Sunday 7 August 2016

DARI HAL AZAN



Belakangan ini di Indonesia, ada pihak/oknum yang mempersoalkan azan, mereka mengusulkan jangan pakai pengeras suara. Tentu kalau ini diperturutkan keinginan sebagian ummat yang nota bine ada juga diantaranya orang tersebut sebetulnya adalah pemeluk agama Islam, maka tidak sesuai dengan maksud yang terkadung dari azan itu sendiri. Azan untuk dapat didengar orang banyak dengan jarak yang cukup jauh, sehingga Bilal ketika azan mengambil tempat yang tinggi di masjid.
Para pembaca yang sebaya saya mungkin masih ingat, bahwa model masjid kita zaman dahoeloe, ke menara masjid disediakan tangga. Muazin menaiki tangga itu sehingga berada di menara kemudian mengumandangkan azan. Waktu itu dikampung-kampung belum tersedia pengeras suara dan aliran listrik. Muazin mengumandangkan azan dengan menggunakan corong yang dibuat dari bahan seng. Bagian yang dekat dengan mulut dibuat kecil sebesar masuknya mulut, bagian lainnya lebar.  Itu corong dimasukkan ke mulut, mungkin agar suara azannya focus, muazinpun menyuarakan azannya segingga terdengar kesekeling masjid dengan radius yang cukup jauh, lebih dari radius 40 rumah tetangga masjid.
Mendengar azan dikumandangkan, seluruh orang yang beragama Islam, melepaskan segala kegiatannya dan segera berbersih diri dan menuju masjid. Bahkan orang tua kita doeloe, kalaulah dianya petani, begitu mendengar azan umpamanya dia sedang mengayunkan cangkulnya, itu cangkul dilemparkan ke kiri atau ke kakan atau ke belakang, tidak jadi di ayunkan ke tanah bagian depan. Mereka berpendapat bila azan sudah terdengar, jika cangkul diayunkan ke depan, tanah yang gembur akibat cangkul itu ditanami tanaman dan tumbuh, maka hasil tumbuhan itu haram dimakan, karena hasil dari cangkulan yang haram. Bekerja pada saat azan, hasil kerjanya adalah haram. Begitu hebatnya pendirian mereka terhadap panggilan shalat ini, karena pada hakikatnya panggilan shalat adalah panggilan Allah.
Tiga kali kita nanti di panggil Allah dalam hidup kita di dunia dan akhirat. Dua kali panggilan di dunia yaitu: Pertama; panggilan shalat dengan azan. Kedua; panggilan maut yang seorangpun tak dapat mengelak seperti panggilan azan. Nanti di akhirat kitapun akan dipanggil dengan sangkakala yang mengumpulkan manusia di padang pengadilan Allah.

Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi. Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ketempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi, tetapi beliau menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). Lantas, ada usul dari Umar bin Khattab jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya.
Asal muasal adzan berdasar hadits
Lafal adzan tersebut diperoleh dari hadits tentang asal muasal adzan dan iqamah:
Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja. Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa? Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat." Orang itu berkata lagi, "Maukah kau kuajari cara yang lebih baik?" Dan aku menjawab "Ya!" Lalu dia berkata lagi dan kali ini dengan suara yang amat lantang:
  • Allahu Akbar Allahu Akbar
  • Asyhadu alla ilaha illallah
  • Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
  • Hayya 'alash sholah (2 kali)
  • Hayya 'alal falah (2 kali)
  • Allahu Akbar Allahu Akbar
  • La ilaha illallah
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad. SAW, berkata, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad, SAW.
Asal muasal iqamah
Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan adzan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika salat akan didirikan:
  • Allahu Akbar, Allahu Akbar
  • Asyhadu alla ilaha illallah
  • Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
  • Hayya 'alash sholah
  • Hayya 'alal falah
  • Qod qomatish sholah (2 kali), artinya "Salat akan didirikan"
  • Allahu Akbar, Allahu Akbar
  • La ilaha illallah
Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah SAW kemudian kuberitahu beliau apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan dia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."
HR Abu Dawud (499), at-Tirmidzi (189) secara ringkas tanpa cerita Abdullah bin Zaid tentang mimpinya, al-Bukhari dalam Khalq Af'al al-Ibad, ad-Darimi (1187), Ibnu Majah (706), Ibnu Jarud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan Ahmad (16043-redaksi di atas). At-Tirmidzi berkata: "Ini hadits hasan shahih". Juga dishahihkan oleh jamaah imam ahli hadits, seperti al-Bukhari, adz-Dzahabi, an-Nawawi, dan yang lainnya. Demikian diutarakan al-Albani dalam al-Irwa (246), Shahih Abu Dawud (512), dan Takhrij al-Misykah (I: 650).


No comments:

Post a Comment