Sunday 27 October 2024

Murid MEMARAHI Guru

Disusun: M. Syarif Arbi No: 1.276.10-5.2024 Seorang ibu terkaget, ada panggilan dari sekolah anaknya agar esok siang datang ke sekolah. Padahal belum musim pengambilan raport sebagai kelaziman akhir2 ini, bahwa raport harus diterimakan oleh ORTU murid. Sekedar informasi bahwa di era kami sekolah SR doeloe raport cukup diterimakan ke murid masing2. Anak perempuan duduk di kelas 2 SD itu, tidak menjelaskan apa gerangan ibunya d panggil ke sekolah pukul 10 siang esok, walau sudah diinterogasi ayah bundanya. Rutin, pukul 6 pagi keesokan harinya si anak ke sekolah serombongan dengan teman sebayanya sedesa tak jauh dari kediaman masing2 hanya sekitar setengah kilometer. Si ibu tak begitu kaget ketika mendengar penjelasan kepala sekolah, karena dia tau persis, bahwa anaknya itu type anak yang ceplas-ceplos, apa yang dipikirkan langsung diucapkan, ndak ada saringannya. Guru2 zaman now tidak seperti jaman kami masih di SR doeloe, guru sekarang tidak berani menjewer telinga murid, seperti kami dulu. Kalau sampai terjadi akan diviralkan dan diajukan kepersidangan. Sekarang di TV sedang hangat berita disidangkannya seorang guru honorer yang “katanya menganiaya muridnya”. Kasihan betul tu guru udah honornya “aduhai kecilnya”, bermasalah lagi. Kami di SR dulu, sudah biasa kalau guru memukul pakai penggaris ke muridnya, kadang pemukul kasti ditimpakan ke jari2 murid bila diperiksa kukunya tidak dipotong dan nampak ada hitam di ujung kuku. Sudah pasti si guru memukulnya tidak dengan keras, kalau keras kan jadinya bengkak. Kembali ke kisah si murid SD membuat ibunya dipanggil ke sekolah, rupanya dia mencela gurunya. Guru kelas dua SD itu kemarin dulu datang ke sekolah terlambat, pukul 9 pagi lewat. Padahal kelas dimulai pukul 7, sehingga anak2 di dalam kelas keleleran tidak ada pengajar. Begitu bu guru masuk kelas si “Nayang” (bukan nama sebenarnya) langsung menyapa gurunya: “Ibu baru hadir pukul 9, kemana saja”. Bu guru menjelaskan: “saya baru sarapan hampir jam 9”. Nayang nimpali “itu mah bukan sarapan Bu, namanya makan siang”. “kami disuruh disiplin,…… ibu sendiri tidak disiplin”. Perlu diinformasikan bahwa kebiasaan penduduk setempat sarapan pagi paling lambat pukul 5 pagi, waktu shalat subuh setempat sekitar pukul 4 lebih beberapa menit. Desa itu penduduknya sebagian besar dulunya pekebun karet, sebelum berangkat nyadap karet mereka sarapan. Kini beberapa kecamatan di daerah itu menjadi lahan perkebunan sawit. Juga kelaziman petani sawit mulai masuk kebun, untuk merawat, memupuk “sunsung kabut” (bahasa setempat) alias pagi sekali, karenanya terbiasalah sarapan paginya awal sekali, bukan pukul 9 nan. Kebiasaan itu yang dilihat, diketahui oleh Nayang saban hari di rumahnya, makanya dianya tidak terima alasan Ibu Gersi (bukan nama sebenarnya), sarapan pukul 9. Nayang memarahi Ibu Gersi ini, jadi topik pembicaraan sesama guru, dilaporkan kepada kepala sekolah. Ibu guru Gersi tidak mau meng counter ucapan Nayang, apalagi misalnya memarahi, Guru ini menahan diri jangan sampai mencubit, misalnya; karena agaknya guru2 sekarang bila menyelentik, mencubit murid, takut diperkarakan menganiaya murid. Kepala sekolah mengambil kebijakan, untuk memanggil Ibu si Nayang guna berdiskusi membenahi attitude si Nayang, rupanya kasus Nayang bukan hanya memarahi Ibu Gersi saja, tetapi sudah sering menyampaikan kritik tajam beberapa hal di sekolah, misalnya pengaturan pot bunga, penempatan lukisan, foto2 dipajang di dinding dalam kelas dll. Terdapat beberapa hal adab murid terhadap guru: 1. Mengucapkan salam ketika guru masuk kelas, 2. Memperhatikan nasihat2 sang guru. 3. Mematuhi perintah/larangan si guru sepanjang tidak bertentangan dengan agama dan aturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Memelihara adab ketika bertanya. 5. Tidak memperolok si guru bagaimanapun kelalaiannya, penampilan phisiknya dan busananya. 6. Memberi salam penghormatan ketika pulang sekolah. Dalam case si Nayang, sepertinya si bocah melanggar adab point 4 dan 5. Tak seorang muridpun di kelas dua SD itu yang mempertanyakan keterlambatan Ibu Gersi, karena takut. Samalah seorang pegawai terhadap atasannya ada adagium “Bos bisa saja melakukan kesalahan, tetapi bagaimanapun dia bos saya”, jadinya ndak berani negur kesalahan si bos. Ada lagi adagium “mikul duwur mendem jero”. Tidak boleh bertanya kepada guru dengan cara yang mengganggu, mengejek, atau menantang guru tanpa alasan yang syar’i. Allah SWT berfirman: “…………………….. ياأيها الذين آمنوا لاتسألوا عن أشياء إن تبد لكم تسؤكم “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu bertanya tentang sesuatu yang jika diberitakan kepadamu akan menyusahkan kamu; ……………………………………...” (QS. Al-Maidah: 101) Terbukti akibat pertanyaan si Nayang itu, membuat repot ibunya, dipanggil ke sekolah, menjadi perbincangan di sekolahan. Juga agaknya si Nayang cenderung dianggap memperolok ibu gurunya yang baru sarapan pukul 9 pagi, sedangkan Allah melarang mengolok-ngolok. “……………………………………ياأيها الذين آمنوا لا يسخر” “Wahai orang beriman janganlah kami mengolok-ngolok……………….”(Al Hujurat 11). Sebetulnya sikap kritis dan ceplas-ceplos si Nayang bernilai positip, perlu dibina, tetapi belum sepadan dengan usianya juga tidak tepat cara penyampaiannya, sehingga dianggap attitude si Nayang kurang baik. Diharapkan Kerjasama ORTU si Murid yang masih dalam pertumbuhan itu dengan pihak sekolah dapat kiranya dimudahkan Allah untuk memperbaiki attitude si Nayang. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه 27 Oktober 2024 M 23 Rabiul Akhir 1446 H

Tuesday 22 October 2024

ILMU dalam IBADAH

Disusun: M. Syarif Arbi No: 1.275.10-4.2024 Tidak ada paksaan memeluk agama Islam, namun begitu seseorang masuk Islam terbentanglah sejumlah kewajiban dan pantangan. Kewajiban ada yang bersifat dipaksa harus dilaksanakan, jika tidak dilaksanakan konsekwensinya akan berdosa bahkan ada kewajiban2 tertentu bila tidak dilaksanakan, maka si pelanggar terkelompok orang bukan Islam lagi. Terdapat pula kewajiban yang sifatnya sunnah, bila tidak dikerjakan tidak berdosa, jika dilaksanakan akan berpahala. Disisi lain tersedia sejumlah larangan yang bila dikerjakan berdosa, bahkan terdapat larangan2 tertentu bila dilakukan; ybs sudah keluar dari Islam. Setelah seseorang menyatakan ber “iman” dan selanjutnya dengan tanpa paksaan masuk “Islam”, termasuk seseorang Islam sejak lahir, guna memahami kewajiban2 dan pantangan2 tsb di atas, maka haruslah dipahami beberapa hal lagi. Untuk memudahkan ingatan hal2 yang perlu dipamahi itu disingkat saja dengan 5 “I” yaitu: 1. ILMU. Seluruh kewajiban2 dan larangan2 dalam agama, dapat diketahui melalui ilmu yang diperoleh dari “Al-Qur’an” dan “Hadits”. Penjelasan2 tentang Al-Qur’an dan hadits melalui kupasan para ulama. Kupasan dari para ulama itu, bagi orang awam mungkin tak tersedia waktu khusus mentela’ahnya, maka akan diperoleh melalui para ustadz-ustadzah, guru2 agama. Jika umpamanya kita tidak bersekolah khusus di sekolah2 agama, harus rajin mengikuti pengajian2 dan membaca buku2 terkait ilmu agama. Dengan ilmu diharapkan akan tidak salah dalam menerapkan ajaran agama. 2. IBADAH. Semua ibadah terdapat aturan pelaksanaan (“Juklak”) itu diperoleh dari “Ilmu”. Kita petik surat Al-Isra ayat 36: وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌۗ “Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kau ketahui”. Setiap melakukan suatu ibadah, harus paham melalui ilmu, bagaimana cara melaksanakannya, bukan atas dasar ikut2an. Demikian juga harus memahami halangan2 apa sehingga suatu ibadah tidak dapat dilaksanakan. Serta mengetahui betul apa sanksinya bila dengan sengaja meninggalkan sesuatu ibadah, tanpa halangan. Safariku belum lama berselang, driver mobil yang mengantarku, dalam perjalanan sebelum berkumandang adzan mobil dihentikan di masjid terdekat. Aku sempat mengikuti khutbah dan shalat jum’at. Keesokan harinya ketika tiba waktu dzuhur mobil diberhentikan di halaman masjid, sehingga diriku sempat shalat dzuhur digabung dengan ashar. Sampai waktu maghrib, mobil di mampirkan lagi di masjid di perlintasan perjalanan kami, memberi kesempatan diriku shalat maghrib gabung isya’. Dari perilaku menyinggahkan diriku di masjid2 jelaslah bahwa, driver yang kutahu beragama Islam itu, berilmu tentang waktu2 shalat, berilmu tentang shalat boleh di jama’ dalam safari. Tetapi yang bersangkutan ketika Jum’atan, ketika shalat zuhur + ashar, maghrib + isya, dianya tidak ikutan shalat, hanya duduk di luar masjid. Dengan begitu patut disimpulkan mungkin ybs belum mempunyai ilmu tentang apa sanksinya jika ibadah shalat tidak dilaksanakan sebagaimana (hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574) yang menyatakan kufurnya orang yang meninggalkan shalat: الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” Pembaca !!!; terbatasnya ruang tulis, “I” yang ke 3, 4 dan ke 5 dibahas secara singkat. 3. IKHSAN. Berbuat baik, sebagai realisasi dari “ilmu” yang telah diperoleh, bahwa berbuat baik itu merupakan kewajiban sebagai seorang manusia, kepada sesama manusia dan bahkan kepada alam semesta. Sekaligus sebagai wujud dari ibadah, karena dalam agama ibadah dilakukan di dua sisi yaitu; pertama ibadah yang berhubungan kepada Allah dan kedua ibadah sosial. Melalui ibadah sosial terangkumlah sejumlah kebaikan. 4. ISTIQAMAH. Semua ibadah dilakukan tidak tempo2. Tetapi terus menerus, secara konsisten berlanjut selama hayat masih dikandung badan. Istiqamah sangat dianjurkan: اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian tetap istiqamah, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih. (Al-Ahqaf 13) 5. IKHLAS. Ikhlas adalah kunci dari ibadah. Tanpa ikhlas ibadah apapun yang dilakukan, sipelaku akan tidak memperoleh ganjaran pahala disisi Allah. Mungkin saja di dunia pelaku ibadah yang tidak ikhlas mendapatkan kebaikan2 di dunia, seperti apresiasi, mendapat pujian, menerima penghargaan. Keikhlasan bertempat dalam hati seseorang, untuk itu Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah: إِنَّ اللهَ تعالى لَا ينظرُ إلى صُوَرِكُمْ وَأمْوالِكُمْ ، ولكنْ ينظرُ إلى قلوبِكم وأعمالِكم "Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan hartamu, tetapi Dia hanya melihat hati dan amalmu". (HR Muslim) Nabi SAW menganalogikan amal yang dilandasi dengan ikhlas dalam hati seperti bejana. Dari Muawiyah RA, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits. إنَّما الأعمالُ كالوِعاءِ إذا طابَ أسفلُهُ طابَ أعلاهُ وإذا فسَدَ أسفلُهُ فسدَ أعلاهُ "Sesungguhnya amalan itu seperti bejana. Jika bagian bawahnya baik maka baik pula bagian atasnya. Jika bagian bawahnya rusak, bagian atasnya pun rusak". (HR Ibnu Majah). Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua agar menjadi hamba2 Allah yang taat beribadah dengan ikhlas dan istiqamah mengusai ilmu dalam beribadah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه 23 Oktober 2024 M 19 Rabiul Akhir 1446 H

Sunday 13 October 2024

JANJI

Diolah: M. Syarif Arbi No: 1.274.10-3.2024 Ketika musim kampanye pemilihan pemimpin dan wakil rakyat, bertebaranlah janji2, dibuat oleh yang ingin jadi pemimpin dan ingin jadi wakil rakyat. Janji adalah komitmen harus dihormati dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Janji dibuat sesama manusia pada hakikatnya juga berjanji dengan Allah. Sebab Allah akan mencatat setiap apapun ucapan manusia. Kelak janji itu akan dimintai pertanggungan jawab. وَاَوْفُوْا بِالْعَهْدِۖ اِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْـُٔوْلًا. (Al-Isra 34) “dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya”. Pada kenyataannya, janji2 itu tidak semuanya terpenuhi. Disadari bahwa janji dan rencana kurang lebih sama. Janji adalah rencana dibuat oleh pembuat janji, akan dilaksanakan untuk kepentingan penerima atau para penerima janji. Sedangkan rencana belumlah tentu dapat terlaksana semuanya, oleh karena itu jangan membuat janji yang terlalu muluk, sehingga nanti sulit untuk dilaksanakan. Permasalahannya bagi si pembuat janji: 1. Apakah sejak semula janji ditebar, hanya sekedar untuk mengambil hati sipenerima janji, tapi sesungguhnya di dalam hati tidak dimaksudkan untuk dipenuhi. 2. Apakah janji diucapkan, sudah diperhitungkan logis untuk dapat dilaksanakan, kalaulah ternyata tidak dapat dilaksanakan, bukanlah kesengajaan karena sudah diusahakan maksimal. 3. Apakah sipembuat janji sudah menyiapkan langkah2 alternatif bila janji2 ternyata meleset, misalnya mengganti dengan realisasi hampir sama. Atau menyiapkan alasan2 yang logis, kenapa janji tidak terpenuhi. Dalam hal pembuat janji seperti tersebut “1” maka perilaku ybs dapat dikatagorikan sama dengan perilaku setan, karena setan sangat senang sebab berhasil mencapai tujuannya memperperdaya manusia dengan janji-janji kosongnya. Dalam Al-Qur'an, Surat An-Nisa, ayat 120, Allah SWT menjelaskan: "يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ ۖ وَمَا يَعِدُهُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ إِلَّا غُرُورًا" “Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka”. Tindakan ingkar janji juga memiliki dampak negatif dalam kehidupan atau lingkup sosial. Bila yang mengingkari janji adalah pemimpin atau pejabat public, maka se-kurang2nya bila ybs mendatang mencalonkan diri lagi, tidak akan dipilih “sekali lancung keujian seumur hidup tidak dipercaya”. Ingkar janji pemimpin2 yang lalu, juga berdampak bagi calon pemimpin dan pejabat public yang akan datang. Bila calon pemimpin baru berjanji lagi, walau dianya orang baru yang belum tentu akan ingkar janji, besar kemungkinan tidak dipercaya lagi. Dalam hati pemilih: “paling seperti yang dulu lagi”. Rasulullah SAW pernah menjelaskan tanda-tanda orang munafik dalam HR Buhhari-Muslim: آيَة الْمُنَافِق ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اُؤْتُمِنَ خَانَ "Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Pertama, jika berkata-kata ia berdusta. Kedua, jika berjanji ia mengingkari. Ketiga, jika diberi amanah (kepercayaan) ia mengkhianatinya." (HR. Bukhari dan Muslim) Karena Ingkar janji merupakan salah satu sifat orang munafik, dan Allah sangat membenci orang munafik, sebagaimana tercermin dalam ayat Al-Qur'an, Surat An-Nisa, ayat 145: "إِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ فِى الدَّرْكِ الْاَسْفَلِ مِنَ النَّارِۚ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيْرًاۙ" “Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka”. Berjanji itu sendiri tidaklah menjadi dosa. Barulah menjadi dosa jika janji itu diingkari. Menepati janji menunjukkan integritas, kejujuran, dan kredibilitas seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Ini juga merupakan fondasi penting dalam membangun hubungan yang sehat dan saling percaya, termasuk dalam kehidupan sosial. Seperti dikemukakan di awal tulisan bahwa “pada hakikatnya berjanji dengan manusia juga berjanji dengan Allah”. Mengingkari janji sesama manusia tergolong mengkhianati Allah SWT, seperti disebutkan dalam surat An-Nahl, ayat 91: "وَأَوْفُوا۟ بِعَهْدِ ٱللَّهِ إِذَا عَٰهَدتُّمْ وَلَا تَنقُضُوا۟ ٱلْأَيْمَٰنَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ ٱللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ" “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”. Bukan hanya janji2 kampanye, yang harus ditepati; tetapi meliputi semua janji kepada siapa saja, janji tentang apa saja termasuk janji kepada diri sendiri. Khusus buat para pemimpin dan wakil2 rakyat, semoga mereka sanggup merealisasikan janji2 kampanye mereka, sehingga tidak menerima laknat Allah di dunia dan akhirat karena ingkar janji. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه 14 Oktober 2024 M 11 Rabiul Akhir 1446 H

Saturday 5 October 2024

Main Bal

Dirangkum: M. Syarif Arbi No: 1.272.10-1.2024 Sepakad bahwa olah raga sepak bola digemari seluruh lapisan masyarakat. Di kampungku 70 tahun lalu, bola buat kami anak2, merupakan barang mewah. Kesulitan memiliki “bola benaran”, kreasi masa kanak2 kami doeloe membuat bola dari sesuatu benda bulat yang ringan dibalut dengan tali dari aliran getah pohon karet yang sudah mengering. Benda bulat dari apa saja asal ringan, lebih disuka kulit jeruk bali. Sebagaimana diketahui bahwa pohon karet disadap dengan melukai batang pohon dengan sudut miring setengah lingkaran. Latek mengalir ke penampungan, bekas alirannya bila sudah mengering masih nempel di batang, material itulah diambil buat tali pembalut bola, istilah setempat bola disebut "bal". Makanya permainan sepak bola di kampungku disebut "Main Bal". Masa kanak2 kami 70an tahun lalu, mungkin khusus di kampungku jangankan main bal, ke sekolah saja belum pakai sepatu. Jadi "main bal", nyeker alias tanpa sepatu. Kalau terakhir ini, bangsa kita mulai masuk hitungan di sepak bola dunia, adalah sangat wajar, karena olah raga ini digemari seluruh lapisan masyarakat. Latihannya bukan baru sekarang, mulai kanak2. Di TV beberapa tahun belakangan ini persepakbolaan di tanah air tertayang pertandingan sepak bola " Liga 1" dan "Liga 2". Sayangnya pemainnya, sudah banyak orang asing, sudah ratusan pemain asing yang ikutan di klub2 sepak bola di Indonesia. Main sepak bola, kini sudah mulai merupakan profesi penghasil rezeki. Dari satu sisi dengan banyaknya merekrut pemain asing berarti mengurangi kesempatan orang asli. Andaikan setiap klub sepak bola seluruh daerah2 isinya semua orang asli, akan timbul kebanggaan tersendiri, bila berprestasi. Sejumlah variable yang menentukan “main bal” enak ditonton, diantaranya; lapangan yang baik, wasit yang adil, para pemain yang sportif, supporter yang tertib. Belum lama ini pernah terlihat seorang wasit tergeletak di lapangan di bogem pemain, padahal pertandingan tengah berlangsung sudah masuk babak kedua. Mungkin lantaran pembogem sudah gemas dengan putusan2 yang berpihak kepada salah satu kesebelasan, dilakukan wasit selama pertandingan sejak babak pertama. Giliran kesebelasan satunya kena selekat, peluitnya “macet”, pas kesebelasan satunya jatuh, meskipun terlihat kepleset sendiri saja langsung palanggaran. Peran wasit yang adil sangat menentukan sportifitas para pemain. Si wasit harus memberikan putusan yang sama buat setiap pelanggaran bagi kedua kesebelasan. Kuperkenalkan jenis2 pelanggaran “main bal”, terminology di kampungku ketika diriku masih kecil, yang harus diberikan peringatan sampai kartu kuning bahkan merah adalah: Selekat; yaitu pemain dengan sengaja menendang atau memasang tulang kering pemain lain dari depan berlawanan arah. Kini kulihat tulang kering pemain sudah pakai pelindung, doeloe belum dikenal. Betebang; mirip selekat tapi kondisinya kedua belah pihak sama mengadu tulang keringnya ber- hadap2an, sama kuatnya. Keadaan ini kadang keduanya sama2 ditandu keluar lapangan, tak jarang ada yang kakinya patah. Sempok; bilamana seorang pemain mengait kaki lawan dari belakang. Seorang pesepak bola yang sedang menggocek bola sambil berlari (istilah kampungku menggoreng), jika disenggol apalagi dikait kakinya dari belakang segera keselimpet dan jatuh. Senggol atau kait ini tergantung berat ringannya dan posisinya dimana menentukan wasit memberikan kartu. Sengkak; menghadang lajunya lawan dengan memasang salah satu kaki di hadapan kaki lawan. Misalnya lawan lagi laju berlari menggoreng bola, si penyengkak berlari mengejar lebih cepat, selanjutnya memasang salah satu kakinya di depan kaki lawan. Istilah asli kampungku ini membuktikan bahwa sepak bola atau “main bal”, digemari dan sudah sejak lama ditekuni orang2 di kampungku, bahkan mungkin jauh beberapa generasi sebelum ku lahir nenek kakek dan uyut2 ku suka “main bal”. Sangat kusayangkan sampai hari ini, belum kulihat kesebelasan “main bal” dari kampungku atau provinsi asalku menjuarai salah satu liga. Olah raga merupakan salah satu yang dianjurkan dalam rangka kesehatan jasmani dan rohani, asalkan tidak digunakan sebagai media perjudian. Hal ini sejalan dengan Hadits yang berbunyi: الْـمُؤْمِنُ القُوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَي اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلِّ خَيْرٌ "Orang yang beriman lagi kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari orang yang beriman tetapi lemah dan pada keduanya terdapat kebaikan." (HR Muslim). Bagi para wasit hendaklah diingat bahwa para wasit adalah bertindak sebagai hakim. Perlu diketahui ancaman buat hakim yang tidak adil حَدَّثَنَا عَبَّاسٌ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا مُلَازِمُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ نَجْدَةَ عَنْ جَدِّهِ يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَهُوَ أَبُو كَثِيرٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ طَلَبَ قَضَاءَ الْمُسْلِمِينَ حَتَّى يَنَالَهُ ثُمَّ غَلَبَ عَدْلُهُ جَوْرَهُ فَلَهُ الْجَنَّةُ وَمَنْ غَلَبَ جَوْرُهُ عَدْلَهُ فَلَهُ النَّارُ Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda, "Siapa pun yang menginginkan untuk menjadi hakim, kemudian keadilannya mengalahkan kezalimannya maka baginya surga, dan siapa pun yang kezalimannya mengalahkan keadilannya maka baginya neraka" (HR Abu Daud). Semoga, wasit2 persepakbolaan sanggup berbuat adil, para pemain sportif dan para supporter berlaku tertib. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه 5 Oktober 2024 M 2 Rabiul Akhir 1446 H