Sunday 6 April 2014

KE KONDANGAN PESTA DEMOKRASI



Ibarat kondangan ke suatu pesta, tanggal 9 April 2014 penduduk seluruh negeri diundang untuk hadir di suatu pesta disebut “pesta demokrasi”. Undangan ini sudah lama sekali disampaikan kepada seluruh warga negara dewasa, dengan harapan tentunya tidak akan lupa. Guna mengingatkan itu pesta,  sudah berbulan-bulan bahkan ada yang sudah tahunan si empunya hajat terus menerus mengingatkan dengan berbagai cara dan model.
Ibarat setiap ke kondangan, disediakan menu makanan dan minuman akan terhidang. Istimewanya kondangan “pesta demokrasi ini” menu sudah di informasikan lebih dahulu jauh sebelum pesta dimulai. Istimewanya lagi kalau menunya masih ada yang lupa, dapat ngunduh di internet. Istimewanya lagi menu-menunya itu di setiap Gubuk ada tiga jenis menu yaitu:
1.     Menu yang sudah lama diketahui calon penghadir pesta, istimewanya menu yang sudah diketahui itu banyak yang tidak enak. Bukannya belum pernah nyoba, tetapi terbukti tempo hari waktu memakannya, memusingkan kepala atau membuat mual atau diare.
2.     Menu baru yang belum sama sekali dikenal, dengan demikian rasanyapun belum diketahui. Jangan-jangan sama ndak enaknya, sama bermasalahnya dengan menu yang lama.
3.     Menu ketiga kayak-kayaknya seperti menu yang lama tapi sepertinya dikemas ulang, bahkan nama hidangan diganti tapi setelah diteliti formula/resepnya sama saja.
Nah,,,, Ibarat ke pesta kita boleh milih datang atau tidak datang. Boleh milih hadir atau tidak hadir, tapi tak boleh diwakilkan, nitip amplop semisal kondangan pesta nikah atau khitanan.
Ibarat, kita memilih hadir, juga masih punya pilihan apakah mencicipi hidangan, atau sekedar “BE PUSA’” (kuperkenalkan bahasa daerahku BE PUSA’ ialah menjamah makanan tapi tidak mencicipi atau tidak masukkannya ke mulut). Tujuan BE PUSA’  agar tidak KEMPUNAN (ini juga bahasa daerahku) penjelasannya panjang. Singkatnya begini: “Misalnya kita kunjung ke rumah teman, karena buru-buru ada keperluan, ketika mau pamit pulang, temannya menahan dan ngomong: “tunggu sebentar lagi disedukan kopi”.  Karena anda tidak dapat nunggu, tindakan yang dilakukan “BE PUSA’ ”, dengan menjamah kopi dan gula yang akan disedu. Be PUSA’ ; konon menghindarkan si yang Be Pusa’  kenapa-kenapa di dalam perjalanan.
Ibarat nya apa anda akan menyicipi makanan yang menunya sudah disebut seperti di atas, padahal anda belum tau atau mungkin tidak tau  apakah ada pilihan yang baik,  atau justru anda hanya  Be Pusa’. Tentu terserah anda.
Diri ini kebetulan terakhir ini sering dihadapkan kepada umat. Sekurangnya dua kali dalam kesempatan khutbah Jum’at di masjid yang cukup besar di Jakarta Pusat  dengan jamaah lebih dari 2.000. Di dalam khutbahku tanggal 21 Maret dan 4 April kuselipkan pesan kepada jamaah;  JANGAN MENJADI GOLPUT. Walau tentunya sebagai seorang khatib pantang memihak. Karena dengan Golput membiarkan orang lain memilihkan “menu” tersebut di atas untuk kita santap bukan sebentar, selama 5 tahun kedepan dan mungkin selamanya. Sebab kalau salah pilih, nanti mereka yang salah itu akan mengatur segalanya sehingga bisa saja dia mempertahankan kekuasaannya untuk mengkondisikan kesengsaraan  kita  selamanya. Memang tiga menu di atas susah memilihnya, tapi setidaknya mungkin masih adalah yang sedang-sedang.
Memang yang namanya kondangan, masa’kan undangan yang menentukan pilihan menu, tentulah yang punya hajat yang persiapkan menu, sesuai kemampuan dan tinggi rendah seleranya. Makanya undangan mau tidak mau, suka atau tidak suka jika mau makan ya pilihlah yang sudah tersedia. Walau misalnya menu yang ada tidak sesuai selera. Kalau begitu, ibarat kondangan juga tidak tepat benar di ibaratkan untuk “pesta demokrasi” ini.
Kadang terpikir olehku sesuatu gagasan yang mungkin tak masuk di akal terutama buat politisi sekarang. Bagaimana kalau legislatif itu datangnya bukan dari Partai, tapi dari setiap Rukun Tetangga ditokohkan masyarakat. Jadi mereka betul-betul dikenal ketokohan dan kemampuannya. Misalnya dipilih tokoh yang mapan ekonominya, jadi diharapkan dia jadi legislatif bukan untuk cari kehidupan dan kemewahan, tapi pengabdian. Atau kalau yang ditokohkan ekonominya pas-pasan tapi orangnya sederhana, sehingga diharapkan tidak mencari kemewahan. Tokoh tersebut mempunyai kemampuan keilmuan yang memadai dan diketahui sebagai pejuang keadilan dan kebenaran. Tokoh tersebut mempunyai keimanan dan ketaqwaan serta kesehatan yang masih prima. Mungkin perlu juga syarat tambahan tokoh tersebut tidak ngantukan. Warga yang menunjuk si tokoh punya wewenang untuk mengontrol si tokoh kalau sudah jadi legislatif dan boleh menggantinya dengan tokoh lain, kalau dianya tidak beres sebelum jabatan berakhir. Selanjutnya penghasilan anggota legislatif tidak usah terlalu tinggi, yaah biasa-biasa saja, jadi orang ndak rebutan seperti sekarang, caleg ndak usah kampanye ngabiskan biaya yang tidak sedikit. Fasilitas jangan istimewa-istimewa amat, supaya orangpun tidak tergiur sangat. Dalam pada itu jangan pula setelah menjadi anggota legislatif lalu makin susah hidupnya, sebab kalau malah jadi susah, juga akan menjatuhkan prestise kita sebagai bangsa, khususnya warga yang mendudukkan tokoh tersebut dikursi legislatif.
Selamat berpesta demokrasi. Gunakan hak anda dengan baik, jadilah pemilih yang cerdas sehingga terpilih orang-orang yang pas.

No comments:

Post a Comment