Tuesday, 22 October 2024

ILMU dalam IBADAH

Disusun: M. Syarif Arbi No: 1.275.10-4.2024 Tidak ada paksaan memeluk agama Islam, namun begitu seseorang masuk Islam terbentanglah sejumlah kewajiban dan pantangan. Kewajiban ada yang bersifat dipaksa harus dilaksanakan, jika tidak dilaksanakan konsekwensinya akan berdosa bahkan ada kewajiban2 tertentu bila tidak dilaksanakan, maka si pelanggar terkelompok orang bukan Islam lagi. Terdapat pula kewajiban yang sifatnya sunnah, bila tidak dikerjakan tidak berdosa, jika dilaksanakan akan berpahala. Disisi lain tersedia sejumlah larangan yang bila dikerjakan berdosa, bahkan terdapat larangan2 tertentu bila dilakukan; ybs sudah keluar dari Islam. Setelah seseorang menyatakan ber “iman” dan selanjutnya dengan tanpa paksaan masuk “Islam”, termasuk seseorang Islam sejak lahir, guna memahami kewajiban2 dan pantangan2 tsb di atas, maka haruslah dipahami beberapa hal lagi. Untuk memudahkan ingatan hal2 yang perlu dipamahi itu disingkat saja dengan 5 “I” yaitu: 1. ILMU. Seluruh kewajiban2 dan larangan2 dalam agama, dapat diketahui melalui ilmu yang diperoleh dari “Al-Qur’an” dan “Hadits”. Penjelasan2 tentang Al-Qur’an dan hadits melalui kupasan para ulama. Kupasan dari para ulama itu, bagi orang awam mungkin tak tersedia waktu khusus mentela’ahnya, maka akan diperoleh melalui para ustadz-ustadzah, guru2 agama. Jika umpamanya kita tidak bersekolah khusus di sekolah2 agama, harus rajin mengikuti pengajian2 dan membaca buku2 terkait ilmu agama. Dengan ilmu diharapkan akan tidak salah dalam menerapkan ajaran agama. 2. IBADAH. Semua ibadah terdapat aturan pelaksanaan (“Juklak”) itu diperoleh dari “Ilmu”. Kita petik surat Al-Isra ayat 36: وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌۗ “Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kau ketahui”. Setiap melakukan suatu ibadah, harus paham melalui ilmu, bagaimana cara melaksanakannya, bukan atas dasar ikut2an. Demikian juga harus memahami halangan2 apa sehingga suatu ibadah tidak dapat dilaksanakan. Serta mengetahui betul apa sanksinya bila dengan sengaja meninggalkan sesuatu ibadah, tanpa halangan. Safariku belum lama berselang, driver mobil yang mengantarku, dalam perjalanan sebelum berkumandang adzan mobil dihentikan di masjid terdekat. Aku sempat mengikuti khutbah dan shalat jum’at. Keesokan harinya ketika tiba waktu dzuhur mobil diberhentikan di halaman masjid, sehingga diriku sempat shalat dzuhur digabung dengan ashar. Sampai waktu maghrib, mobil di mampirkan lagi di masjid di perlintasan perjalanan kami, memberi kesempatan diriku shalat maghrib gabung isya’. Dari perilaku menyinggahkan diriku di masjid2 jelaslah bahwa, driver yang kutahu beragama Islam itu, berilmu tentang waktu2 shalat, berilmu tentang shalat boleh di jama’ dalam safari. Tetapi yang bersangkutan ketika Jum’atan, ketika shalat zuhur + ashar, maghrib + isya, dianya tidak ikutan shalat, hanya duduk di luar masjid. Dengan begitu patut disimpulkan mungkin ybs belum mempunyai ilmu tentang apa sanksinya jika ibadah shalat tidak dilaksanakan sebagaimana (hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574) yang menyatakan kufurnya orang yang meninggalkan shalat: الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” Pembaca !!!; terbatasnya ruang tulis, “I” yang ke 3, 4 dan ke 5 dibahas secara singkat. 3. IKHSAN. Berbuat baik, sebagai realisasi dari “ilmu” yang telah diperoleh, bahwa berbuat baik itu merupakan kewajiban sebagai seorang manusia, kepada sesama manusia dan bahkan kepada alam semesta. Sekaligus sebagai wujud dari ibadah, karena dalam agama ibadah dilakukan di dua sisi yaitu; pertama ibadah yang berhubungan kepada Allah dan kedua ibadah sosial. Melalui ibadah sosial terangkumlah sejumlah kebaikan. 4. ISTIQAMAH. Semua ibadah dilakukan tidak tempo2. Tetapi terus menerus, secara konsisten berlanjut selama hayat masih dikandung badan. Istiqamah sangat dianjurkan: اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian tetap istiqamah, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih. (Al-Ahqaf 13) 5. IKHLAS. Ikhlas adalah kunci dari ibadah. Tanpa ikhlas ibadah apapun yang dilakukan, sipelaku akan tidak memperoleh ganjaran pahala disisi Allah. Mungkin saja di dunia pelaku ibadah yang tidak ikhlas mendapatkan kebaikan2 di dunia, seperti apresiasi, mendapat pujian, menerima penghargaan. Keikhlasan bertempat dalam hati seseorang, untuk itu Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah: إِنَّ اللهَ تعالى لَا ينظرُ إلى صُوَرِكُمْ وَأمْوالِكُمْ ، ولكنْ ينظرُ إلى قلوبِكم وأعمالِكم "Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan hartamu, tetapi Dia hanya melihat hati dan amalmu". (HR Muslim) Nabi SAW menganalogikan amal yang dilandasi dengan ikhlas dalam hati seperti bejana. Dari Muawiyah RA, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits. إنَّما الأعمالُ كالوِعاءِ إذا طابَ أسفلُهُ طابَ أعلاهُ وإذا فسَدَ أسفلُهُ فسدَ أعلاهُ "Sesungguhnya amalan itu seperti bejana. Jika bagian bawahnya baik maka baik pula bagian atasnya. Jika bagian bawahnya rusak, bagian atasnya pun rusak". (HR Ibnu Majah). Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua agar menjadi hamba2 Allah yang taat beribadah dengan ikhlas dan istiqamah mengusai ilmu dalam beribadah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه 23 Oktober 2024 M 19 Rabiul Akhir 1446 H

No comments:

Post a Comment