dirinya dari siksaan api neraka.
Ibadah orang ini cenderung berkesinambungan, tetapi ia tidak mengetahui mana yang harus dilakukan dengan segera dan mana yang bisa diakhirkan, serta mana yang penting dan lebih penting. Ia menganggap semua ibadah itu adalah sama.
Contoh:
Shalat sunat diutamakan dari shalat wajib; di bulan Ramadhan yang bersangkutan mengutamakan shalat tarawih dari pada shalat wajib. Hal ini ada juga dilakukan justru oleh jamaah Ramadhan di Masjidil Haram. Sebagaimana biasa di tanah suci, shalat tarawih sejak awal Ramadhan sampai 20 Ramadhan tarawih 20 rakaat dan witir 3 rakaat. Selanjutnya mulai tanggal 21 Ramadhan tarawih hanya 20 rakaat tidak dilanjutkan dengan witir. Pukul 1 dini hari dilaksanakan shalat tahajud disambung witir, selesai sekitar pukul 3 dinihari. Ada sebagian jamaah umrah Ramadhan mengenyampingkan shalat magrib berjamaah ke Masjidil Haram, shalat isya  berjemaah ke Masjidil Haram untuk menyiapkan diri ikut shalat tahajud dan selesai shalat tahajud tidak ikut  berjemaah shalat subuh.
Menyantuni orang lain diutamakan dari kerabat sendiri; begitu murah hati membelanjakan hartanya untuk kepentingan masyarakat, kepentingan sosial lainnya, sementara tidak menyantuni kerabat dekatnya.
Ritual agama yang sunah dan bahkan yang tidak ada tuntutannya diutamakan dari yang wajib dan ada tuntunannya. Banyak terlihat di masyarakat, sangat dipentingkan acara-acara untuk ritual yang diyakininya adalah merupakan acara peribadatan kepada Allah, sementara ritual tersebut hanya sunah belaka, tetapi untuk ibadah itu ibadah wajib terabaikan. Tidak jarang upacara-upacara yang dianggap ibadah itu tidak terdapat dalam tuntutan agama.
Kelompok orang “Ikhlas karena Allah” : Yakni orang yang beribadah hanya karena Allah, bukan ingin surga atau takut neraka. Semuanya dilakukan karena bakti dan memenuhi perintah dan mengagungkan-Nya.
Kelompok orang “Ikhlas gerak hati”, yaitu orang yang dalam ibadahnya memiliki perasaan bahwa ia digerakkan Allah. Ia merasa bahwa yang beribadah itu bukanlah dirinya. Ia hanya menyaksikan ia sedang digerakkan Allah karena memiliki keyakinan bahwa tidak memiliki daya dan upaya melaksanakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Semuanya berjalan atas kehendak Allah.
Evaluasi ke ikhlasan
Dari empat identitas/ciri ikhlas, mari kita evaluasi diri kita masing-masing apakah diri kita sudah termasuk orang yang ikhlas. Kemudian bandingkan dengan empat golongan orang dalam berikhlas, dimanakah kini kita masing-masing sudah berada.  Ketahuilah bahwa dalam dialog antara iblis dengan Allah ketika iblis diusir dari surga, seperti diabadikan dalam surat Shad ayat 82 s/d 83 bahwa iblis mendapat ijin dari Allah untuk menyesatkan manusia. Orang yang tidak dapat dipengaruhi oleh iblis hanya orang yang mukhlasin. Selengkapnya ayat tersebut sebagai berikut:


Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,







kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka
Cara menggapai ikhlas
Setelah diketahui ciri ikhlas dan orang terkelompok dalam ikhlas, maka berikut ini mari kita capai ikhlas dengan sempurna dengan menggunakan empat cara berikut ini:
Pertama; dengan mengosongkan pikiran disaat kita sedang beribadah kepada Allah SWT. Kita hanya memikirkan Allah, shalat untuk Allah, dzikir untuk Allah, semua amal yang kita lakukan hanya untuk Allah. Lupakan semua urusan duniawi, kita hanya tertuju pada Allah.
Kedua; Jangan munculkan rasa riya’ atau sombong di dalam diri kita karena kita tidak berdaya di hadapan Allah SWT. Disadari bahwa setiap diri sering ingin muncul perasaan riya’ dan itulah bujuk rayu iblis, usahakanlah riya’ itu diusir jauh-jauh.
Ketiga; Rasakanlah Allah berada di hadapan kita dan sedang menyaksikan kita. Insya Allah dengan cara di atas anda dapat mencapai ikhlas.
Keempat; Jangan lupa untuk berdo’a memohon kepada Allah SWT agar kita dapat beribadah secara ikhlas untuk-Nya, sebagaimana do’a Nabi Ibrahim a.s,” (QS. al An’am: 77). "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat."


Materi Khutbah Jum’at kusampaikan di Masjid Ar Rahmah Jl. Percetakan Negera No 1. Jakarta Pusat, tanggal 05 Oktober 2012/tanggal 19 Dzulkaidah 1433H.

No comments:

Post a Comment