Tahun 1437 H. yang
lalu pas acara pemotongan hewan kurban di halaman sekolah komplek masjid di
dekat kediaman kami, setelah selesai menunaikan tugasnya menyembelih tiga ekor
Sapi, langsung Penyembelih pamit pulang. Ketika selesai shalat zuhur diumumkan
bahwa penyembelih Sapi korban tadi telah meninggal dunia. Demikian yang namanya maut tak kenal waktu
tak kenal sedang berkegiatan apa.
Tahun 1438 H tahun ini, salah seorang tim penyembelih,
ketika mempersiapkan SOP penyembelihan Sapi yang kedua, terpeleset jatuh
kebelakang, tertelentang. Pasalnya, setelah menyembelih sapi yang pertama,
darahnya tidak seluruhnya masuk ke lobang tersedia yang disalurkan ke got.
Simbahan darah yang masih berlepotan di lantai semen dekat lobang penyembelihan,
disiram air dan dibersihkan dangan sapu dan keringkan dengan pendorong genangan
air. Sebenarnya sudah diyakini semua darah dan air pengguyur darah sudah
kering. Rupanya lantai betonan itu masih licin, begitu salah seorang anggota
tim penyembelih itu menarik tali mengikat kaki sapi, sedikit saja sapi
menggeliat, si anggota tim itupun jatuh terlentang. Untungnya tidak berakibat
vatal.
Setiap melihat pemotongan Sapi dalam rangka korban,
kusaksikan betapa repotnya menumbangkan Sapi, agar si Sapi terbaring dengan
bagian tubuh sebelah kiri terletak di atas tanah. Untuk itu dipergunakan tali
mengikat kaki depan dan kaki belakang Sapi, selanjutnya ditarik secara
bersamaan beberapa orang tim penyembelih untuk merobohkan Sapi. Kadang ada Sapi
yang meronta, mengindar kakinya diikat tali. Timbul pikiranku apa ndak punya
teknik lain, mengangkat Sapi kemudian memutar badannya sesuai keperluan yaitu
bagian tubuh kirinya menghadap tanah, selanjutnya secara perlahan sapi
diturunkan.
Jadinya aku terlintas ingat akan perbandingan teknik
penyembelihan sesuai syariat Islam dan penyembelihan Sapi dengan penyembelihan
cara Barat. Kusimak penjelasan di suatu siaran TV pas hari raya Idul Adha tahun
ini. Di informasikan bahwa telah dilakukan penelitian Universitas terkemuka di
Jerman “Hannover University”, Prof. Dr.
Schultz dan koleganya Dr Hazim. ternyata dari hasil Penelitian itu bahwa teknik
penyembelihan berdasarkan syariat Islam adalah lebih “tidak menyengsarakan
hewan yang dipotong” juga “lebih menjamin kesehatan daging hewan tersebut untuk
dikonsumsi manusia”. Untuk mendukung penelitian itu digunakan populasi
sekelompok Sapi yang layak potong. Sapi-sapi tersebut dipasang semacam alat
untuk memantau rasa sakit dan merekam aktivitas jantung saat darah keluar. Sapi
objek penilitian dibiarkan melekat dua alat pantau tersebut ditubuhnya selama
berminggu-minggu sebelum disembelih, guna memperkecil kesalahan penelitian.
Perbandingan antara penyembelihan syariat Islam dan Barat
sebagai berikut:
Pertama. Penyembelihan secara Islam, pada 3 detik pertama
setelah hewan disembelih, hewan tidak merasakan sakit, karena menggunakan pisau
yang sangat tajam dan cepat. Penyembelihan cara Barat, Sapi terlebih dahulu
dipingsankan (stunning), begitu disembelih darah hewan tidak keluar sebanyak
kalau disembelih secara Islam.
Kedua. Penyembelihan secara Islam 3 detik berikutnya otak
kecil hewan merekam sangat mirip dengan kejadian tidur nyenyak, sehingga hewan
benar-benar sudah kehilangan kesadarannya. Pada saat itu jantung meningkat
aktivitasnya. Pada teknik Barat dengan pemingsanan tekanan rasa sakit hewan
begitu kuat karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsang.
Ketiga. Penyembelihan secara Islam, setelah enam detik
pertama, jantung hewan beraktivitas luar biasa untuk menarik sebanyak mungkin
darah dari anggota tubuh memompanya keluar. Sementara si hewan tersembelih
tidak merasakan sama sekali kesakitan. Sedangkan dengan cara Barat yaitu dengan
pemingsanan, alat yang dipasang pada jantung mengindikasikan adanya peningkatan
rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti mendadak lebih awal,
akibatnya jantung kehilangan kemampuannya menarik darah dari seluruh organ
tubuh, serta tidak lagi mampu memompa keluar darah dari seluruh tubuh hewan.
Keempat. Penyembelihan secara Islam, kerena darah terpompa oleh jantung secara
maksimal dari tubuh hewan, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat)
yang layak dikonsumsi manusia. Sedangkan penyembelihan cara Barat dengan teknik
pemingsanan, seperti disebutkan di alasan ke tiga, bahwa jantung terhenti
mendadak lebih awal dan darah tidak maksimal terkeluarkan dari tubuh hewan
dengan demikian daging hewan menjadi unhealthy meat (daging yang tidak sehat).
Lebih jauh dijelaskan atas dasar Penelitian Prof. Schultz
dan Dr Hazim ini, bahwa hewan yang meronta-ronta setelah disembelih bukan
ekspresi rasa sakit tetapi merupakan “Keterkejutan otot saraf” ketika darah
mengalir deras. Pembuktian ini dilakukan bukan atas dasar dugaan atau apa yang
dilihat tetapi atas dasar rekaman dari alat yang dipasang pada otak dan jantung
hewan tersebut.
Maha suci Allah, bahwa belum tentu apa yang kita lihat itu
benar, tetapi Allah memberikan petunjuk kepada kita, DIA lebih mengetahui.
Petunjuk penyembelihan oleh Rasulullah Muhammad s.a.w. yang notabine belum
mengenai ilmu jantung dan ilmu otak yang merekam rasa sakit. Tentulah ini atas
panduan dari Allah swt yang menciptakan alam ini.
Demikian, informasi Idul Adha tahun 1438 H. semoga semakin
mantab iman kita kepada ajaran yang dibawa Rasulullah Muhammad. Karena semakin
maju peradaban manusia semakin tinggi ilmu pengetahuan manusia maka manusia
semakin dapat membuktikan keberanan syariat Islam.
Wain yakun shawaban faminallah.
wain yakun khatha an faminni wa minasyaithan. Wallahu warasuluhu barii ani
minhu. (Dan sekiranya benar, maka itu
datangnya dari Allah. Dan sekiranya salah, maka berarti itu datangnya dari
diriku sendiri (yang lemah ini) dan dari syathan. Mohon maaf oleh karenanya.
Wallahu ‘alam bishawab.
No comments:
Post a Comment