Belakangan ini di Indonesia, ada pihak/oknum yang
mempersoalkan azan, mereka mengusulkan jangan pakai pengeras suara. Tentu kalau
ini diperturutkan keinginan sebagian ummat yang nota bine ada juga diantaranya
orang tersebut sebetulnya adalah pemeluk agama Islam, maka tidak sesuai dengan
maksud yang terkadung dari azan itu sendiri. Azan untuk dapat didengar orang
banyak dengan jarak yang cukup jauh, sehingga Bilal ketika azan mengambil
tempat yang tinggi di masjid.
Para pembaca yang sebaya saya mungkin masih ingat, bahwa
model masjid kita zaman dahoeloe, ke menara masjid disediakan tangga. Muazin
menaiki tangga itu sehingga berada di menara kemudian mengumandangkan azan.
Waktu itu dikampung-kampung belum tersedia pengeras suara dan aliran listrik.
Muazin mengumandangkan azan dengan menggunakan corong yang dibuat dari bahan
seng. Bagian yang dekat dengan mulut dibuat kecil sebesar masuknya mulut,
bagian lainnya lebar. Itu corong
dimasukkan ke mulut, mungkin agar suara azannya focus, muazinpun menyuarakan
azannya segingga terdengar kesekeling masjid dengan radius yang cukup jauh,
lebih dari radius 40 rumah tetangga masjid.
Mendengar azan dikumandangkan, seluruh orang yang beragama
Islam, melepaskan segala kegiatannya dan segera berbersih diri dan menuju
masjid. Bahkan orang tua kita doeloe, kalaulah dianya petani, begitu mendengar
azan umpamanya dia sedang mengayunkan cangkulnya, itu cangkul dilemparkan ke
kiri atau ke kakan atau ke belakang, tidak jadi di ayunkan ke tanah bagian
depan. Mereka berpendapat bila azan sudah terdengar, jika cangkul diayunkan ke
depan, tanah yang gembur akibat cangkul itu ditanami tanaman dan tumbuh, maka
hasil tumbuhan itu haram dimakan, karena hasil dari cangkulan yang haram.
Bekerja pada saat azan, hasil kerjanya adalah haram. Begitu hebatnya pendirian
mereka terhadap panggilan shalat ini, karena pada hakikatnya panggilan shalat
adalah panggilan Allah.
Tiga kali kita nanti di panggil Allah dalam hidup kita di
dunia dan akhirat. Dua kali panggilan di dunia yaitu: Pertama; panggilan shalat
dengan azan. Kedua; panggilan maut yang seorangpun tak dapat mengelak seperti
panggilan azan. Nanti di akhirat kitapun akan dipanggil dengan sangkakala yang
mengumpulkan manusia di padang pengadilan Allah.
Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah.
Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW
mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu
masuknya waktu salat
dam mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjamaah. Di
dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya
dikibarkan bendera
sebagai tanda waktu
salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang
melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet
seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi. Ada lagi yang mengusulkan supaya
dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani.
ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka
segera dinyalakan api
pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ketempat
itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada
ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan hendaklah datang menghadiri
salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi, tetapi
beliau menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat
berjamaah). Lantas, ada usul dari Umar bin Khattab jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil
kaum Muslim untuk salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini
agaknya bisa diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW
juga menyetujuinya.
Asal muasal adzan berdasar hadits
Lafal adzan tersebut diperoleh dari hadits tentang asal
muasal adzan dan iqamah:
Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja. Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa? Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat." Orang itu berkata lagi, "Maukah kau kuajari cara yang lebih baik?" Dan aku menjawab "Ya!" Lalu dia berkata lagi dan kali ini dengan suara yang amat lantang:
Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja. Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa? Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat." Orang itu berkata lagi, "Maukah kau kuajari cara yang lebih baik?" Dan aku menjawab "Ya!" Lalu dia berkata lagi dan kali ini dengan suara yang amat lantang:
- Allahu Akbar Allahu Akbar
- Asyhadu alla ilaha illallah
- Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
- Hayya 'alash sholah (2 kali)
- Hayya 'alal falah (2 kali)
- Allahu Akbar Allahu Akbar
- La ilaha illallah
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad.SAW,
dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad. SAW,
berkata, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal
dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan
adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun
melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh
Umar ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad, SAW.
Asal muasal iqamah
Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan adzan,
dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika salat akan didirikan:
- Allahu Akbar, Allahu Akbar
- Asyhadu alla ilaha illallah
- Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
- Hayya 'alash sholah
- Hayya 'alal falah
- Qod qomatish sholah (2 kali), artinya "Salat akan didirikan"
- Allahu Akbar, Allahu Akbar
- La ilaha illallah
Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah SAW kemudian kuberitahu beliau
apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi
yang benar, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang
kau mimpikan agar diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya
lebih lantang darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu
aku ajarkan kepadanya dan dia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar
oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar
dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah
mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang
dimimpikannya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."
HR Abu Dawud (499), at-Tirmidzi (189) secara ringkas tanpa
cerita Abdullah bin Zaid tentang mimpinya, al-Bukhari dalam Khalq Af'al
al-Ibad, ad-Darimi (1187), Ibnu Majah (706), Ibnu Jarud, ad-Daruquthni,
al-Baihaqi, dan Ahmad (16043-redaksi di atas). At-Tirmidzi berkata: "Ini
hadits hasan shahih". Juga dishahihkan oleh jamaah imam ahli hadits,
seperti al-Bukhari, adz-Dzahabi, an-Nawawi, dan yang lainnya. Demikian
diutarakan al-Albani dalam al-Irwa (246), Shahih Abu
Dawud (512), dan Takhrij al-Misykah (I: 650).
No comments:
Post a Comment