Thursday 18 October 2012

TEMPAT WUDHU & TOILET DUA MASJID DI TANAH SUCI

Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah, sepanjang tahun tidak sepi pengunjung. Sedang padat-padatnya pengunjung adalah di musim haji dan pada bulan Ramadhan. Salah satu kesulitan yang belum diberikan pemecahan yang tepat ke dua masjid tersebut adalah mengenai toilet dan tempat wudhu. Bagi jamaah yang dapat mempertahankan wudhunya, menahan buang air kecil dan buang angin, tidak begitu bermasalah, dapat saja masuk masjid waktu ashar, sampai selesai isya baru keluar. Tapi untuk usia di atas limapuluhan kebanyakan sudah tidak dapat menahan kencing begitu lama,  demikian pula buang angin.
Di masjid Nabawi untuk berwudhu harus keluar masjid, ke bangunan di bawah tanah. Melangkah dari pintu mesjid sekurangnya lima puluh sampai tujuh puluh lima langkah untuk menuju mulut terowongan tempat wudhu ke bawah tanah, menuruni lagi eskalator beberapa putaran baru sampai ke tempat wudhu dan toilet.
Sementara itu di Masjidil Haram tersedia tempat wudhu di luar masjid yang terdekat dari pintu ada sekitar limapuluhan meter, tetapi tidak tersedia toilet. Jika ingin kencing sekalian wudhu harus keluar masjid, dari pintu terdekat sekitar 250 langkah. Itulah sebabnya jika jamaah batal wudhu tidak ingin kencing jadi malas untuk keluar ke tempat wudhu diluar masjid. Paling kurang ada dua sebab mereka malas keluar; pertama bila siang hari sengatan panas jika musim panas,  yang kedua paling utama, apabila sudah terlanjur keluar, sulit untuk mendapatkan tempat lagi ketika masuk kembali. Itulah sebabnya kalau hanya sekedar batal wudhu lantaran kentut, jamaah memilih wudhu di tempat kran air  zam-zam yang sedianya diperuntukkan untuk minum. Tidak mungkin untuk mengguyur kaki langsung ke kran dengan mengangkat kaki setinggi dada itu, harus menggunakan gelas. Tempat minum itu tidak disediakan drainase pembuangan air, sebab memang bukan untuk disiram-siram. Akibatnya menjadi becek dan berjubel manusia antri lelaki dan perempuan. Ini pemandangan tidak nyaman dan keadaannya sangat tidak mengenakkan, selain itu terjadi lagi saling marah antar jamaah, ingin berebut duluan. Belum lagi ada yang sok ngatur untuk nisa dan rizal. Suasana tambah semerawut ada lagi jamaah yang membawa jerigen mengisi air zam-zam untuk dibawa pulang.
Suasana berebut wudhu di kran air zam-zam di dalam masjidil haram seperti terlihat dalam foto di bawah ini:

Sementara itu seperti dikemukakan di atas tempat wudhu disediakan diluar masjid jaraknya cukup jauh dari pintu masjid dan tidak tersedia toilet seperti nampak dalam foto berikut:













Andaikan saya punya akses untuk menyarankan kepada penguasa kedua masjid tersebut maka akan saya usulkan:
Untuk Masjid Nabawi:
Harusnya tersedia tempat wudhu di dinding luar masjid yang disediakan untuk jamaah yang hanya memperbarui wudhu yang batal, bangunan terbuka, supaya tidak dimanfaatkan orang untuk kencing.  Juga disediakan toilet-toilet yang peruntukannya hanya untuk buang air kecil dibangun menempel dengan dinding masjid juga, sederetan tempat wudhu itu, beberapa kran wudhu terdapat dua atau tiga tempat buang air kecil. Pada tempat itu dipasang pengumuman “hanya untuk buang air kecil” bagi yang ingin buang air besar silahkan ke toilet di bawah tanah yang sudah tersedia sangat baik itu. Bangunan kecil untuk buang air kecil dibuat sedemikian rupa, terbuka bagi para pengguna tertutup untuk umum, sehingga dengan demikian pengguna malu untuk menggunakan selain dari buang air kecil, misalnya buang air besar. Ikuti saja model toilet-toilet seperti di hotel, rumah sakit yang antar pengguna dapat saling liat kepala, menghadap ke tembok dilindungi oleh sekat-sekat. Saya usulkan demikian karena Masjid Nabawi lokasinya persegi  panjang sebagaimana masjid-masjid lainnya di dunia.

Untuk Masjidil Haram:
Untuk Majidil haram, karena ada kekhususan yaitu bangunannya melingkar mengelilingi Ka’bah, sumber air zam-zam berada dilokasi tersebut. Karena struktur denahnya demikian itu arus masuk dan keluar jamaah dari berbagai arah. Maka diusulkan disamping tetap dipertahankan tempat minum air zam-zam, disediakan juga di dalam masjid tempat wudhu dekat tempat kran minum air zam-zam. Tempat wudhu tersebut dialiri air bukan air zam-zam dan disediakan drainase yang sesuai peruntukannya. Bila sudah disediakan tempat wudhu di dalam masjid, jamaah dilarang wudhu di kran air zam-zam.  Seperti usul untuk masjid Nabawi, dibeberapa titik tempat wudhu disediakan bangunan kecil untuk buang air kecil dibuat sedemikian rupa, terbuka bagi para pengguna tertutup untuk umum, sehingga dengan demikian pengguna malu untuk menggunakan selain dari buah air kecil, misalnya buang air besar. Ikuti saja model toilet-toilet seperti di hotel, rumah sakit yang antar pengguna dapat saling liat kepala, menghadap ke tembok dilindungi oleh sekat-sekat.
Demikian potret kedua masjid itu dari sudut toilet dan tempat wudhu. Suasana akan sangat menyulitkan disaat pengunjung benar-benar padat pada saat umrah Ramadan dan musim haji. Kadang sudah masuk masjid sulit keluar. Sudah keluar sulit lagi masuk, sementara wudhu batal harus segera memperbaharui  wudhu. Begitu sudah wudhu sulit  mendapatkan tempat lagi untuk mengikuti shalat, karena masuknya sudah susah. Jika tempatnya dekat, dapat mempertahankan tempat yang sudah ditempati dengan meninggalkan sajadah misalnya, dan berwakil kepada jamaah disamping kita, meskipun lain bangsa insya Allah jika kita pamit sebentar untuk wudhu mereka bersedia dan tempat itu dapat dipertahankan.

No comments:

Post a Comment