Sunday, 13 October 2024
JANJI
Diolah: M. Syarif Arbi
No: 1.274.10-3.2024
Ketika musim kampanye pemilihan pemimpin dan wakil rakyat, bertebaranlah janji2, dibuat oleh yang ingin jadi pemimpin dan ingin jadi wakil rakyat. Janji adalah komitmen harus dihormati dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Janji dibuat sesama manusia pada hakikatnya juga berjanji dengan Allah. Sebab Allah akan mencatat setiap apapun ucapan manusia. Kelak janji itu akan dimintai pertanggungan jawab.
وَاَوْفُوْا بِالْعَهْدِۖ اِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْـُٔوْلًا. (Al-Isra 34)
“dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya”.
Pada kenyataannya, janji2 itu tidak semuanya terpenuhi. Disadari bahwa janji dan rencana kurang lebih sama. Janji adalah rencana dibuat oleh pembuat janji, akan dilaksanakan untuk kepentingan penerima atau para penerima janji. Sedangkan rencana belumlah tentu dapat terlaksana semuanya, oleh karena itu jangan membuat janji yang terlalu muluk, sehingga nanti sulit untuk dilaksanakan.
Permasalahannya bagi si pembuat janji:
1. Apakah sejak semula janji ditebar, hanya sekedar untuk mengambil hati sipenerima janji, tapi sesungguhnya di dalam hati tidak dimaksudkan untuk dipenuhi.
2. Apakah janji diucapkan, sudah diperhitungkan logis untuk dapat dilaksanakan, kalaulah ternyata tidak dapat dilaksanakan, bukanlah kesengajaan karena sudah diusahakan maksimal.
3. Apakah sipembuat janji sudah menyiapkan langkah2 alternatif bila janji2 ternyata meleset, misalnya mengganti dengan realisasi hampir sama. Atau menyiapkan alasan2 yang logis, kenapa janji tidak terpenuhi.
Dalam hal pembuat janji seperti tersebut “1” maka perilaku ybs dapat dikatagorikan sama dengan perilaku setan, karena setan sangat senang sebab berhasil mencapai tujuannya memperperdaya manusia dengan janji-janji kosongnya. Dalam Al-Qur'an, Surat An-Nisa, ayat 120, Allah SWT menjelaskan:
"يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ ۖ وَمَا يَعِدُهُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ إِلَّا غُرُورًا"
“Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka”.
Tindakan ingkar janji juga memiliki dampak negatif dalam kehidupan atau lingkup sosial. Bila yang mengingkari janji adalah pemimpin atau pejabat public, maka se-kurang2nya bila ybs mendatang mencalonkan diri lagi, tidak akan dipilih “sekali lancung keujian seumur hidup tidak dipercaya”. Ingkar janji pemimpin2 yang lalu, juga berdampak bagi calon pemimpin dan pejabat public yang akan datang. Bila calon pemimpin baru berjanji lagi, walau dianya orang baru yang belum tentu akan ingkar janji, besar kemungkinan tidak dipercaya lagi. Dalam hati pemilih: “paling seperti yang dulu lagi”.
Rasulullah SAW pernah menjelaskan tanda-tanda orang munafik dalam HR Buhhari-Muslim:
آيَة الْمُنَافِق ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اُؤْتُمِنَ خَانَ
"Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Pertama, jika berkata-kata ia berdusta. Kedua, jika berjanji ia mengingkari. Ketiga, jika diberi amanah (kepercayaan) ia mengkhianatinya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Karena Ingkar janji merupakan salah satu sifat orang munafik, dan Allah sangat membenci orang munafik, sebagaimana tercermin dalam ayat Al-Qur'an, Surat An-Nisa, ayat 145:
"إِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ فِى الدَّرْكِ الْاَسْفَلِ مِنَ النَّارِۚ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيْرًاۙ"
“Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka”.
Berjanji itu sendiri tidaklah menjadi dosa. Barulah menjadi dosa jika janji itu diingkari. Menepati janji menunjukkan integritas, kejujuran, dan kredibilitas seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Ini juga merupakan fondasi penting dalam membangun hubungan yang sehat dan saling percaya, termasuk dalam kehidupan sosial.
Seperti dikemukakan di awal tulisan bahwa “pada hakikatnya berjanji dengan manusia juga berjanji dengan Allah”. Mengingkari janji sesama manusia tergolong mengkhianati Allah SWT, seperti disebutkan dalam surat An-Nahl, ayat 91:
"وَأَوْفُوا۟ بِعَهْدِ ٱللَّهِ إِذَا عَٰهَدتُّمْ وَلَا تَنقُضُوا۟ ٱلْأَيْمَٰنَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ ٱللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ"
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.
Bukan hanya janji2 kampanye, yang harus ditepati; tetapi meliputi semua janji kepada siapa saja, janji tentang apa saja termasuk janji kepada diri sendiri. Khusus buat para pemimpin dan wakil2 rakyat, semoga mereka sanggup merealisasikan janji2 kampanye mereka, sehingga tidak menerima laknat Allah di dunia dan akhirat karena ingkar janji.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
14 Oktober 2024 M
11 Rabiul Akhir 1446 H
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment